Kasus Pemotongan Salib Makam: Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Warga Purbayan dan jemaat gereja Katolik St Paulus bersuara

Yogyakarta, IDN Times - Pemakaman seorang Katolik bernama Albertus Slamet Sugihardi, yang meninggal pada Senin (17/12), di Purbayan, Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta mengundang perhatian media. Pasalnya, diduga ada pemotongan nisan salib oleh warga sekitar yang mayoritas Muslim setelah foto-foto proses pemakaman tersebar di media sosial. 

Demi meluruskan kabar yang telanjur viral, IDN Times menelusuri Makam Jambon di Purbayan serta menemui warga dan pengurus Gereja Santo Paulus Pringgolayan yang menjadi rumah ibadah bagi komunitas Katolik di daerah tersebut.

1. Warga Purbayan yang menawarkan agar jenazah dikebumikan di pemakaman setempat

Kasus Pemotongan Salib Makam: Apa yang Sebenarnya Terjadi?IDN Times/Yogie Fadila

Menurut pengakuan perwakilan pemuda Purbayan bernama Hari Iz, Sugihardi wafat pada Senin pagi sekitar pukul 08.00 WIB. Mendengar kabar tersebut para tetangga Sugihardi, yang tinggal di Griya Wirokerten Indah, Purbayan, mendatangi rumahnya untuk melayat. Sementara beberapa tetangga mengunjungi RS PKU Muhammadiyah untuk menengok dan membantu mengurus jenazah.

Sejumlah warga yang bergotong royong di kediaman keluarga Sugihardi berinisiatif menawarkan agar jenazah dimakamkan di pemakaman setempat, yakni Makam Jambon.

"Di sini ada 3 Kepala Keluarga yang non-muslim, biasanya, kalau ada yang meninggal, kami kembalikan ke (keluarga) asalnya terlebih dulu," cerita Hari.

Pengecualian ini diberikan karena semasa hidupnya Sugihardi dikenal baik dalam masyarakat. "Ya, sudah dimakamkan di Purbayan saja. Lagi pula anak mendiang juga ada yang masuk Islam," ujar warga pagi itu seperti ditirukan Hari dalam bahasa Jawa.

Jika tidak dikebumikan di Purbayan, alternatif lain bagi keluarga Sugihardi adalah pemakan katolik di Gunung Sempu, Bantul yang berjarak sekitar 12 kilometer dari rumahnya.

2. Permintaan untuk tidak ada ritual keagamaan di makam telah disetujui keluarga

Kasus Pemotongan Salib Makam: Apa yang Sebenarnya Terjadi?IDN Times/Yogie Fadila

Wacana tersebut diteruskan ke perangkat RT dan RW guna memperoleh persetujuan. Setelah melalui perundingan yang juga melibatkan pengurus masjid dan ranting Muhammadiyah, dicapai kesepakatan lisan bahwa jenazah Sugihardi boleh dikebumikan di Makam Jambon dengan syarat tidak ada ritual keagamaan di makam.

"Dimohon dengan sangat agar tidak ada misa atau kebaktian di makam," ungkap Hari yang ikut dalam perundingan tersebut.

Warga juga mensyaratkan agar tidak ada ritual keagamaan di rumah selepas prosesi pemakaman dan meminta kegiatan itu dilaksanakan di Gereja Santo Paulus. Menurut Hari, dua syarat itu disetujui oleh keluarga Sugihardi.

3. Disepakati secara lisan lalu dikuatkan dengan pernyataan tertulis

Kasus Pemotongan Salib Makam: Apa yang Sebenarnya Terjadi?IDN Times/Yogie Fadila

Di hadapan keluarga dan Rama Franciscus Assisi Suntara, Pr. dari gereja Santo Paulus, disetujui pula bahwa simbol-simbol keagamaan menyerupai salib juga akan "dihilangkan".

"Rama atau pastur sudah bilang 'gak apa-apa' tapi dihilangkan ini luas artinya, bisa tidak dipasang atau gimana?" ungkap Hari yang secara tidak langsung menyadari bahwa kesepakatan lisan antara keluarga Sugihardi dan gereja dengan warga berpotensi rancu sebab diambil saat kondisi genting mengingat kematian Sugihardi yang mendadak.

Marsudi, warga Purbayan yang rumahnya berdiri di depan makam, mengatakan kesepakatan untuk menggergaji tanda salib itu awalnya tak tertulis. Namun karena peristiwa itu viral, pihak keluarga yang diwakili istri Sugihardi, yakni Maria Sutris Winarni baru pada hari Selasa (18/12) membuat surat pernyataan tertulis yang menyatakan bahwa pihak keluarga ikhlas untuk menghilangkan simbol Nasrani atas saran pengurus makam dan tokoh masyarakat.

4. Makam Jambon memang diperuntukkan untuk umat Muslim

Kasus Pemotongan Salib Makam: Apa yang Sebenarnya Terjadi?IDN Times/Yogie Fadila

Marsudi mengungkap bahwa Makam Jambon memang dari dulu dijadikan makam untuk umat Muslim–sesuai dengan mayoritas masyarakat Purbayan yang memeluk agama Islam. Meski begitu memang tidak ada simbol-simbol Islam di dalamnya.

"Memang benar makam Muslim karena penduduk asli sini (beragama) Islam, tapi tidak dituliskan. Makam lain yang dituliskan "Makam Muslim" itu kan baru beberapa tahun ini," kata Marsudi yang juga dipercaya warga untuk mengawasi gedung olahraga di sebelah makam.

Jenazah Sugihardi dibolehkan untuk dimakamkan di sana karena selalu aktif dalam kegiatan masyarakat. Dia dikenang sebagai orang yang rajin ikut acara tujuh belasan, lomba catur di saat ramadan, dan bahkan mengusuh kelompok paduan suara hingga menjadi juara pertama di tingkat kecamatan.

5. Pusara Sugihardi diletakkan di dekat makam Nasrani

Kasus Pemotongan Salib Makam: Apa yang Sebenarnya Terjadi?Makam Sugihardi terletak di dekat kuburan yang diduga milik jenazah nasrani (bagian atas foto) IDN Times/Yogie Fadila

Buah kesepakatan lain juga mengatur letak pusara Sugihardi di dalam Makam Jambon. Liang lahad digali di dekat tembok–yang membatasi area makam dengan jalan–karena di sekitar situ juga terdapat sebuah kuburan tak bernama yang diduga masyarakat berisi jenazah Nasrani.

Dugaan tersebut berdasarkan penemuan setelan jas yang membaluti tulang-belulang ketika Makam Jambon dibongkar dan diperluas untuk pembangunan Balai RW.

"Ini kuburan lama, sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Ahli warisnya sudah tidak diketahui lagi," kata Marsudi.

Berdasarkan pantauan IDN Times di Makam Jambon, pusara Sugihardi memang terkesan dipinggirkan. Akan tetapi, jika dihitung dari pintu masuk makam, penempatan tersebut justru lebih dekat dengan akses jalan, yakni sekitar 20 langkah dari gerbang.

6. Slamet Sugihardi dikenal sebagai orang yang aktif di masyarakat dan kegiatan keagamaan

Kasus Pemotongan Salib Makam: Apa yang Sebenarnya Terjadi?Gereja Santo Paulus - IDN Times/Yogie Fadila

Jemaat gereja mengenang Albertus Slamet Sugihardi sebagai orang yang baik dan aktif di kegiatan gereja. "Dia sebetulnya orang baik, anteng (tidak banyak tingkah-red) dan di gereja sangat aktif," kenang sesama jemaat Gereja Santo Paulus Pringgolayan, Arcelia Wiwiek Djati.

Selain mengasuh kelompok paduan suara di Kampung Purbayan dan juara satu, keluarga Sugihardi tidak sungkan berbaur dengan masyarakat tempat mereka tinggal. "Bu Slamet juga ikut pakai kerudung waktu lomba paduan suara," kenangnya.

Wiwiek yang hadir pada pemakaman turut menyayangkan atas kehebohan yang terjadi. Dia mengakui memang ada peristiwa menggergaji salib. "Waktu menggergaji itu semua lihat. Mungkin yang melihat tidak tahu bahwa sudah ada kesepakatan sebelumnya, lalu memviralkan," kata Wiwiek. 

Baca Juga: Nisan Salib Dipotong Warga di Yogyakarta, Ini Faktanya

Topik:

  • Yogie Fadila
  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya