Survei: Lemahnya Identitas Partai Jadi Sumber Polarisasi Pemilu 2024

Identitas partai yang tinggi dinilai bisa tekan polarisasi

Jakarta, IDN Times - Lemahnya party ID atau kedekatan publik dengan partai politik dinilai menjadi penyebab munculnya polarisasi sosial dan politik identitas pada Pemilu 2024 mendatang.

Pengamat Politik sekaligus Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani menjelaskan semakin kuat pembangunan sistem politik kepartaian, maka keragaman yang potensial membuat polarisasi atas dasar identitas sosial bisa ditekan dan dikurangi.

"Dalam diskusi partai politik, salah satu unsur yang sering dibicarakan ialah partai bisa berperan sebagai jembatan yang mengikat berbagai kelompok atau identitas yang sangat beragam di masyarakat," ujar dia dalam program bertajuk 'Identitas Partai Lemah Jadi Sumber Politik Identitas?' pada Kamis (1/11/2022).

Baca Juga: Survei Capres: Prabowo Paling Dikenal, Ganjar Paling Disukai

1. Partai politik harus bisa ambil peran jembatani keragaman

Survei: Lemahnya Identitas Partai Jadi Sumber Polarisasi Pemilu 2024Ilustrasi keberagaman by IMR 2022

Dia menilai, identitas yang beragam seperti daerah asal dan agama tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sehingga, seharusnya partai politik bisa menjembatani perbedaan tersebut. 

"Karena identitas tidak mungkin hilang, yang bisa dilakukan adalah menjembatani, misalnya antara orang Aceh dan orang Papua, orang Kristen dan orang Islam, dan seterusnya," tutur dia.

Saiful menjelaskan ikatan partai dengan masyarakat di Indonesia saat ini terbilang rendah. Identitas politik dinilai belum mampu bertransformasi ke identitas sosial. 

Hal tersebut bisa diukur dengan seberapa kuat identifikasi diri masyarakat dengan partai politik. 

"Di Amerika Serikat, biasa yang ditanyakan tentang apakah seseorang itu orang Demokrat, Republik, atau Independen. Ini adalah pertanyaan standar untuk melihat sejauh mana transformasi identitas sosial ke identitas politik sudah terjadi," ucap dia.

Baca Juga: Survei: Ganjar-Prabowo Banyak Dipilih di 2024, Pemilu Bisa 1 Putaran

2. Identitas politik belum melekat ke masyarakat Indonesia

Survei: Lemahnya Identitas Partai Jadi Sumber Polarisasi Pemilu 2024Ilustrasi kampanye (IDN Times/Galih Persiana)

Dalam survei SMRC yang digelar November 2022, terdapat data tentang identitas partai, seberapa besar orang mengaku dirinya sebagai bagian dari partai politik tertentu.

"Ketika ditanya apakah ada partai politik yang anda merasa dekat? Ada 20 persen yang menjawab 'ya'. Yang menyatakan 'tidak' 73 persen, tutur Saiful.

Saiful melihat angka identifikasi diri dengan partai politik ini sangat rendah. Jika dibandingkan dengan kecenderungan di Amerika Serikat sendiri, yang mengaku dirinya sebagai orang partai adalah mayoritas. Sedangkan yang mengaku tidak dekat atau bukan bagian dari partai politik justru minoritas. 

"Ini menunjukkan bahwa di Amerika, transformasi dari identitas sosial ke identitas politik sudah terjadi," jelas dia.

Saiful melanjutkan, bahwa dari 20 persen yang menyatakan ada partai yang dia dekat dengannya, hanya ada 67 persen yang mengaku sangat atau cukup dekat. Ada 30 persen yang menyatakan kedekatannya sedikit saja. Artinya hanya sekitar 13 persen warga yang memiliki perasaan dekat dengan partai politik tertentu. 

"Hal ini sebagai penyebab mengapa sistem kepartaian di Indonesia tidak stabil. Ini juga yang menyebabkan mengapa polarisasi sosial lebih kuat ketimbang polarisasi politik," tutur dia.

Saiful melihat identitas partai belum terjadi di Indonesia. Analisis sosiologis lebih dominan dari analisis psikologis identitas partai. Artinya, di Indonesia, kebanyakan yang ditanya bukan partainya apa, tapi dia dari daerah mana, etnis apa, agama, hingga pribumi atau non-pribumi.

“Di Indonesia, identitas partai masih sangat lemah,” kata Saiful.

Baca Juga: Survei: Pertarungan Pilpres Sudah Mengerucut ke Ganjar dan Anies

3. Survei digelar 5 sampai 13 November 2022

Survei: Lemahnya Identitas Partai Jadi Sumber Polarisasi Pemilu 2024ilustrasi survei (IDN Times/Aditya Pratama)

Saiful menyimpulkan bahwa di Indonesia, belum ada transformasi atau perubahan dari identitas sosial ke identitas politik. 

"Ini yang membuat polarisasi berdasarkan identitas sosial di Indonesia menjadi kuat. Pemilu, pada akhirnya, banyak diwarnai identitas sosial, bukan identitas politik," ucap dia.

Diketahui, survei SMRC tersebut dilakukan secara tatap muka pada 5 sampai 13 November 2022. Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. 

"Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden. Response rate sebesar 1012 atau 83 persen. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar kurang lebih 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling)," imbuh Saiful.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya