Ribet, Warga Keluhkan Pelayanan BPJS Kesehatan di Samarinda  

Pengguna faskes kecewa karena tak dilayani dengan baik

Samarinda, IDN Times- Kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang diluncurkan pemerintah lima tahun lalu mendapat keluhan dari sejumlah warga di Kota Tepian—sebutan Samarinda, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur.

Deborah, perempuan 23 tahun itu mengaku kecewa dengan pelayanan yang diterimanya. Beberapa hari lalu, dia mengunjungi fasilitas kesehatan, sebuah klinik tempat ia berobat di kawasan Diponegoro, Samarinda.

Debo, sapaan karibnya, tahu benar mengenai desas-desus pengguna layanan BPJS tak dilayani dengan baik. "Ternyata memang benar terjadi, jujur saya cukup kecewa," akunya.

1. Kerap tak mendapat kepastian dari dokter fasilitas kesehatan

Ribet, Warga Keluhkan Pelayanan BPJS Kesehatan di Samarinda  kbri.id

Debo menuturkan, kala itu dia hendak mengobati giginya yang sakit dan mengajukan rujukan ke salah satu rumah sakit di Samarinda.

"Tapi dokternya bilang enggak bisa, saya harus cabut gigi dengan dokter gigi di bawah naungan BPJS Kesehatan ini. Ya, saya ikuti saja prosesnya," lanjut pengguna BPJS Kesehatan kelas II tersebut.

Rabu (31/7) pagi Debo mendatangi klinik lain, di kawasan Jalan Pulau Kalimantan dengan dokter yang sama di faskes (fasilitas kesehatan) sebelumnya. Tapi, medikus yang hendak dikunjungi itu tidak berada di tempat. Penjaga klinik menyarankan menghubungi kontak yang tertera. Tapi sayang, dia tak mendapat jawaban pasti.

Baca Juga: Tunggakan Klaim RS Jogja Rp16 Miliar, BPJS: Jumlah Tidak Sebesar itu

2. Ketika dokter faskes berhalangan tak bisa langsung diganti

Ribet, Warga Keluhkan Pelayanan BPJS Kesehatan di Samarinda  ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Menit berbilang jam, sakit gigi Debo semakin menyiksa. Malam harinya, dia kembali ke klinik yang sebelumnya dikunjungi tepatnya di Jalan Diponegoro. Namun dokternya lagi-lagi tidak ada.

"Dan bukan saya saja pasien yang menunggu, akhirnya beberapa orang marah-marah. Karena kondisi tidak kondusif, penjaga klinik coba memberi solusi," kata mahasiswi kampus pelat merah itu.

Ironisnya lagi, Deborah disarankan untuk mengganti dokter gigi di fasiltas kesehatan BPJS Kesehatannya. Caranya, mendatangi kantor BPJS Kesehatan di Jalan A.W. Sjahranie dan harus menunggu satu bulan untuk proses pergantian dokter.

"Jadi saya harus menahan sakit selama sebulan? Padahal saya cuma minta dirujuk ke rumah sakit agar segera dicabut tetapi prosesnya begitu panjang," keluhnya.

3. Proses panjang menyulitkan pengguna kartu yang sedang sakit

Ribet, Warga Keluhkan Pelayanan BPJS Kesehatan di Samarinda  ilustrasi/ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Selain Deborah ada pula Kukuh Nugeraha. Pria berusia 24 tahun itu juga mengalami hal senada. Kukuh mendapat jaminan BPJS Kesehatan Kelas I dari perusahaan ayahnya.

Dia ingin melakukan fisioterapi di salah satu klinik faskesnya. Sayangnya, faskes itu tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk urusan fisioterapi. Kukuh mendapat advis mengganti faskes dua rumah sakit daerah di poli ortopedi.

Sayangnya, rumah sakit tersebut tidak memiliki alat untuk mengatasi cedera pergelangan kaki kanannya. "Akhirnya dirujuk ke faskes 3, rumah sakit swasta. Saya dibuatkan jadwal untuk terapi," ungkap pengusaha muda ini.

Pada hari yang dijadwalkan, Kukuh diminta antre di poli ortopedi oleh petugas BPJS Kesehatan untuk mendapatkan stempel dari dokter fisioterapi. Setelah melalui proses panjang akhirnya dia bisa melakukan terapi.

"Jujur saja, birokrasinya sangat ribet. Bayangkan saja ankle sedang sakit tapi harus antre enam kali. Ya, namanya juga murah, sabar saja," ucapnya ketus.

Dia pun memaklumi sistem jaminan kesehatan rumit tersebut. Sementara uang untuk berobat fisioterapi tidak sedikit, jadi dia memilih untuk sabar dan mengikuti prosedur.

 

Baca Juga: Pemisahan Bayi Kembar Siam Dibiayai BPJS, Dokter Harap ada Dana Lain

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya