Jelang Pilpres 2019, Google Tolak Iklan Kampanye Politik

Google akan menutup pintu terhadap politik di Indonesia.

Jakarta, IDN Times – Indonesia akan menyambut Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pada 2019 mendatang. Terkait dengan hal ini, penyedia mesin pencari terbesar di dunia, Google akan menutup pintunya terhadap politik di Indonesia menjelang Pilpres 2019. 

Tujuan tersebut dilakukan guna untuk menghindari adanya isu-isu kabar politik palsu atau hoax.

1. Google berhenti terima iklan politik

Jelang Pilpres 2019, Google Tolak Iklan Kampanye Politikwikimedia/Google Inc

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, dalam waktu dekat Google akan menolak iklan politik. 

“Tadi saya sama Karim Temsamani, President Google Asia Pacific, beberapa hal dibahas mengenai pendidikan sumber daya manusia, tapi yang satu paling penting, Google sudah menetapkan tidak akan menerima iklan politik,” ujar Rudiantara usai menghadiri peluncuran Go-Viet, di Hanoi, Vietnam, seperti dikutip dari Antara, Jumat (14/9).

2. Kebijakan Google sangat diapresiasi

Jelang Pilpres 2019, Google Tolak Iklan Kampanye PolitikANTARA FOTO/Novrian Arbi

Selain itu Menkominfo juga menjelaskan bahwa kebijakan dari pihak Google untuk terlibat dalam ranah politik sangat diapresiasi. 

"Kalau website, lain, ini yang di-manage oleh Google sendiri. Jadi kalau kita pasang ads (iklan), minta Google usia dan lokasinya di mana, itu selama konten politik, Google tidak menerima," jelasnya.

Rudiantara juga menambahkan pemerintah menghargai keputusan Google dan berharap penyedia layanan pencarian terbesar di dunia itu juga aktif membantu menghentikan penyebaran kabar palsu.

3. Platform video Youtube juga termasuk

Jelang Pilpres 2019, Google Tolak Iklan Kampanye Politikpixabay

Jagat internet merupakan salah satu dimana ajang kampanye politik dapat dilakukan, seperti 2014 lalu. Kominfo juga masih akan membicarakan untuk hal yang serupa dengan platform yang sejenis juga.

Kiprah mesin pencari dan media sosial selama pemilihan umum pertama kali menarik perhatian pada Pilpres Amerika Serikat 2017 silam. Biro Investigasi Federal AS (FBI) melaporkan adanya pihak asing yang membeli iklan melalui Google, Facebook dan Twitter untuk mempengaruhi pemilih lewat berita palsu dan hoax.

Atas dasar itu Google sejak Mei silam menyaratkan pemasang iklan menunjukkan kartu kependudukan atau penduduk tetap di Amerika Serikat. Dengan ketentuan baru ini Google akan meminta pengiklan membuktikan identitasnya, entah itu perorangan, organisasi, atau komite politik. Google juga akan meminta agar tampilan iklan mengungkap sponsor yang membeli iklan tersebut.

Saat yang bersamaan Google Asia Pasifik juga memutuskan akan melarang semua bentuk iklan politik di Indonesia, termasuk di platform video Youtube. Namun begitu perusahaan asal California tersebut tidak bisa mengintervensi konten tak berbayar, kecuali yang dilaporkan karena dianggap melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Hingga kini Google belum memastikan bakal mengerahkan tenaga manusia sebagai kurator iklan dan hanya akan mengandalkan sistem otomatis yang menyaring dan menolak iklan-iklan yang tidak sesuai dengan kebijakan periklanan perusahaan.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya