Setahun Kudeta Myanmar, Kekuasaan Junta Diprediksi Tak Akan Bertahan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Satu tahun kudeta Myanmar, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut kondisi ekonomi di negara tersebut semakin runtuh dan kian terperosok ke dalam krisis politik. Di sisi lain, komunitas internasional sebenarnya memiliki banyak ruang untuk menekan junta, tapi celah itu tidak dimanfaatkan dengan baik.
“Ada penurunan kondisi di negara ini, baik dari cara Anda melihatnya atau dengan ukuran apa pun. Tantangan untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan di tempat yang dibutuhkan cukup signifikan,” kata pelapor khusus PBB untuk HAM di Myanmar, Thomas Andrews, dikutip dari The Straits Times.
Baca Juga: Jokowi Sesalkan Sikap Junta Militer Myanmar Abaikan Bantuan ASEAN
1. Jumlah pengungsi terus bertambah di Myanmar
Keterangan terbaru Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan pada 13 Januari menyoroti, peningkatan intensitas pertempuran angkatan bersenjata Myanmar dengan pasukan pertahanan rakyat (PDF) dan etnis bersenjata di negara bagian Kayah dan Kayin.
Sejak Mei 2021, 181.400 pengungsi baru bertambah di dua negara bagian itu. Secara keseluruhan, lebih dari 200 ribu orang telah mengungsi, kata Andrews.
Pada awal Januari, enam warga sipil tewas dalam serangan udara militer di negara bagian Kayah, yang membuat ribuan orang melarikan diri untuk keselamatan. Korban tewas termasuk dua anak.
Baca Juga: Profil Min Aung Hlaing, Dalang Kudeta dan Pemimpin Sementara Myanmar
2. Junta disebut tidak akan berkuasa selamanya
Editor’s picks
Andrews, yang tidak diizinkan memasuki Myanmar, mengatakan bahwa militer telah kehilangan semua legitimasi.
"Mereka jelas salah satu militer terbesar di kawasan ini, mereka memiliki akses ke senjata yang sangat canggih, dan mereka telah menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki keraguan apa pun dalam hal penggunaannya, (dan) kebrutalan mereka," katanya.
"Tetapi intinya, mereka tidak memiliki legitimasi hanya kerena mereka memiliki semua itu. Oposisinya sangat luar biasa, luas, kompak, dan multigenerasi,” tambah Andrews.
3. Junta semakin tidak populer
Andrews menggambarkan apa yang terjadi di Myanmar hari ini adalah pendudukan militer.
“Dan seperti dalam pendudukan militer mana pun, yang disebut kekuatan mereka adalah persenjataan dan ukuran militer mereka. Tapi itu juga kerentanan. Dibutuhkan uang dan senjata untuk mempertahankan kekuatan. Dan ada batasan untuk mempertahankan kekuatan semacam itu, mengingat apa yang mereka lakukan tidak populer,” papar dia.
Salah satu bukti bahwa junta semakin tidak mendapat simpati masyarakat adalah pembelot kian banyak dan murid baru di akademi militer semakin sedikit.