Kisah Pencari Suaka Asal Ethiopia, Menghindari Maut tapi Sulit Hidup

Hikmah hidup berpindah-pindah tempat selama di Indonesia

Jakarta, IDN Times - Hikmah Abdul Aziz sudah luntang-lantung selama 10 hari di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Perempuan berusia 18 tahun itu merupakan pengungsi asal Ethiopia yang tengah mencari suaka di Indonesia. Dia meninggalkan negaranya sejak lima tahun silam akibat perang saudara yang merenggut banyak korban.

"Di Ethiopia ada perang. Banyak yang mati. Susah sekolah, susah hidup. Gak aman pokoknya," kata Hikmah kepada IDN Times, Rabu (10/7).

1. Berpindah mencari negara aman

Kisah Pencari Suaka Asal Ethiopia, Menghindari Maut tapi Sulit HidupIDN Times/Vanny El Rahman

Hikmah terbang ke Indonesia tanpa paspor. Ia menghabiskan seluruh uang yang ada untuk membeli tiket ke luar negeri. Dia menggantungkan nyawanya kepada suatu agensi di Ethiopia untuk membawanya pergi ke tempat yang lebih aman.

"Awalnya ya bayar sama orang. Pakai paspor dia. Saya cuma isi terus siapin kertas (dokumen) ini itu. Pokoknya saya maunya diterbangin ke negara aman. Kayak agensi gitu," ucap perempuan asal Ehiopia yang lancar berbahasa Indonesia itu.

Baca Juga: Ini Sikap Pemprov DKI Terhadap Pencari Suaka di Kebon Sirih

2. Pernah tinggal di Depok, Tebet, dan Kalideres

Kisah Pencari Suaka Asal Ethiopia, Menghindari Maut tapi Sulit HidupIDN Times/Vanny El Rahman

Hikmah akhirnya diterbangkan ke Indonesia bersama adik dan ibunya. Begitu tiba di tanah air, ia sempat tinggal di Depok bersama rombongannya. Kemudian, dia pindah ke Kalideres dan Tebet karena dikejar oleh petugas imigrasi.

"Sudah lima tahun di sini. Terus 2 tahun tinggal di jalan Kalideres, di sana hidup juga di jalan. Susah hidup di sana. Ada anak kecil (adik). Tidur aja susah. Mau ngapa-ngapain seram," sambung dia.

Berdasarkan pengakuan Hikmah, mereka berpindah ke Kebon Sirih karena ingin mengajukan suaka ke kantor pusat United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Sebab, kantor cabang pembantu UNHCR di Kalideres sudah menghentikan pendataan imigran.

"Di sana juga daftarnya lama, susah. Kami disuruh bolak-balik setiap ngajuin. Katanya nanti datang lagi. Gak tau kenapa lamanya itu. Nanti kalau sudah terdata UNHCR bisa dikasih uang, tempat tinggal, makan," paparnya.

3. Mendapat bantuan dari lembaga kemanusiaan lainnya

Kisah Pencari Suaka Asal Ethiopia, Menghindari Maut tapi Sulit HidupIDN Times/Vanny El Rahman

Selama hidup di Indonesia, Hikmah sempat menyewa kontrakan di Tebet. Hal itu dilakukan supaya adiknya bisa bersekolah di daerah Asem Baris. Di sana, adiknya yang masih menempuh sekolah dasar mendapat bantuan dari lembaga kemanusiaan lainnya.

"Saya dapat bantuan dari lembaga kemanusiaan sebesar Rp1,4 juta per bulan. Tapi syaratnya adik saya harus sekolah. Nah sekolahnya di Tebet, jadi di sana sewa kontrakan. Mahal juga, Rp700 ribu. Jadi gak cukup uang yang dikasih. Makanya saya berharap bisa didata sama UNHCR."

"Rp700 ribu itu gak cukup, buat gas, makan, listrik. Kalau listrik mati gak bisa tidur, Indonesia kan panas. Gara-gara itu akhirnya sering bolak-balik Tebet-Kalideres," sambungnya.

4. Bersyukur tinggal di Indonesia walau susah

Kisah Pencari Suaka Asal Ethiopia, Menghindari Maut tapi Sulit HidupIDN Times/Vanny El Rahman

Kendati penuh hambatan, Hikmah bersyukur tinggal di Indonesia. Ia bertemu banyak orang baik yang memberinya makan dan minum. Bahkan saat Idul Fitri dan Idul Adha dia dijamu oleh salah seorang warga di Kalideres.

"Uang yang sedikit kadang makan juga susah. Kami kan makannya roti cane, pakai kentang. Jarang makan nasi. Roti aja gak cukup. Susah hidup. Tapi kalau hidup di jalan, tapi lebih aman di sini gak ada perang. Gak ada apa-apa," katanya menutup perbincangan.

Baca Juga: Ketua DPRD DKI Temui Langsung Pencari Suaka di Kebon Sirih

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya