Benarkah Buzzer Berbahaya Bagi Demokrasi? Begini Penjelasannya

Buzzer bekerja sesuai siapa yang membayarnya, hmm..

Jakarta, IDN Times - Polemik buzzer yang digunakan pemerintah untuk menangkal kritik kembali mencuat setelah pernyataan dari Juru Bicara Presiden Joko "Jokowi" Widodo, Fadjroel Rachman. Dia membantah pemerintah menggunakan buzzer di media sosial untuk menyerang para pengkritiknya.

"Pemerintah tidak pernah takut kritik. Kritik itu jantung demokrasi," ujar Fadjroel saat dihubungi IDN Times, Kamis (11/2/2021).

Pernyataan serupa juga pernah diutarakan oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Bahkan, kala itu Moeldoko menyebut bahwa keberadaan buzzer sangat merugikan pemerintahan Jokowi. Karena itu, dia ingin buzzer segera ditertibkan supaya tidak mengganggu demokrasi. 

Analis media sosial Drone Emprit Ismail Fahmi angkat bicara perihal bahaya dari penggunaan buzzer bagi iklim demokrasi di Indonesia. Menurut dia, para buzzer sangat mungkin menutupi permasalahan yang seharusnya diselesaikan pemerintah.

“Tujuan dari penggunaan buzzer itu untuk mengarahkan percakapan dan opini publik. Nah, kalau informasinya sudah diarahkan, publik tidak lagi mengetahui apa yang benar, karena informasi yang disebar sudah dimodifikasi. Bahayanya, publik bisa gak tahu problem besar apa yang terjadi di Indonesia,” kata Fahmi kepada IDN Times, Minggu 6 Oktober 2019 lalu.

Baca Juga: Pengamat: Buzzer Itu Dibentuk, Diproduksi, dan Dipelihara 

1. Masyarakat tidak bisa mengontrol pemerintah

Benarkah Buzzer Berbahaya Bagi Demokrasi? Begini PenjelasannyaDok. IDN Times

Fahmi menjelaskan ada berbagai bentuk menggiring opini yang dilakukan buzzer, seperti menyebarkan hoaks, propaganda, hingga bias informasi. Buzzer bertugas menyebarluaskan informasi yang sudah modifikasi supaya direspons publik.

Dalam titik yang paling berbahaya, lanjut Fahmi, buzzer berpotensi menghilangkan fungsi kontrol rakyat terhadap pemerintah.

“Contohnya, sekarang impor kita tinggi, tapi gak ada yang bahas di medsos. Nah, itu bisa karena buzzer yang mengarahkan opini publik ke bidang lain, atau bisa juga publik gak tahu. Apakah ini bahaya? Ini bahaya, karena pemerintah jadi gak ditekan oleh publik. Jadi mereka santai-santai aja, gak berusaha mencari solusinya,” kata dia.

Baca Juga: Pemerintah Bantah Pakai Buzzer, YLBHI: Sudah Banyak Buktinya!

2. Buzzer sangat berpotensi mematikan kritik di ruang publik

Benarkah Buzzer Berbahaya Bagi Demokrasi? Begini PenjelasannyaDok. IDN Times

Fahmi juga mengamati dinamika penggunaan buzzer di berbagai negara. Secara umum, dia membagi peran buzzer dalam dua kategori, yaitu sebagai penggaung kebijakan pemerintah dan sebagai pembungkam opini publik. Satu hal yang digarisbawahi adalah buzzer bekerja tergantung siapa yang menggunakan jasanya.

“Umumnya semua negara itu kan gak mau kebijakannya dikritik. Maka pertanyaannya adalah, apakah negara ini benar-benar ingin menyejahterakan rakyatnya? Kalau memang ingin, gunakan buzzer untuk menyampaikan kebijakan pemerintah. Tapi jangan sampai buzzer ditugasi untuk mematikan kritik, sehingga kalau ada kiritk atau opini yang berbeda diserang opini itu,” tutur dia.

3. Buzzer sangat mungkin mengaburkan fakta

Benarkah Buzzer Berbahaya Bagi Demokrasi? Begini PenjelasannyaDok. IDN Times

Bahaya buzzer berikutnya adalah mengaburkan fakta. Alumni University of Groningen itu menyebutkan buzzer akan menyebarkan informasi yang mereka dapat dari pemesannya, tanpa peduli, apakah informasi tersebut benar atau tidak.

“Dalam kasus Veronica Koman, misalnya. Dia mengirimkan laporan yang berbeda dari pemerintah, padahal pemerintah bilang gak ada masalah. Kalau misalnya itu benar, berarti itu fakta, dan itu masalah yang harus diselesaikan, bukannya ditutupi. Kalau itu (laporan Veronica) benar tapi pemerintah bilang gak ada masalah, di situ bisa semakin marah rakyat Papua,” kata Fahmi.

4. Kondisi Indonesia belum tentu seperti hasil riset Oxford

Benarkah Buzzer Berbahaya Bagi Demokrasi? Begini PenjelasannyaDok. IDN Times

Universitas Oxford sempat merilis hasil riset tentang buzzer. Dalam laporan tersebut, Indonesia tergolong sebagai negara yang turut menggunakan jasa buzzer. Menanggapi laporan tersebut, Fahmi mengatakan, kondisi Indonesia sangat mungkin lebih parah, atau sangat mungkin laporannya tidak relevan dalam konteks Indonesia.

“Itu kan metodologinya mereka mengumpulkan berbagai artikel dan news yang dianggap valid, jadi Indonesia gak spesifik disoroti. Tapi walaupun Indonesia disebut, parah atau tidak? Bisa parah, bisa juga tidak terjadi apa-apa. Tapi kalau ditanya, apakah ada penggunaan buzzer atau tidak, kalau menurut Drone Emprit, ya buzzer ada dan digunakan oleh masing-masing kubu,” kata Fahmi.

Baca Juga: Fadjroel Bantah Pemerintah Pakai Buzzer untuk Hadapi Kritik 

Topik:

  • Rochmanudin
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya