Derita Warga Samarinda, Jalani Puasa Terakhir di Tengah Petaka Banjir
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Samarinda, IDN Times-Tahun ini kesabaran warga Samarinda benar-benar diuji. Bagaimana tidak sudah dibikin pusing dengan pandemik virus corona atau COVID-19, persoalan baru datang mengadang, banjir. Sejak Jumat (22/5) hingga kini warga di Perumahan Bengkuring, Kelurahan Sempaja Timur, Kecamatan Samarinda Utara digempur banjir. Mereka pun harus berpuasa di tengah bencana.
Dari pantauan IDN Times, ketinggian air hingga sore tadi telah mencapai paha hingga dada orang dewasa. Ermawati (54) salah satu warga terpaksa harus mengungsi ke majelis taklim tepat di depan kompleknya bermukim.
"Mau gak mau ke situ dulu Mas. Mau pergi jauh-jauh juga nanti kepikiran barang di rumah," ucapnya sambil menerobos banjir.
1. Siapkan lauk untuk berbuka di tempat pengungsian
Setiap banjir melanda Ermawati mengaku tak pernah mengungsi jauh dari kediamannya. Begitu pula saat ini. Dengan jarak sekitar ratusan meter, Ermawati yang terlihat menjunjung tas tangan di atas kepalanya dan berisikan perbekalan mandi, pakaian ganti dan bekal untuk berbuka puasa di hari terakhir, perlahan mendekati bangunan lantai dua yang merupakan majelis taklim setempat.
"Ini saya bawa bekal seadanya, buat buka puasa nanti mas. Ya mau bagaimana lagi memang sudah kondisinya begini," tuturnya.
2. Tak bisa mudik berjumpa dengan keluarga, bertahan di rumah yang terendam banjir
Pasrah menerima keadaan rupanya juga dialami oleh Suamiarti (48) dan Astuti (57), warga RT 37 ini mengaku tak tahu lagi harus bagaimana. Selain kondisi pandemik COVID-19 yang menghalau mereka untuk tak bisa berjumpa dengan keluarga, nyatanya bertahan di rumah pun justru dihantui genangan banjir.
"Kalau mau dibilang sedih ya jelas sedih Mas. Besok mau Lebaran juga, gak bisa ketemu keluarga. Bertahan, banjir. Bantuan juga tidak ada," keluh Sumiarti.
Menurut mereka, kondisi banjir saat ini lebih parah dibanding Januari 2020 lalu.
"Mau ngungsi ke mana Mas. Di sini saja rumah nyewa. Keluarga gak ada," timpal Astuti.
3. Demi kesehatan, sebagian warga pilih sewa kontrakan di kawasan tak terdampak banjir
Sedikit berbeda dengan yang lain, Masye Manengke (48) yang juga warga sekitar mengaku rela merogoh kocek pribadinya dengan menyewa rumah kontrakan di kawasan tak terdampak banjir senilai Rp600 ribu per bulan. Hal itu dilakukan demi memastikan kesehatan keluarga lebih terjamin di tengah pandemik saat ini yang selalu menuntut hidup bersih.
"Semalam air mulai naik kami makan di loteng. Jadi biar gak khawatir anak-anak cari rumah kontrakan buat sementara. Mau gimana lagi Mas, daripada bertahan di rumah terus, bantuan juga belum ada. Sedangkan ini air masih terus-terusan naik," pungkasnya.