Banyaknya Polemik KPU Dinilai Berpotensi Tingkatkan Golput

Terbaru KPU dilaporkan ke DKPP terkait proporsional tertutup

Jakarta, IDN Times - Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai banyaknya polemik yang belakangan menyeret Komisi Pemilihan Umum (KPU) berpotensi meningkatkan gerakan golongan putih (golput) jelang Pemilu 2024.

"Penyelenggara yang dianggap curang bisa memicu makin masifnya gerakan untuk menolak pemilu atau golput," kata Titi saat dihubungi IDN Times, Senin (9/1/2022).

Baca Juga: Laporan Dicabut, DKPP Tak Bisa Sidangkan Pelaporan Ketua KPU

1. Integritas KPU menentukan kualitas pemilu

Banyaknya Polemik KPU Dinilai Berpotensi Tingkatkan GolputKantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Titi menilai, integritas penyelenggara pemilu jadi salah satu faktor yang paling menentukan untuk mewujudkan kualitas pemilu. 

"Integritas penyelenggara pemilu salah satu faktor paling menentukan untuk terwujudnya integritas proses penyelenggaraan dan hasil pemilu," ucap pemerhati pemilu dan demokrasi itu.

Baca Juga: Gus Yahya Siap Kerahkan Banser Jika Dibutuhkan KPU pada Pemilu 2024

2. Keraguan masyarakat berdampak pada menurunnya kepercayaan

Banyaknya Polemik KPU Dinilai Berpotensi Tingkatkan GolputIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Oleh sebab itu, kata Titi, apabila publik meragukan integritas penyelenggara pemilu maka bisa berdampak pada kepercayaan terhadap tahapan dan hasil pemilu. Keraguan publik tersebut, bisa muncul salah satunya akibat banyaknya polemik yang terjadi terhadap KPU.

"Pada akhirnya bahkan bisa berdampak pada legitimasi pemilu itu sendiri," tutur dia.

Baca Juga: 8 Partai Politik Kumpul Tolak Pemilu Tertutup, PDIP Anggap Santai

3. Kepercayaan publik tak boleh dibiarkan

Banyaknya Polemik KPU Dinilai Berpotensi Tingkatkan GolputDirektur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Lebih lanjut, Titi mengatakan, kepercayaan publik karena adanya dugaan kecurangan lembaga pemilu tersebut memunculkan stigma atau penilaian dari para pemilih bahwa suara mereka pada pemilu berpotensi sia-sia.

"Kalau selama ini kebanyakan pihak enggan menggunakan hak pilih atau menggunakan hak pilih namun dengan cara yang tidak benar, disebabkan oleh tidak adanya pilihan yang aspiratif, maka hal itu bisa diperburuk dengan adanya stigma bahwa suara mereka akan menjadi sia-sia karena dikelola oleh pihak yang curang. Tentu itu tidak boleh dibiarkan terjadi," kata dia.

Sebagaimana diketahui, KPU dan jajarannya beberapa kali dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Terbaru, Lembaga Pemantau Pemilu Nasional, Progressive Democracy Watch (Prodewa) melaporkan Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, ke DKPP terkait pernyataan kemungkinan Pemilu 2024 menggunakan sistem pemilu proporsional tertutup. 

Direktur Eksekutif Nasional Prodewa, Fauzan Irvan, dalam keterangannya menyebutkan, ada dua pasal dalam peraturan yang diduga dilanggar Hasyim. Oleh sebab itu, dia menilai, Ketua KPU melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu. 

"Pasal yang diduga dilanggar oleh Ketua KPU RI yaitu Pasal 8 Huruf c dan Pasal 19 Huruf j Peraturan DKPP RI Nomor 2 tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan DKPP RI Nomor 3 tahun 2017," kata Fauzan dalam keterangannya, Rabu (4/1/2023).

Dia menjelaskan, Pasal 8 huruf c menyebutkan, 'dalam melaksanakan prinsip mandiri, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan atas masalah atau isu yang sedang terjadi dalam proses pemilu.'

Karena itu, Fauzan menilai Ketua KPU telah melanggar kode etik karena menyampaikan pendapat yang bersifat partisan.

 "Berdasarkan pasal tersebut, kami menilai bahwa ketua KPU RI sudah melanggar kode etik, karena mengeluarkan pendapat atau penyataan yang bersifat partisan, menurut KBBI arti kata partisan adalah pengikut kelompok atau faham tertentu, dengan demikian dalam penyataan terlapor memiliki keberpihakan kepada faham sistem pemilu tertentu" ucap dia.

Selain itu, dalam Pasal 19 huruf j dijelaskan pula, 'Dalam melaksanakan prinsip kepentingan umum, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak: menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya atau memberikan suaranya.'

Fauzan menilai, Ketua KPU juga membuat kondisi politik di Tanah Air semakin tidak kondusif dan menciptakan kebingungan masyarakat sebagai pemilih.

"Berdasarkan pasal tersebut , kami menilai bahwa pernyataan Ketua KPU RI telah menciptakan kondisi yang tidak kondusif, karena menciptakan kebingungan bagi pemilih serta membuat kegaduhan secara nasional" ucap dia.

Baca Juga: Ketua KPU Tanggapi Santai Pelaporan ke DKPP, Pelapor: Kami Kecewa!

4. KPU pastikan Pemilu 2024 terus berjalan

Banyaknya Polemik KPU Dinilai Berpotensi Tingkatkan GolputKetua KPU RI, Hasyim Asy'ari (IDN Times/Yosafat DIva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, KPU memastikan penyelenggaran pemilu 2024 akan terus berjalan, meskipun ada beberapa pihak, termasuk partai politik yang tergabung dalam Gerakan Melawan Political Genocide (GMPG), ingin pemilu ditunda.

“KPU ini penyelenggara pemilu. Jadi, harus memastikan pemilu berjalan terus sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan tahapan-tahapannya,” kata Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari kepada awak media, Jumat (30/12/2022).

Hasyim menambahkan, KPU sebagai penyelenggara pemilu harus memastikan bahwa jadwal dan tahapan pemilu yang telah ditetapkan terus berjalan. 

“Pemungutan suara kan Rabu, 14 Februari 2022. Itu diyakini KPU jalan terus sesuai rencana,” katanya.

“Konsolidasi nasional KPU, Bawaslu, Pak Presiden hadir. Ini kan elemen penting dalam pemilu, penyelenggara pemilu baik KPU dan Bawaslu. Kehadiran Presiden saya kita secara sibolis dapat dimaknai bahwa kepala pemerintahan negara memberikan dukungan sepenuhnya,” sambung dia.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya