Miris, Begini Alasan Pejabat Ogah Bahas Pertanian Ketimbang Tambang

Jangan heran kalau UU Minerba cepat dibahas

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) Tri Mumpuni menyebutkan alasan pejabat di Indonesia lebih gemar membahas regulasi pertambangan daripada pertanian. Sebab, kata dia, industri ekstraktif memberikan keuntungan lebih besar dan cepat ketimbang pertanian.
 
“Pertanian, secara politik gak memberikan keuntungan apa-apa. Tapi kalau bicara industri ekstraktif, jangan heran kalau UU Minerba itu, cepat sekali,” kata perempuan yang karib disapa Puni dalam webinar #MenjagaIndonesia yang diselenggarakan IDN Times, Senin 10 Agustus 2020.
 

1. Salah satu penyebabnya adalah biaya politik yang mahal

Miris, Begini Alasan Pejabat Ogah Bahas Pertanian Ketimbang TambangWebinar #MenjagaIndonesia Ep. 2 by IDN Times dengan tema, "Yuk Kian Peduli Jaga Planet Bumi" (IDN Times/Besse Fadhilah)

Lebih jauh, Puni mengatakan, akar masalah tersebut adalah biaya politik yang tinggi. Mereka membutuhkan uang yang cepat dan jumlah besar untuk mengganti biaya yang telah keluar sepanjang kontestasi politik.
 
Menurut dia, sering kali kesepakatan di balik layar terjadi antara dua sosok, yaitu kontestan politik dan pendukungnya. Supaya mendapat dukungan, para kontestan akan menjanjikan konsesi lahan atau jabatan tertentu sebagai timbal baliknya. Sementara, bagi para pendukung, janji itu terlihat sebagai investasi menjanjikan.
 
“Yang saya sedih, nanti bakalan dirusak itu kars-kars dan sumber airnya. Inilah yang membuat kenapa lingkungan cepat rusak,” kata Puni.

Baca Juga: 5 Game Tema Pertanian Terbaik di Android, Dijamin Gak Bosan!

2. Industri minerba hanya memberikan keuntungan jangka pendek

Miris, Begini Alasan Pejabat Ogah Bahas Pertanian Ketimbang TambangIlustrasi alam (IDN Times/Rochmanudin)

Puni mengatakan industri ekstraktif hanya memberikan keuntungan jangka pendek. Sering kali para pelakunya lupa bahwa dia memiliki kewajiban menjaga kekayaan alamnya demi anak bangsa.

“Harusnya politisi diajak berhitung. Kalau Anda merusak lingkungan, Anda mendapat Rp25 triliun dalam 10 tahun. Tapi kalau alamnya dirawat, biota dan ekosistemnya hidup, itu akan jadi warisan ratusan tahun dengan kalkulasi lebih dari Rp24 triliun,” kata pendiri Patriot Negeri itu.

3. Hanya generasi millennial yang bisa mengubahnya

Miris, Begini Alasan Pejabat Ogah Bahas Pertanian Ketimbang TambangTri Mumpuni dalam Webinar #MenjagaIndonesia Ep. 2 by IDN Times dengan tema, "Yuk Kian Peduli Jaga Planet Bumi" (IDN Times/Besse Fadhilah)

Menurut Puni, millennial merupakan satu-satunya harapan yang bisa mengakhiri sistem politik yang mahal. Tapi hal itu juga bisa tercapai apabila generasi muda mengikuti segala proses politik dengan sabar, tidak instan. 
 
“Anak muda harus mengubah politik yang mahal jadi gratis. Ini bisa kalau ingin jadi kepala desa misalnya, capailah dengan program-program yang baik, perlu waktu memang mencerdaskan dengan perubahan yang nyata, maka nantinya tidak perlu uang,” kata aktivis lingkungan itu.  
 
“Saya kira ini perlu dimulai dari desa, sebetulnya desa jauh lebih berdaulat bahkan sebelum Indonesia merdeka, sehingga kepala desa punya kontribusi yang jelas kepada desa, menjaga rakyat dan lingkungan yang tidak ditemukan di kota,” imbuhnya.

 

Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalaman unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.

Baca Juga: COVID-19 Jadi Bukti Pertanian Lebih Penting dari Investasi

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya