Peneliti BRIN: Revisi UU Desa Harus Ada Naskah Akademik

Perlu dibahas lebih lanjut dampak dan esensinya

Jakarta, IDN Times - Peneliti Riset Politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menekankan rencana merevisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa harus dibarengi dengan naskah akademik yang membahas terkait dampak dan urgensinya. Dia mengatakan naskah akademik itu bisa dibuat oleh pihak pengusul.

"Harus ada naskah akademik untuk merevisi, saya kan dulu ikut panja Pilkada untuk undang-undang otonomi daerah. Jadi harus dibuat dulu naskah akademiknya. Katakanlah yang mengusulkan, mungkin Kemendes atau Kemendagri," ujar dia kepada awak media, Selasa (24/1/2023).

"Dibikin dulu naskah akademiknya apa rasionalnya apa argumentasinya apa alasan empiriknya bagaimana dampak-dampaknya kan gitu ya. Nah itu semua dipertimbangkan," sambung Siti Zuhro.

Baca Juga: Ribuan Kades Demo di DPR, Tuntut Masa Jabatan Ditambah Jadi 9 Tahun

1. Perlu memahami tugas pokok dan esensi kepala desa

Peneliti BRIN: Revisi UU Desa Harus Ada Naskah AkademikKepala Desa di Tulungagung beraudiensi dengan DPRD setempat. IDN Times/ Bramanta Pamungkas

Dia menjelaskan, sebelum merevisi UU Desa, perlu memahami lebih lanjut soal esensi dan tugas pokok kepala desa. Mengingat revisi tersebut juga terkait perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun.

"Pahami dulu apa esensi atau tugas pokoknya menjadi kepala desa. Itu kan untuk mengelola desa memberdayakan masyarakat desa dan sebagainya itu 9 tahun itu terlalu lama meskipun cuma dua kali belum tentu dua kali (periode) bisa jadi minta lebih tiga kali," ucap Siti Zuhro.

Baca Juga: DPR Bantah Perpanjang Masa Jabatan Kades Terkait Presiden 3 Periode

2. PKB dukung usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa

Peneliti BRIN: Revisi UU Desa Harus Ada Naskah AkademikKetua Umum PKB Muhaimin Iskandar (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskadar alias Cak Imin mengatakan pihaknya mendukung usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) menjadi sembilan tahun dari sebelumnya enam tahun.

Hal itu dia sampaikan merespons desakan Revisi UU Desa oleh berbagai asosiasi kepala desa, khususnya terkait perpanjangan masa jabatan kade.

“Mendukung penuh perjuangan kepala desa terkait penambahan masa jabatan dari enam menjadi sembilan tahun dalam satu periode dengan batasan maksimal dua periode,” kata Cak Imin dalam keterangan tertulis, Rabu (18/1/2023).

Cak Imin juga berjanji, akan mengakomodir aspirasi masa jabatan kepala desa. Sementara aparatur desa akan dilakukan penataan agar lebih baik.

Dia mengatakan penataan aparatur desa belum menjadi prioritas karena posisinya yang berbeda dengan kepala desa.

“Masa jabatan Perangkat Desa gak bisa disamakan dengan masa jabatan Kades karena posisinya berbeda. Posisi Kades adalah jabatan politik, sementara Perangkat Desa bukan jabatan politik,” ujar Cak Imin.

Kendati begitu, menurutnya, perangkat desa merupakan bagian penting dalam pembangunan desa. Ia berharap, revisi UU Desa dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara.

Baca Juga: Kades Ingin Masa Jabatan 9 Tahun, Jokowi: Namanya Aspirasi ya Silakan

3. Mendes sebut perpanjangan jabatan untungkan rakyat, kades tak harus jabat sembilan tahun

Peneliti BRIN: Revisi UU Desa Harus Ada Naskah AkademikMenteri Desa, PDT dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar melakukan halal bihalal virtual bersama sejumlah pengurus desa wisata di Indonesia, Selasa (18/5). Gus Menteri juga memanfaatkan halal bihalal tersebut untuk memantau pengelolaan desa wisata di era pandemik COVID-19.

Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, perpanjangan masa jabatan kepala desa memberikan manfaat bagi masyarakat desa.

Dasar pernyataan Halim, karena dia menganggap dengan jabatan yang lebih lama maka kepala desa bisa lebih leluasa membangun desa dan tidak terpengaruh oleh dinamika politik akibat pilkades.

"Yang diuntungkan dengan kondisi ini adalah warga masyarakat. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah warga masyarakat tidak perlu terlalu sering menghadapi suasana ketegangan yang tidak produktif. Karena yang enggak produktif enggak cuma kepala desanya tapi juga warganya," ujar Halim dalam keterangannya di laman resmi Kemendes PDTT.

Selain itu, Halim juga menjawab kekhawatiran masyarakat soal lamanya jabatan tak dibarengi dengan kualitas kinerja kepala desa. Dia menegaskan, kepala desa yang kinerjanya buruk bisa secara tiba-tiba diberhentikan. Karena Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) punya kewenangan memberhentikan Kepala Desa yang kinerjanya sangat buruk. Artinya, warga desa tidak perlu menunggu selama sembilan tahun untuk mengganti Kepala Desa yang kinerjanya sangat buruk.

"Ada mekanisme bahwa Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden itu berhak memberhentikan Bupati atau Wali Kota ketika kinerjanya sangat buruk. Nah, kalau Bupati dan Wali Kota saja bisa diberhentikan di tengah jalan apalagi Kepala Desa," ucap Halim.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini lantas menjelaskan, pertimbangan lain perpanjangan jabatan kepala desa ialah fenomena gelaran pilkades yang kerap menimbulkan konflik dan polarisasi nyaris di seluruh desa. Akibatnya, berbagai pembangunan di desa justru akan terganggu.

Oleh sebab itu Halim menilai, ketegangan konflik pasca pilkades mudah diredam jika masa baktinya ditambah.

"Artinya apa yang dirasakan kepala desa sudah saya rasakan bahkan sebelum saya jadi Ketua DPRD. Saya mengikuti tahapan politik di pilkades. Saya mencermati bagaimana kampanye yang waktu itu," tutur dia.

"Tapi menjawab kebutuhan menyelesaikan konflik pasca Pilkades," imbuh dia.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya