Radio Harus Berintegrasi dengan Internet agar Tetap Eksis

#SelamatHariRadioDunia. Kamu masih dengar radio gak?

Surabaya, IDN Times - Pengamat radio Universitas Dr. Soetomo Surabaya, Harliantara Harley Prayudha, melihat internet sebagai sarana agar radio di Indonesia tetap eksis. Alih-alih merasa tersaingi, radio sepatutnya berkolaborasi dengan internet agar jangkauan menjadi luas dan cara masyarakat Indonesia mendengarkannya lebih mudah.

“Radio ini media yang unik dan adaptif karena mudah menyesuaikan dengan zaman. Persoalan hari ini, internet seolah menjadi dewanya. Sebetulnya internet hanya merajut semua komponen media. TV, koran, tabloid, semuanya masuk internet, begitu juga radio. Artinya, internet bukan pesaing,” kata Harliantara kepada IDN Times menyambut Hari Radio Dunia yang jatuh setiap 13 Februari.

1. Tren radio di Indonesia masih berada di jalur positif

Radio Harus Berintegrasi dengan Internet agar Tetap EksisDok Istimewa

Lebih jauh, penasihat radio Kisi FM ini melihat gerak tumbuh radio di Indonesia masih positif. Dia melihat radio masih menjadi media sekaligus ladang bisnis yang menjanjikan, terkhusus di daerah. “Saya kira hanya di kota-kota besar saja ya radio itu menjalani persaingan ketat,” sambutnya.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), jumlah radio yang memiliki izin siaran pada 2019 sebanyak 2025. Dengan catatan, 1680 Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), 215 Lembaga Penyiaran Komunitas (LPS), dan 130 Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL).

“Radio di daerah akan selalu hidup karena ada istilahnya content is a king, localism is a queen. Mereka akan terus hidup karena memiliki kedekatan emosional dengan pendengarnya,” sambung alumni Universitas Padjajaran pada program doktoral itu.

2. Radio harus dikelola dengan manajemen yang profesional

Radio Harus Berintegrasi dengan Internet agar Tetap EksisUnsplash.com/Alexey Ruban

Hal lain yang menjadi catatan Harliantara, ialah soal pengelolaan radio yang harus dilakukan secara profesional. Fenomena radio yang gulung tikar, bagi dia, disebabkan pengelolaan yang tidak baik.

“Sebetulnya sekarang era media kompetitif memang. Pengelolanya juga harus profesional. Antara pemilik dengan pengelola harus punya gagasan yang sama. Kenapa banyak radio yang mandek? Karena bisa jadi ketika radio ini diturunkan pengelolaan kepada generasi kedua, dia mengelolanya tidak pandai,” beber dia.

Baca Juga: Kemal Mochtar: Dari Radio Gue Bisa Ajak Keluarga Keliling Eropa

3. Radio analog tidak akan mati

Radio Harus Berintegrasi dengan Internet agar Tetap EksisUnsplash.com/Csongor Schmutc

Konvergensi radio berbasis analog dengan internet melahirkan radio-radio digital. Alhasil, masyarakat memilih banyak pilihan untuk menikmati radio. Bisa melalui internet dan melalui aplikasi yang bisa diunggah di Android dan iOS.

“Ketika orang mendengarkan radio di internet atau radio digital, otomatis mereka akan dekat dengan radio konvensional. Makanya saya kira gak akan ditinggalkan,” ujar dia.

Dia melanjutkan, "Makanya saya percaya radio akan selalu memiliki masa depan selama masyarakat memiliki telinga. Kenapa? Karena memang mediumnya yang unik dan tidak bisa digantikan media lain." 

4. Sumber daya manusia pengelola radio harus ditingkatkan

Radio Harus Berintegrasi dengan Internet agar Tetap EksisANTARA FOTO/Septianda Perdana

Konsekuensi dari integrasi radio dengan internet adalah keharusan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelolanya.

“Karena mereka gak akan lagi menyajikan audio, mereka harus bisa bersaing dengan menampilkan gambar dan video di kanal beritanya. Artinya, harus ada transfer knowledge, harus multitasking pengelolanya,” tutup dia.

Baca Juga: Sejarah Panjang Radio di Indonesia, dari Kolonial hingga Millennial

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya