Kejar Tayang, RKUHP Berpotensi Lahirkan Delik Agama Diskriminatif

Berikut pasal-pasal RKUHP yang diskriminatif

Jakarta, IDN Times- Koalisi Advokasi Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan mendorong pemerintah untuk membatalkan rencana pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada Juli 2019. Menurut mereka, draf RKUHP yang sekarang sarat akan delik agama diskriminatif.

"Terkait rencana pemerintah untuk segera mengesahkan RKUHP sekitar akhir Juli 2019, kami berpendapat meskipun ada perkembangan baik terkait delik-delik keagamaan, namun masih ada pasal-pasal yang menimbulkan kekhawatiran apabila diberlakukan," kata Pratiwi Febry selaku pengacara publik dari LBH Jakarta di Jakarta Pusat, Selasa (2/7).

Mereka yang tergabung dalam aliansi ini adalah The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Paritas, Wahid Fondation, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, Lakspendam NU, Center for Religious & Cross-Cultural Studies (CRCS) UGM, PUSAD Paramadina, Gusdurian, Human Right Working Group (HRWG), dan INKLUSIF.

Berikut sejumlah pasal yang berpotensi melahirkan delik agama diskriminatif.

Baca Juga: Makin Solid, Tokoh Agama se-Banyuwangi Tak Gentar Disinggung Isu SARA

1. Pasal 2 RKUHP

Kejar Tayang, RKUHP Berpotensi Lahirkan Delik Agama DiskriminatifIDN Times/Marisa Safitri

Dalam Pasal 2 RKUHP, disebutkan bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat yang tidak diatur dalam RKUHP menurut Pasal 2 ini, tetap berlaku. Menurut Pratiwi, hal tersebut menyimpang dari asas legalitas.

“Meskipun dikatakan ‘sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, HAM, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab’, ketentuan ini telah membuka celah penerapan hukum seperti yang terlihat dalam perda-perda diskriminatif saat ini,” terang dia.

2. Pasal 250 dan Pasal 313 RKUHP

Kejar Tayang, RKUHP Berpotensi Lahirkan Delik Agama DiskriminatifIDN Times/Rangga Erfizal

Pasal 250 masih menggunakan kata “penghinaan” yang sangat multitafsir dan subjektif. Membahas Pasal 250, aliansi merujuk kepada para ahli di dunia atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang mengarahkan hukuman perdata bagi mereka yang terjerat pasal penistaan agama.

“Kalaupun pidana hendak mengatur penghinaan, maka pemidanaannya adalah denda,” imbuh Pratiwi. 

Pada Pasal 313, aliansi menyarankan supaya kata “penghinaan” diganti dengan “siar kebencian”. Hal ini bertujuan untuk melindungi pemeluk agama dari kejahatan.

3. Kritik terhadap Bab VII RKUHP

Kejar Tayang, RKUHP Berpotensi Lahirkan Delik Agama DiskriminatifIDN Times/Vanny El Rahman

Bab VII RKUHP menyebut, “Tindak Pidana Terhadap Agama dan Kehidupan Beragama”. Menurut aliansi, judul ini salah secara bahasa maupun konsep. Agama sepatutnya tidak menjadi subjek hukum.

“Yang perlu dilindungi adalah penganut agama. Menempatkan agama sebagai subjek hukum problematis, karena ia tidak dapat mewakili dirinya sendiri di proses hukum. Artinya, ini mengandaikan adanya orang yang mewakili agama. Mengingat adanya keragaman terkait keyakinan keagamaan, bahkan di dalam satu agama, maka apabila negara mendengar dan mengambil satu tafsir agama, artinya negara telah berlaku diskriminatif,” beber Pratiwi.

4. Pasal 315 RKUHP

Kejar Tayang, RKUHP Berpotensi Lahirkan Delik Agama DiskriminatifIDN Times/Rangga Erfizal

Kemudian, dalam Pasal 315 memang tidak melarang orang untuk tidak beragama, melainkan hasutannya. Permasalahannya adalah kata “hasutan” multitafsir, sehingga bisa menyasar orang yang hanya mengajak, bahkan orang yang tidak beragama sebagai sebuah keyakinan.

“Kata ‘meniadakan agama’ juga membingungkan karena dapat berarti seluruh agama, atau hanya satu agama, dan/atau keyakinan di dalam agama. Meniadakan juga multitafsir apakah maksudnya pada satu orang atau untuk meniadakannya sama sekali dari bumi Indonesia,” sambung dia.

5. Pasal 316 RKUHP

Kejar Tayang, RKUHP Berpotensi Lahirkan Delik Agama DiskriminatifIDN Times/Rangga Erfizal

Pasal 316 menjelaskan tentang aturan pidana ketika membuat gaduh di dekat rumah ibadah ketika ibadah berlangsung.

Pratiwi menambahkan, “sebenarnya memiliki maksud yang baik. Hanya saja kata ‘gaduh’ dapat multitafsir terkait sebesar apa suara sehingga dapat dikatakan gaduh."

6. Pasal 503 RKUHP

Kejar Tayang, RKUHP Berpotensi Lahirkan Delik Agama DiskriminatifDoc Pribadi/Holy Kartika

Selanjutnya, Pasal 503 tentang pencurian benda suci keagamaan yang menjadi pemberatan juga masih tidak jelas. Pertanyaannya, apakah ada derajat di antara benda suci keagamaan?

“Misal suatu patung dengan gelas. Pertanyaan lainnya adalah apa kategori benda suci keagamaan? Apakah kalung berlambang keagamaan tertentu masuk benda suci keagamaan?” kata Pratiwi.

7. Kurangnya keterbukaan dalam pembahasan RKUHP

Kejar Tayang, RKUHP Berpotensi Lahirkan Delik Agama DiskriminatifIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Peneliti ILRC, Siti Aminah, juga mengkritisi pemerintah yang tidak terbuka dalam pembahasan RKUHP. Masyarakat sipil hanya dilibatkan sebatas rapat dengar pendapat.

“Banyak pertemuan atau pembahasan di hotel-hotel yang kami (masyarakat sipil) tidak dilibatkan, sehingga draf yang sekarang kami kritisi juga kami tidak tahu apakah ini sudah yang terbaru atau belum,” sambung Siti.

Dia menduga, RKHUP hendak menjadi warisan pemerintah periode ini. Karenanya, mereka terburu-buru untuk menyempurnakan RKUHP. Akibatnya adalah banyak pasal yang multitafsir dan diskriminatif, sehingga merugikan pihak minoritas serta sarat akan kepentingan penguasa. 

Baca Juga: Polarisasi Agama Pasca Pilpres Masih Belum Usai 

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya