Perpanjangan Jabatan Kepala Desa Berpotensi Disusupi Kepentingan 2024

Papdesi usulkan jabatan kepala desa jadi sembilan tahun

Jakarta, IDN Times - Ribuan kepala desa (kades) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu, tepatnya pada Selasa (17/1/2023).

Demo yang diinisiasi Pimpinan Pusat Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) tersebut meminta pemerintah merevisi Undang-Undang (UU) Desa dan meminta jabatan kepala desa diperpanjang dari 6 tahun menjadi 9 tahun.

Aturan yang mengakomodir soal jabatan kepala desa tertuang dalam Pasal 39 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam aksinya, para kepala desa mendorong adanya masa perpanjangan jabatan sehingga jika maksimal dua periode, maka mereka bisa menjabat hingga 18 tahun lamanya.

Salah satu alasan kepala desa meminta masa perpanjangan masa jabatan karena merasa jabatan selama enam tahun tidak cukup untuk membangun desa. Selain itu, mereka juga mendorong Pilkades 2024 ditunda agar tidak mengganggu Pemilu 2024.

Baca Juga: Korupsi Dana Desa, Pj Kepala Desa di Kutim Ditangkap Polisi

1. Perpanjangan jabatan kepala desa terkesan politis

Perpanjangan Jabatan Kepala Desa Berpotensi Disusupi Kepentingan 2024ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Menanggapi polemik tersebut, Pengamat Politik dan Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, mengatakan, usulan masa perpanjangan jabatan kepala desa harus dikaji dengan cermat karena berpotensi terjadi konflik kepentingan jelang Pemilu 2024.

"Jangan sampai ambisi para kepala desa yang ingin diperpenjang masa menjabatnya dan menikmati dana desa dimanfaatkan oleh kelompok politik tertentu untuk kepentingan politik 2024 yang akan datang," kata dia saat dihubungi IDN Times, Sabtu (21/1/2023).

Fernando menilai, kepala desa yang langsung bersentuhan pada masyarakat berpotensi mengarahkan warganya untuk kepentingan partai politik atau pasangan capres tertentu. Apalagi saat ini Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dijabat oleh kader dari partai politik.

"Sangat mungkin penambahan masa menjabat kepala desa dimanfaatkan oleh partai politik tertentu atau salah satu pasangan capres pada pemilu dan pilpres 2024," ucap dia.

Fernando juga menegaskan, belum ada urgensinya pada tahun politik untuk merevisi Undang-Undang Desa yang mengatur tentang masa menjabat kepala desa. Apalagi beberapa kali ditemukan adanya penyimpangan penggunaan dana desa oleh kepala desa. 

"Dana desa yang cukup besar sehingga menggiurkan untuk menjadi kepala desa termasuk dengan melakukan upaya transaksi dengan para pemilih," tutur dia.

Oleh sebab itu, Fernando tak heran jika muncul persepsi di tengah masyarakat dan  menduga bahwa usulan perpanjang masa jabatan kepala desa berkaitan dengan kesepakatan politik jelang 2024.

"Sehingga sangat wajar kalau ada yang menduga apabila terjadi perubahan tentang masa menjabat kepala desa menjadi sembilan tahun karena ada kesepakatan politik untuk partai politik tertentu dan salah satu pasangan calon presiden. Keputusan tersebut akan terkesan tergesa-gesa hanya untuk menarik simpatik para kepala desa," imbuh dia.

Baca Juga: Wow, Desa Tigarihit Masuk Dalam 50 Besar Desa Wisata Terbaik

2. PKB dukung usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa

Perpanjangan Jabatan Kepala Desa Berpotensi Disusupi Kepentingan 2024Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Sementara itu, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskadar alias Cak Imin mendukung usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun dari sebelumnya enam tahun.

Hal itu dia sampaikan merespons desakan Revisi UU Desa oleh berbagai asosiasi kepala desa, khususnya terkait perpanjangan masa jabatan kades.

“Mendukung penuh perjuangan kepala desa terkait penambahan masa jabatan dari enam menjadi sembilan tahun dalam satu periode dengan batasan maksimal dua periode,” kata Cak Imin dalam keterangan tertulis, Rabu (18/1/2023).

Cak Imin juga berjanji akan mengakomodir aspirasi masa jabatan kepala desa. Sementara aparatur desa akan dilakukan penataan agar lebih baik. Dia mengatakan, penataan aparatur desa belum menjadi prioritas karena posisinya yang berbeda dengan kepala desa.

“Masa jabatan perangkat desa gak bisa disamakan dengan masa jabatan kades karena posisinya berbeda. Posisi kades adalah jabatan politik, sementara perangkat desa bukan jabatan politik,” ujar Cak Imin.

Kendati begitu, menurutnya, perangkat desa merupakan bagian penting dalam pembangunan desa. Ia berharap, revisi UU Desa dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara.

Baca Juga: 5 Desa Wisata Terbaik di Bali, Ada Desa Terbersih di Dunia! 

3. Mendes sebut perpanjangan jabatan untungkan rakyat, kades tak harus jabat sembilan tahun

Perpanjangan Jabatan Kepala Desa Berpotensi Disusupi Kepentingan 2024Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar melakukan halal bihalal virtual bersama sejumlah pengurus desa wisata di Indonesia (Dok. Kemendes PDTT)

Membantah persepsi perpanjangan masa jabatan kepala desa untungkan segelintir kelompok, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, mengatakan, perpanjangan masa jabatan kepala desa justru memberikan manfaat bagi masyarakat desa.

Halim menganggap, dengan jabatan yang lebih lama maka kepala desa bisa lebih leluasa membangun desa dan tidak terpengaruh oleh dinamika politik akibat pilkades.

"Yang diuntungkan dengan kondisi ini adalah warga masyarakat dan yang tidak kalah pentingnya adalah warga masyarakat tidak perlu terlalu sering menghadapi suasana ketegangan yang tidak produktif. Karena yang gak produktif enggak cuma kepala desanya tapi juga warganya," ujar Halim dalam keterangannya di laman resmi Kemendes PDTT.

Selain itu, Halim juga menjawab kekhawatiran masyarakat soal lamanya jabatan tak dibarengi dengan kualitas kinerja kepala desa. Dia menegaskan, kepala desa yang kinerjanya buruk bisa secara tiba-tiba diberhentikan.

Pasalnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) punya kewenangan memberhentikan kepala desa yang kinerjanya sangat buruk. Artinya, warga desa tidak perlu menunggu selama sembilan tahun untuk mengganti kepala desa yang kinerjanya sangat buruk.

"Ada mekanisme bahwa Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden itu berhak memberhentikan bupati atau wali kota ketika kinerjanya sangat buruk. Nah, kalau bupati dan wali kota saja bisa diberhentikan di tengah jalan, apalagi kepala desa," ucap Halim.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menjelaskan, pertimbangan lain perpanjangan jabatan kepala desa ialah fenomena gelaran pilkades yang kerap menimbulkan konflik dan polarisasi nyaris di seluruh desa. Akibatnya, berbagai pembangunan di desa justru akan terganggu.

Oleh sebab itu Halim menilai, ketegangan konflik pasca pilkades mudah diredam jika masa baktinya ditambah.

"Artinya, apa yang dirasakan kepala desa sudah saya rasakan bahkan sebelum saya jadi Ketua DPRD. Saya mengikuti tahapan politik di pilkades. Saya mencermati bagaimana kampanye yang waktu itu," tutur dia.

"Tapi menjawab kebutuhan menyelesaikan konflik pasca Pilkades," sambungnya

Baca Juga: 9 Desa Terkaya di Indonesia: Desa di Bali Nomor Wahid

4. Dinilai berpotensi jadi raja kecil hingga korupsi, warga tolak perpanjang jabatan kades

Perpanjangan Jabatan Kepala Desa Berpotensi Disusupi Kepentingan 2024(Ilustrasi desa) ANTARA FOTO/Jojon

Sementara itu, Warga Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Irfanamin, mengaku tak setuju dengan usulan masa perpanjangan jabatan kepala desa. Usulan itu dianggap tak memiliki urgensi untuk dikabulkan dalam revisi UU Desa.

"Perpanjangan masa jabatan kades itu tidak diperlukan, karena tidak ada urgensi yang bisa ditunjukkan secara konkret kalau tugas kades perlu selama sembilan tahun. Karena enam tahun sudah cukup untuk mengembangkan program kerja yang mereka rancang saat mencalonkan diri," ucap dia kepada IDN Times, Sabtu (21/1/2023).

Sebaliknya, kata Irfanamin, jabatan yang terlalu lama justru menjadikan kepala desa seperti raja kecil yang memiliki kewenangan terlalu luas.

"Kalau terlalu lama, kades bisa jadi raja kecil di desa dan bisa bersikap seenaknya dan berpotensi membangun dinasti di wilayah masing-masing," imbuh dia.

Warga lainnya, dari Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah, Taufiq Idharudin, juga menentang usulan perpanjangan masa bakti kepala desa. Alasannya dia mengacu pada analisis Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyatakan anggaran dana desa merupakan dana yang paling rentan dikorupsi.

Pada semester I 2021, pemerintah desa menjadi lembaga pelaku kasus korupsi terbesar. Dia mencurigai usulan tersebut justru memuat kepentingan politik

"Lha itu, pemdes jadi lembaga terkorup, harusnya semakin dibatasi dan perketat pengawasan. Dilihat-lihat ini usulannya lebih ke politis," ucap Taufiq saat dihubungi.

Oleh sebab itu, Taufiq mengimbau usulan tersebut bisa dipertimbangkan dengan matang oleh pengambil kebijakan, baik pemerintah maupun DPR.

"Usulan perpanjangan kepala desa harus dikaji secara mendalam. Masa jabatan yang ada sekarang perlu dievaluasi terlebih dahulu, apakah memang perpanjangan itu benar-benar dibutuhkan. Jangan sampai, aspirasi ini ternyata hanya menguntungkan kelompok tertentu dan bernuansa politis semata," imbuh dia.

Baca Juga: Kemendes Berikan Penghargaan Desa Mandiri kepada 12 Desa di PPU

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya