Bantu Atasi Konflik Myanmar, Indonesia: Diam Bukan Opsi

Indonesia melakukan diplomasi ulang-alik

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyampaikan, Indonesia tidak akan tinggal diam menanggapi kerusuhan politik yang terjadi di Myanmar imbas kudeta militer pada 1 Februari 2021.
 
“Indonesia memilih untuk tidak berdiam diri, to do nothing is not an option," kata Retno seusai berkunjung dari Bangkok, Thailand, melalui konferensi pers daring, Rabu (24/2/2021).
 
Demonstrasi menolak rezim militer yang semula berlangsung damai, kini diwarnai bentrokan dengan aparat di berbagai kota. Sejak awal kudeta, Indonesia meminta seluruh pihak yang terlibat agar menahan diri. Namun, seruan itu tidak diindahkan hingga tiga pengunjuk rasa meninggal dunia.

Baca Juga: Ramai Isu Menlu Retno ke Myanmar, Jubir Kemlu: Opsi Terbuka

1. Indonesia memainkan peran shuttle diplomacy

Bantu Atasi Konflik Myanmar, Indonesia: Diam Bukan OpsiKendaraan bersenjata Tentara Myanmar berkendara melewati sebuah jalan setelah mereka mengambil kekuasaan dalam sebuah kup di Mandalay, Myanmar, Selasa (2/2/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer)

Retno menilai, situasi politik di Myanmar sangatlah rentan. Oleh sebab itu, Indonesia menerapkan pendekatan shuttle diplomacy untuk mengakomodasi aspirasi kedua pihak yang bertikai, apakah itu fraksi militer atau politikus sipil.
 
Adapun shuttle diplomacy atau diplomasi ulang-alik adalah istilah yang menjelaskan keterlibatan pihak luar, selaku penengah antara pihak-pihak yang berselisih.
 
“Saya baru saja kembali dari kunjungan singkat ke Thailand. Ini merupakan bagian shuttle diplomacy Indonesia, untuk mencoba mencari penyelesaian terbaik bagi situasi di Myanmar saat ini,” tutur Retno.

2. Menampung aspirasi dan berkonsultasi dengan berbagai pihak

Bantu Atasi Konflik Myanmar, Indonesia: Diam Bukan OpsiPresiden Joko "Jokowi" Widodo menyambut PM Muhyiddin Yassin ketika tiba di Istana Merdeka (Tangkapan layar YouTube)

Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menjelaskan, Indonesia sudah sangat akrab dengan diplomasi ulang-alik, termasuk dalam mengatasi permasalahan Rohingya.  
 
Diplomasi ulang-alik menuntut Indonesia untuk menampung aspirasi dengan berbagai pemilik kepentingan. Pekan lalu, perwakilan RI telah mengunjungi Brunei Darussalam dan Singapura.
 
Indonesia juga telah berkonsultasi dengan Malaysia, ketika Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yasin bersama delegasinya berkunjung ke Indonesia.

Selain itu, pemerintah RI juga telah menjalin komunikasi dengan Menlu Filipina, Vietnam, Laos, Tiongkok, India, Jepang, Amerika Serikat (AS), bahkan Utusan Khusus Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
 
“Besok rencananya akan kembali komunikasi dengan Menlu Inggris dan dengan Sekjen PBB, dan mantan Perdana Menteri Australia yang sekarang menjadi Ketua Global Leadership Forum dan Asia Society,” ujar Retno.

3. Tantangan diplomasi ulang-alik di masa pandemik

Bantu Atasi Konflik Myanmar, Indonesia: Diam Bukan OpsiMenteri Luar Negeri Retno Marsudi (Twitter/@setkabgoid)

Retno menyinggung pula perihal sulitnya melaksanakan shuttle diplomacy di tengah pandemik COVID-19. Sebab, masih ada negara-negara yang tidak menerima pelancong atau delegasi dari Indonesia, karena dinilai kurang optimal dalam penanganan pandemik.
 
“Namun demikian, hal ini tetap dilakukan Indonesia, mengingat adanya prinsip-prinsip yang perlu ditegakkan, dan keinginan kuat untuk terus berkontribusi bagi perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan kawasan,” tutup Retno.

Baca Juga: Jalan Berliku ASEAN Menyudahi Kudeta Militer Myanmar

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya