Penyerang Novel Dituntut Ringan, Pakar: Jangan Salahkan JPU Sepenuhnya

Presiden bisa intervensi tuntutan kasus Novel Baswedan

Jakarta, IDN Times - Tuntutan hukuman satu tahun penjara yang diberikan jaksa penuntut umum (JPU) Fedrik Adhar kepada dua terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, pelaku penyerangan air keras kepada peyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, menuai kontroversi.

Warganet yang geram dengan tuntutan tersebut melakukan doxing atau mengungkap identitas Fedrik, melalui akun media sosialnya. Kebiasannya yang hidup mewah menjadi perhatian banyak pihak.

Terkait hal itu, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengingatkan masyarakat agar tidak sepenuhnya terpaku terhadap Fedrik, sehingga melupakan keberadaan institusi kejaksaannya.

“Sama seperti tersangka yang diposisikan sebagai oknum kepolisian, JPU juga diposisikan sebagai oknum, mereka harus siap dengan segala caci makinya,” kata Bivitri dalam webinar yang diselenggarakan IDN Times, Selasa (16/6).

1. JPU tidak bisa membuat tuntutan tanpa persetujuan Jaksa Agung

Penyerang Novel Dituntut Ringan, Pakar: Jangan Salahkan JPU SepenuhnyaIDN Times/Azzis Zulkhairil

Perempuan yang karib disapa Bibip ini mengingatkan, ketika JPU menuntut suatu perkara, maka keputusannya harus mendapat persetujuan dari Jaksa Agung. Dengan kata lain, keputusan JPU tidak sepenuhnya mandiri, karena bisa saja ada intervensi dari atasannya.

Adapun atasan yang dimaksud Bivitri, bisa saja Jaksa Agung atau Presiden, yang memang memiliki hak prerogratif untuk menunjuk Jaksa Agung.

“Dalam wewenang ketatanegaraan, kepala pemerintahan bisa melakukan instruksi-instruksi kepada bawahannya, apalagi penuntutan itu ada rentut (rencana penuntutan) yang harus di-review dan ditanda-tangani oleh Jaksa Agung,” kata Bivitri.

Baca Juga: Pakar Hukum: Presiden Jokowi Bisa Intervensi Kasus Novel Baswedan

2. Tidak tepat jika masyarakat menyalahkan JPU sepenuhnya

Penyerang Novel Dituntut Ringan, Pakar: Jangan Salahkan JPU SepenuhnyaIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Alumni Universitas Warwick itu mengingatkan bahwa negara ini bekerja sesuai sistemnya. Sehingga, menurut dia, tidak tepat menyalahkan JPU Fedrik sepenuhnya tanpa melihat institusi kejaksaannya.

“Yang jadi masalah adalah oknum-oknum yang disodorkan kepada kita semua untuk dihajar ramai-ramai, sehingga kita cenderung melupakan kalau negara ini aturan mainnya, ada kepala pemerintahannya. Jadi kalau kita menyerang si jaksa yang viral ini secara personal, gak tepat juga, kita jadi lupa pada struktur yang bekerja di balik itu,” kata Bivitri.

3. Presiden bisa intervensi tuntutan kasus Novel Baswedan

Penyerang Novel Dituntut Ringan, Pakar: Jangan Salahkan JPU SepenuhnyaNgobrol seru by IDN Times dengan tema "Keadilan dan Penegakan Hukum Kasus Novel Baswedan" (IDN Times/Besse Fadhilah)

Selain itu, kata Bivitri, karena tanggung jawab kepolisian dan kejaksaan langsung kepada presiden, kepala negara bisa mengintervensi kasus Novel hingga ranah penuntutan. Hal yang dilarang dalam pembatasan kekuasaan adalah presiden mendikte vonis yang akan dijatuhkan hakim.

“Dengan kewenangan konstitusionalnya, presiden bisa agar melakukan ratas dengan Jaksa Agung dan kepolisian, dengan tujuan koordinasi. Presiden bisa bilang ke jaksa agar serius menangani kasus ini, karena nama saya yang dipertaruhkan. Independensi kekuasaan hakim itu yang tidak boleh presiden bilang ‘hakim kamu harus memutus kasus A dengan begini’. Itu yang gak boleh,” tutup Bivitri.

4. Presiden tidak bisa intervensi JPU

Penyerang Novel Dituntut Ringan, Pakar: Jangan Salahkan JPU SepenuhnyaTenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Pada kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, merujuk UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, seorang jaksa penuntut umum tidak bisa diintervensi siapapun dalam menuntut suatu perkara.

“Jaksa dan JPU diberikan kewenangan dengan independesinya dalam semua proses ketika menuntut di pengadilan. Saya ingin mengatakan bahwa secara tegas tidak bisa satu orang pun melakukan intervensi di sana. Dalam proses ini, saya ingin mengatakan bahwa upaya dan langkah dalam penegakan hukum adalah komitmen bapak presiden,” kata Ngabalin.

Ngabalin menuturkan, Presiden Jokowi memberikan kepercayaan tinggi terhadap lembaga penegak hukum dalam memutus kasus Novel yang tengah berjalan.

"Bapak Presiden memberikan kepercayaan tinggi terhadap independensi lembaga penegak hukum di Indonesia," kata dia.

Ngabalin menjelaskan, sejak awal Presiden Jokowi sudah menetapkan target waktu terhadap Polri untuk menangkap pelaku penyerangan air keras pada Novel. Hal itu menjadi komitmen pemerintah dalam penegakan hukum.

"Suka tidak suka, sejak awal pemerintah atau presiden telah memberikan komitmen terhadap penegakkan hukum," kata dia.

Mengenai pengambilan keputusan jaksa penuntut umum dalam menuntut terdakwa kasus Novel, Ngabalin menyebutkan, Jokowi menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan pemerintah tak bisa intervensi.

"Proses hukum yang sedang berjalan ini menjadi perhatian bapak Presiden dan memberikan penghormatan kepada proses yang berjalan, juga menjadi bagian yang harus kita berikan penghormatan terkait posisi eksekutif dan yudikatif," tutur dia.

Karena itu, menurut Ngabalin, tuntutan ringan pada dua terdakwa kasus penyerangan Novel, hanya hati nurani yang bisa membuat keputusan tepat. Jika nantinya keputusan pada pelaku penyerangan air keras diberikan setahun saja, kata dia, pemerintah pun tidak bisa intervensi.

"Kalau kemudian hari ini jaksa penuntut umum menuntut satu tahun, dan proses ini sedang berjalan, dua hal yang saya kemukakan, persoalan komitmen presiden dan upaya penghormatan proses penegakan hukum dari lembaga yang dilaksanakan," ujar Ngabalin.

Baca Juga: Kasus Novel, KSP: Presiden Beri Kepercayaan Tinggi pada Penegak Hukum

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya