Parpol Besar Akan Diuntungkan Jika Pemilu Proporsional Tertutup

Proposional terbuka dinilai lebih adil

Jakarta, IDN Times - Pengacara sekaligus pengguggat sistem Pemilu pada 2008 lalu, Muhammad Sholeh menilai, jika proporsional tertutup diberlakukan maka menguntungkan parpol besar yang sudah mengakar dan dikenal publik.

Sebagaimana diketahui, jika pemilihan legislatif (pileg) menggunakan sistem proporsional tertutup, maka nantinya para pemilih diperkenankan coblos partai politik. Sehingga caleg yang terpilih nantinya berdasarkan nomor urut sesuai dengan jatah yang didapat parpol.

Baca Juga: Ketua KPU Hasyim: Dalam Politik Tak Ada Kawan dan Lawan Abadi

1. Partai besar diuntungkan jika proporsional tertutup diberlakukan

Parpol Besar Akan Diuntungkan Jika Pemilu Proporsional TertutupIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Oleh sebab itu, Sholeh menuturkan, pihak yang diuntungkan dari proporsional tertutup ialah partai besar. Karena pemilih tak bisa memilih langsung tokoh-tokoh caleg yang diajukan parpol. Di sisi lain, nama-nama tokoh caleg jadi nilai jual bagi partai kecil dan partai baru.

"Yang diuntungkan tentu adalah partai besar yang sudah mengakar, contoh begini, andai MK kabulkan gugatan kembali ke nomor urut, tentu saya gak ada gunanya memilih. Bisa jadi banyak orang beranggapan merasa tak perlu memakai pilihan," kata dia dalam acara Ngobrol Seru bareng IDN Times, dikutip Jumat (20/1/2023).

Baca Juga: Ketua KPU Bantah Ada Arahan Istana Loloskan Parpol Tertentu

2. Proporsional terbuka dinilai lebih adil buat parpol dan caleg

Parpol Besar Akan Diuntungkan Jika Pemilu Proporsional TertutupIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Sholeh lantas menjelaskan, dalam proporsional terbuka akan menguntungkan berbagai pihak, termasuk caleg dan parpol yang mengusung. Dia menjelaskan, proporsional terbuka memungkinkan caleg berkompetisi dengan sehat. Mereka berlomba-lomba membuat program dan mendekati rakyat. Sehingga akan terlihat caleg mana yang bekerja, dan yang tidak.

Sementara, jika mengacu pada proporsional tertutup maka yang diuntungkan hanya caleg dengan nomor teratas karena peluang terpilihnya lebih besar.

"Tetapi kalau itu mekanisme proporsional terbuka yang diuntungkan parpol dan semua caleg. Baik caleg nomor urut satu maupun terakhir. Proporsional terbuka adalah sebuah sistem di mana kedaulatan itu ada di tangan rakyat, maka rakyat atau pemilih dia yang menentukan caleg A, caleg B, siapa pun," kata dia.

"Nomor urut satu sampai sepuluh, kalau nomor sepuluh itu banyak dipilih oleh masyarakat maka dia yang berhak menjadi atau duduk di dalam parlemen, tidak lagi ditentukan oleh parpol," lanjut Sholeh.

Baca Juga: Kampanye di Indonesia Mahal, KPU: Akibat Budaya Pragmatisme Politik

3. Ketua KPU minta maaf soal polemik sistem pemilu

Parpol Besar Akan Diuntungkan Jika Pemilu Proporsional TertutupKetua KPU RI, Hasyim Asy'ari (IDN Times/Yosafat DIva Bayu Wisesa)

Sementara sebelum, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, meminta maaf saat menghadiri rapat dengan Komisi II DPR, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Bawaslu, dan Kemendagri. Hal itu lantaran pernyataan Hasyim di Catatan Akhir Tahun 2022 lalu bahwa ada peluang Pemilu 2024 bakal kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

Sementara, saat ini di Mahkamah Konstitusi (MK) sedang berlangsung gugatan uji materi terhadap putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008. Isi putusannya bahwa pemilu digelar dengan sistem proporsional terbuka. 

Di dalam rapat, pernyataan Hasyim tentang sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 itu menimbulkan debat panjang hingga ke tahap pembuatan kesimpulan. 

"Yang pertama, saya sebagai pribadi mohon maaf karena pernyataan saya menimbulkan diskusi yang berkepanjangan dan diskusi yang tidak perlu," ujar Hasyim seperti dikutip dari YouTube Komisi II DPR, Jumat (13/1/2023). 

Kedua, kata Hasyim, ia tidak dalam posisi memihak bahwa Pemilu 2024 bakal digelar dengan sistem proporsional tertutup.

"Ketiga, kami semua di KPU, terutama saya sendiri akan mengambil hikmah dari peristiwa ini. Mohon maaf sekali lagi," tutur pria yang pernah tergabung di Banser Nahdlatul Ulama (NU) itu. 

Ia juga akhirnya memilih mengalah dan menyampaikan komitmen bahwa KPU bakal menyelenggarakan Pemilu 2024 berdasarkan UU Nomor 7 tahun 2017 yang menggunakan sistem proporsional terbuka.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya