Mahasiswa Katolik Harap Program Presiden di 2024 Tak Jawa Sentris

Pembangunan infrastruktur dan SDM harus berimbang

Jakarta, IDN Times - Presidium Gerakan Kemasyarakatan PP Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Billy Claudio berharap presiden yang terpilih di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 bisa membuat program yang menyejahterakan seluruh masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.

Dia menilai, kepala negara harus berperan aktif dalam mengedepankan kepentingan bersama. Artinya pembangunan dan program pemerintah tidak hanya berfokus di Pulau Jawa saja. Presiden yang terpilih juga harus berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila.

"(Presiden di 2024) Harus pancasilais, itu dalam artian mengedepankan kepentingan bersama, satu untuk semua, semua untuk satu. Kalau bicara Indonesia kan bukan hanya Jawa dan Jakarta, tapi dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote," ujar Billy saat dihubungi IDN Times, Jumat (25/11/2022).

"Tentunya pembangunan dengan pemimpin yang mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," sambung dia.

Baca Juga: Survei: Ganjar-Airlangga Unggul Meski Jokowi Endorse Capres Lain

1. Pembangunan infrastruktur dan SDM harus berimbang

Mahasiswa Katolik Harap Program Presiden di 2024 Tak Jawa SentrisSejumlah buruh berjalan keluar dari pabrik di Karawang, Jawa Barat, Rabu (3/6/2020). (ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar)

Billy mengimbau kepada tokoh yang nantinya terpilih sebagai presiden untuk tidak hanya membangun infrastruktur. Menurut dia pemberdayaan sumber daya alam (SDM) juga perlu diperhatikan.

"Dalam bidang infrastruktur dan suprastruktur itu harus berimbang. Artinya pembangunan fisik berjalan, pembangunan dan pemberdayaan SDM juga berjalan," kata dia.

Baca Juga: DKPP Minta KPU Profesional Rekrut PPK-PPS Jelang Pemilu 2024

2. Polarisasi dinilai masih akan terjadi di 2024

Mahasiswa Katolik Harap Program Presiden di 2024 Tak Jawa SentrisIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut dia juga menilai, polarisasi masih akan terjadi pada Pemilu Serentak 2024. Menurut dia, polarisasi di Indonesia bukan merupakan hal yang baru dan masih berpotensi terjadi karena kemajemukan masyarakat yang dimanfaatkan elite politik.

"Menurut saya polarisasi di Indonesia ini bukanlah hal baru, umumnya biasanya berbasis agama. Selama ada kepentingan elite-elite politik memanfaatkan kondisi di Indonesia yang multikultural polarisasi ini kan biasanya terjadi karena ada perubahan sosio-kultural," kata Billy.

Baca Juga: Survei: Generasi Z Bisa Redam Polarisasi Pemilu 2024

3. KPU RI dipercaya mampu tekan angka polarisasi di 2024

Mahasiswa Katolik Harap Program Presiden di 2024 Tak Jawa SentrisKantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Meski begitu, Billy memprediksi polarisasi pada Pemilu 2024 mendatang tidak akan berlangsung lama, mengingat kontestasi politik tersebut diadakan secara serentak, mulai dari pilpres, pileg, hingga pilkada.

"Maka potensi polarisasi pemilu 2024 pasti ada, tapi menurut saya itu tidak akan berlangsung lama. Karena desain pemilu kita di 2024 itu pemilu serentak, setelah pilpres, pemilihan legislatif, maka pada november akan ada pilkada, saya pikir polarisasi tidak akan lama karena mereka harus menemukan titik temu konsolidasi kembali," ucap dia.

Billy lantas mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebagai lembaga negara penyelenggara pemilu berupaya menekan perpecahan jelang pesta politik 2024. Dia menjelaskan, dengan semangat pemilu sebagai sarana integrasi bangsa, tema tersebut mampu menekan polarisasi.

Baik pemerintah maupun KPU juga dipercaya telah mempelajarai tingginya polarisasi pada Pemilu 2019 silam yang membuat masyarakat terpecah-belah.

"Pemilu 2024 sendiri kan kpu mengusung semangat pemilu sebagai sarana integrasi bangsa. Saya pikir ini salah satu untuk membendung adanya polarisasi, mungkin belajar dari pemilu lalu," imbuh dia.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya