Malnutrisi Melanda Sembalun, ACT Gagas Program Bengkel Gizi Terpadu 

Dari 55 anak penderita gizi buruk, kini menjadi 42 anak

Lombok Timur, IDN Times - Dua kali gempa mengguncang Lombok pada pertengahan 2018 cukup melumpuhkan Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur kala itu. Banyak warga yang mesti tinggal di pengungsian karena rumah mereka rusak akibat gempa. Belum lagi permasalahan gizi yang kemudian jadi momok. Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) mendapat laporan dari Puskesmas Sembalun bahwa 2,6% balita di pengungsian menderita gizi buruk.

“Jumlah balita kita itu ada 2.130, dengan jumlah yang menderita gizi buruk saat itu sekitar 2,6% atau 55 balita, dan gizi kurang itu 258 dengan gagal stunting sekitar 595 anak. Setelah gempa sangat berpengaruh sekali dengan kondisi kesehatan dan gizi dari masyarakat Sembalun itu sendiri,” kata Asrihadi, Kepala Puskesmas Kecamatan Sembalun pada Rabu (18/8) silam.

1. Masalah gizi bukan hanya karena asupannya, tetapi juga tiga faktor ini

Malnutrisi Melanda Sembalun, ACT Gagas Program Bengkel Gizi Terpadu shutterstock.com/spass

Dari kasus tersebut, timbul diskusi antara ACT dan Puskesmas Sembalun. Hasilnya adalah penyelenggaraan program Bengkel Gizi Terpadu (BGT) di Sembalun. Berbagai tenaga dari puskesmas dilibatkan dalam program tersebut, dari petugas konseling, promotor kesehatan, dokter dan perawat, serta ahli gizi. Keterlibatan berbagai pemangku kepentingan tersebut, menurut Asrihadi, karena permasalahan ini tidak bisa dipandang dari satu aspek saja.

“Gizi itu bukan permasalahan di asupannya saja. Keadaan gizi buruk itu bisa dipengaruhi oleh lingkungannya, makanya kita melibatkan hygiene sanitasi-nya. Bisa juga dipengaruhi oleh penyakit klinis yang mempengaruhi gizinya, makanya kita melibatkan dokter. Yang ketiga, bisa karena cara pengolahan makanannya, makanya kami melibatkan ahli gizi juga di sini,” kata Asriadi.

2. Program BGT menurunkan angka penderita gizi buruk di Sembalun

Malnutrisi Melanda Sembalun, ACT Gagas Program Bengkel Gizi Terpadu IDN Times/ACT

Setelah berjalan pada November lalu, BGT membawa perubahan bagi warga sekitar. Hal tersebut diungkapkan oleh Fitriani Ulfah, salah satu petugas gizi yang selalu ikut membina kegiatan Bengkel Gizi Terpadu (BeGiTu) di Sembalun.

“Sekarang setelah adanya kegiatan BGT, per Juni 2019 kemarin, angka penderita gizi buruk menurun menjadi 42 orang. Setelah adanya program ini, alhamdulillah berat badan anak-anak juga makin meningkat,” ujar Ulfah.

3. BGT melakukan pendampingan berkelanjutan kepada masyarakat melalui PMBA

Malnutrisi Melanda Sembalun, ACT Gagas Program Bengkel Gizi Terpadu oureverydaylife.com

Selain pemeriksaan dan pemberian paket gizi selama satu kali sebulan, BGT juga melakukan pendampingan berkelanjutan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan supaya masyarakat bisa mencegah kekurangan gizi anaknya sejak dari dalam rumah sendiri.

“Kita beritahu mereka cara mengolah makanan yang sehat. Ada istilahnya PMBA atau Pemberian Makan Bayi dan Anak. Bagaimana mengolah makanan yang sehat dengan memanfaatkan makanan lokal yang ada,” jelas Ulfah. 

Makanan sehat tersebut kata Ulfah disebut dengan empat pintar, yang terdiri dari makanan pokok, lauk nabati, lauk hewani, sayuran, serta buah.

4. Program BGT diharapkan bisa menjadi contoh bagi puskesmas lainnya

Malnutrisi Melanda Sembalun, ACT Gagas Program Bengkel Gizi Terpadu IDN Times/ACT

Antusias warga cukup positif dengan hadirnya program-program ini. Hasil yang digapai juga cukup memuaskan. Denny Wahyudin selaku Koordinator Program BGT untuk Sembalun, mengatakan hal itu tidak terlepas dari kontribusi proaktif dari berbagai pihak. Sebab, tidak banyak daerah yang menolak ketika akan dibantu untuk kasus malnutrisi ini.

“Mereka takut bahwa kasus ini diketahui oleh dinas kesehatan. Karena bilamana di daerah tersebut masih ada yang berat badan anaknya kurang, ini menjadi aib bagi mereka. Tapi alhamdulillah, ini malah proaktif. Lapor kepada kita, supaya kita bisa sama-sama memberikan sebuah solusi untuk para peserta BGT ini. Alhamdulillah juga hasilnya signifikan,” ujar Denny.

Seperti halnya Asrihadi dan Ulfah, Denny berharap, program ini bisa berlanjut terus ke depannya. Selain itu, ia berharap program ini bisa menjadi program percontohan bagi puskesmas-puskesmas lainnya yang memiliki permasalahan serupa.

Topik:

  • Ajeng

Berita Terkini Lainnya