Ombudsman Tindaklanjuti Dugaan Penyalahgunaan Anggaran Kemiskinan

Polemik anggaran kemiskinan dipakai rapat diungkap Menpan RB

Jakarta, IDN Times - Kepala Pemeriksaan Keasistenan Utama VI Ombudsman RI, Ahmad Sobirin, memastikan lembaganya bakal menindaklanjuti pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas, yang mengungkap fenomena anggaran kemiskinan dipakai untuk rapat dan studi banding.

Menanggapi hal itu, Sobirin memastikan, pihaknya bakal menindaklanjuti ke berbagai lembaga pemerintah, khususnya yang berkenaan dengan regulasi, anggaran, dan penggunaan program bantuan sosial (bansos) serta pengentasan memikirkan.

"Terkait dengan statement Menpan RB tersebut, ini menjadi hal yang akan kami gali, perihal regulasi, anggaran, dan penggunaannya terkait program bansos atau pengentasan kemiskinan ini," ucap dia kepada IDN Times, Selasa (31/1/2023).

Baca Juga: Ombudsman Selamatkan RI dari Potensi Kerugian hingga Rp89,8 M di 2022

1. Ombudsman investigasi bansos dari berbagai lembaga kementerian

Ombudsman Tindaklanjuti Dugaan Penyalahgunaan Anggaran KemiskinanPenyaluran bansos (Dok. Kemenko PMK)

Lebih lanjut, Sobirin mengatakan, Ombudsman saat ini sedang memulai investigasi terkait bansos pemerintah. Dia menjelaskan, program bansos sebagai upaya pengentasan kemiskinan itu melibatkan berbagai kementerian dan lembaga.

"Kami saat ini juga sedang memulai untuk investigasi terkait bansos pemerintah, salah satunya pengentasan kemiskinan," kata dia.

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Bantah Anggaran Kemiskinan Dipakai Buat Rapat

2. Dinilai sebagai penyakit birokrasi

Ombudsman Tindaklanjuti Dugaan Penyalahgunaan Anggaran KemiskinanIlustrasi Kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menilai fenomena tersebut seperti sudah menjadi budaya dan penyakit birokrasi di Indonesia.

Dia menjelaskan, di sejumlah lembaga pemerintahan, termasuk kementerian memang banyak ditemukan program-program semacam itu. Anggaran banyak dipakai untuk memfasilitasi kinerja dengan dalih penyerapan anggaran.

"Birokrasi di Indonesia, memang ada budaya birokrasi yang korupsi jadi membuat program banyak yang tumpang tindih, kemudian programnya juga tidak terarah dan tepat sasaran," kata dia saat dihubungi IDN Times, Selasa (31/1/2023).

"Jadi birokrasi mengalami penyakit birokrasi, istilahnya patologi birokrasi," sambung Trubus.

Trubus menuturkan, penyakit yang sudah jadi budaya birokrasi di Tanah Air ini tidak hanya terjadi di satu lembaga dan kementerian. Sebagaimana yang disampaikan Azwar Anas, kata dia, anggaran mengenai pengentasan kemiskinan memang banyak dijadikan program rutin.

Meski terkesan mendukung rakyat kecil, kata dia, namun program itu berpotensi jadi masalah karena tumpang tindih kebijakan. Tak jarang, sejumlah kementerian dan lembaga memiliki program yang sama. Tentu hal itu dinilai tidak efektif.

"Pengentasan kemiskinan itu kan tidak hanya satu kementerian, ada banyak kementerian dan lembaga yang membuat program semacam itu, tapi sayangnya saling tumpang tindih, ada yang sama, ada yang jelas tujuan dan outputnya seperti apa, programnya seperti apa juga tidak jelas," ucap dia.

Baca Juga: Soal Anggaran Kemiskinan Dipakai Rapat, Pengamat Semprot Menpan RB

3. Menpan RB jelaskan duduk permasalahan anggaran penanganan kemiskinan

Ombudsman Tindaklanjuti Dugaan Penyalahgunaan Anggaran KemiskinanMenpan-RB, Abdullah Azwar Anas (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Sebelumnya, Menpan RB Abdullah Azwar Anas memaparkan duduk masalah soal anggaran yang terkait dengan penanganan kemiskinan. Menurut dia, program kemiskinan belum berdampak optimal, bukan semua anggaran tersedot untuk rapat dan studi banding kemiskinan.

“Jadi begini, setelah kita pilah, ada sejumlah instansi, terutama di beberapa daerah, yang program kemiskinannya belum sepenuhnya berdampak optimal. Misal ada studi banding soal kemiskinan, ada diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Faktualnya itu ada, tapi bukan kurang-lebih Rp500 triliun habis untuk studi banding dan rapat. Arahan Bapak Presiden jelas, yaitu anggaran yang ada harus dibelanjakan dengan tepat sasaran untuk program yang berdampak langsung ke warga,” ujar Anas, Minggu, 29 Januari 2023.

Anas juga mencontohkan apa yang dialami di Kementerian PAN RB yang setiap hari menerima tamu dari berbagai daerah untuk berkonsultasi terkait berbagai kebijakan PAN RB, soal indeks reformasi birokrasi dan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang di dalamnya memuat indikator program kemiskinan.

“Tentu biaya perjalanan dinas harus dipilah. Mana yang perlu, mana yang tidak. Seperti pekan lalu, kami menerima jajaran pemkab dari Sumatra dan Kalimantan sangat jauh daerahnya, untuk konsultasi soal reformasi birokrasi tematik kemiskinan. Ada 5-10 orang dari pemda. Itu baru satu pemda. Setiap hari bisa 10 pemda yang datang. Sudah berapa biayanya. Maka sekarang konsultasi dan sebagainya kita online-kan, setiap hari ada konsultasi via online, untuk menghemat agar pemda-pemda tidak perlu ke Jakarta. Lebih baik anggarannya dialihkan menambah alokasi pemberdayaan yang langsung berdampak ke masyarakat,” ujar dia.

Anas menjelaskan, pernyataan soal anggaran kemiskinan disampaikan ketika sosialisasi kebijakan baru mengenai jabatan fungsional secara hybrid di hadapan kementerian/lembaga dan pemda beberapa hari lalu. Ketika itu, konteksnya adalah membangun logical framework yang jelas soal reformasi birokrasi tematik pengentasan kemiskinan. 

Saat itu, Anas memaparkan, logical framework pemda soal pengentasan kemiskinan harus fokus. Bila golnya pengentasan kemiskinan, maka programnya misalnya adalah peningkatan daya beli warga hingga meningkatkan akses murah terkait pendidikan untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga menengah ke bawah.

“Saat itulah saya sampaikan ada program instansi pemerintah yang belum selaras. Tujuannya mengurangi kemiskinan, tetapi sebagian programnya studi banding dan diseminasi atau rapat sosialisasi program kemiskinan. Jadi bukan semua anggaran untuk studi banding atau rapat, tapi sebagian ada, sehingga belum sepenuhnya selaras dengan tujuan," kata dia. 

"Ada pula yang inginnya mengurangi stunting, tapi kegiatannya sosialisasi gizi, di sisi lain pembelian makanan untuk bayi malah tidak dialokasikan. Padahal arahan Presiden jelas, bahwa di tengah tantangan fiskal yang ada, instansi termasuk di daerah harus cermat membelanjakan dana. Setiap rupiah dampaknya harus optimal dan langsung ke masyarakat,“ ujar Anas, melanjutkan.

Anas juga mencontohkan dampak program yang kurang optimal, seperti tujuannya pelestarian sungai, tetapi kegiatan di daerah adalah seminar soal revitalisasi sungai. “Bukan berarti seminar tidak penting, tetapi dengan anggaran terbatas seyogianya untuk membeli bibit pohon untuk ditanam di daerah sekitar sungai,” kata dia.

Ketika menjelaskan contoh logical framework itulah, lanjut Anas, timbul persepsi bahwa anggaran kemiskinan tersedot untuk rapat dan studi banding.

“Padahal kami mencontohkan sebagian logical framework yang belum selaras, bukan menyebutkan anggaran habis untuk rapat,” ujarnya.

Anas menambahkan, saat ini pemerintah terus mengakselerasi program Reformasi Birokrasi (RB) tematik pengentasan kemiskinan sebagai dukungan penguatan tata kelola birokrasi untuk mencapai target penurunan kemiskinan menjadi 7 persen pada 2024.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya