Novel Baswedan dan Noktah Hitam Penegakan Hukum Era Jokowi

Jokowi dianggap lemah dalam penegakan hukum dan HAM

Surabaya, IDN Times- Tepat dua tahun lalu, 11 April 2017, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, harus kehilangan mata kirinya akibat serangan air keras oleh pihak yang tak bertanggung jawab.

Perkembangan kasus berjalan sangat lambat, atau bahkan tidak mengalami kemajuan. Sekalipun sketsa terduga pelaku sudah disebar, ribuan laporan masyarakat telah diterima, ratusan penyidik telah dikerahkan, polisi seakan tak berdaya mengungkap dalang tindakan tak bermoral tersebut.

Menariknya, Novel kerap menyampaikan bahwa otak intelektual aksi penganiayaan tersebut adalah pemilik bintang di kepolisian alias jenderal. Akibat ragu dengan kredibilitas polisi, dia hanya mau memberikan bukti petunjuknya selama Presiden Joko “Jokowi” Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). 

1. Jokowi dianggap lemah dalam kasus penegakan hukum

Novel Baswedan dan Noktah Hitam Penegakan Hukum Era JokowiInstagram/@ jenteralawschool

Pegiat hukum, Bivitri Susanti, menilai kasus Novel yang tak kunjung tuntas sebagai batu sandungan Jokowi pada kontestasi Pilpres 2019-2024. Dengan latar belakang  sipil dan pengusaha, banyak pihak yang menggantungkan asa kepada Jokowi agar menuntaskan sejumlah kasus hukum yang mangkrak.

“Menurut saya yang sangat negatif (hukum di era Jokowi) adalah yang sifatnya hak asasi manusia,” ungkap Bivitri kepada IDN Times.

Menurut dia, kasus yang tak kunjung usai ini bisa diselesaikan selama Jokowi memiliki keinginan yang kuat. “Ini persoalan hukum yang bisa selesai selama ada political will, tapi dia tidak membuatnya selesai,” sambungnya. 

2. Jokowi tidak hati-hati dalam memilih pejabat di lingkaran Istana

Novel Baswedan dan Noktah Hitam Penegakan Hukum Era JokowiANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Menurut perempuan yang karib disapa Bibib ini, penyebab tidak tuntasnya kasus HAM karena Jokowi dinilai tidak hati-hati dalam membentuk ring 1 kerjanya.

“Ketika dia menempatkan Wiranto yang memiliki dugaan catatan pelanggaran HAM, itu jadi aspek yang memperlihatkan bahwa Pak Jokowi kuang hati-hati dalam menempatkan orang, sehingga gak bisa menyelesaikan kasus HAM,” bebernya.

3. Mengikis integritas

Novel Baswedan dan Noktah Hitam Penegakan Hukum Era Jokowiinstagram/jenteralawschool

Sebagaimana diketahui, pada 2014, Jokowi diunggulkan banyak pihak karena tidak memiliki catatan buruk soal HAM, setidaknya jika dibandingkan dengan Prabowo. Di penghujung masa jabatannya, Bibip menilai minusnya penegakan hukum dan HAM di era Jokowi.

“Iya betul kalau dia tidak memiliki catatan pelanggaran HAM. Tapi jadi minus karena banyak kasus pelanggaran HAM yang terhenti. Jaksa agungnya juga tidak pro pelanggaran HAM. Sebagai presiden dia mampu untuk mendorong kasus-kasus tersebut agar diselesaikan,” Tutup Bibip.

4. Menjadi komoditas politik untuk mendulang elektabilitas

Novel Baswedan dan Noktah Hitam Penegakan Hukum Era JokowiIDN Times/Daruwaskita

Di sisi lain, kasus Novel Baswedan dimanfaatkan oleh pihak oposisi 02 sebagai komoditas politik. Di bawah komando Prabowo Subianto, Koalisi Indonesia Adil-Makmur selalu menilai bahwa Jokowi adalah figur yang buruk dalam penegakan hukum.

Bahkan, bila Prabowo-Sandi terpilih sebagai presiden, mereka berjanji akan membentuk TGPF, dan menjadikan kasus Novel sebagai prioritas utama penegakan hukum.

Baca Juga: Novel Baswedan: Tak Ada Capres yang Janji Tuntaskan Kasus Saya

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya