Lindungi Ekosistem Gambut Begitu Penting dalam Pengendalian Karhutla

Sejak 2015 paradigma dalam pengendalian karhutla berubah

Pekanbaru, IDN Times - Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono menyebut bahwa mengendalikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sangat penting untuk menjaga Kawasan Hidrologis Gambut (KHG). Di Pekanbaru, Riau, (8/4), Bambang juga menjelaskan bahwa pembuatan drainase di lahan gambut pada masa lalu untuk menyiapkan lahan pertanian, dapat menyebabkan mengeringnya lahan gambut dan meningkatkan potensi terjadinya kebakaran.

Kebakaran pada lahan gambut juga berpotensi menyebabkan bencana alam yang menimbulkan dampak lokal, nasional, dan global. Hal ini seperti yang terjadi pada Indonesia yang mengalami kebakaran cukup besar di hutan dan lahan gambut seluas 2,6 juta hektar. Presiden Joko Widodo pun memberikan arahan yang sangat jelas, yaitu upaya langkah-langkah korektif terkait pengelolaan Gambut.

1. Terbitnya Peraturan Menteri LHK merupakan langkah kolektif perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut

Lindungi Ekosistem Gambut Begitu Penting dalam Pengendalian KarhutlaIDN Times/KLHK

Berdasarkan Keputusan Menteri LHK Nomor SK.129/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut Nasional, Indonesia memiliki ekosistem gambut berjumlah 865 KHG dengan total luasan 24.667.804 hektar yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Bambang kemudian menerangkan bahwa Menteri LHK beberapa waktu yang lalu menerbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.10/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2019 tentang Penentuan, Penetapan dan Pengelolaan Puncak Kubah Gambut Berbasis KHG sebagai suatu bentuk upaya langkah korektif dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.

Peraturan Menteri LHK tersebut mengatur penentuan dan penetapan puncak kubah gambut yang dibuat oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL). Penentuan puncak kubah gambut tersebut dilakukan melalui pendekatan perhitungan neraca air yang memperhatikan prinsip keseimbangan air.

Peraturan Menteri LHK di atas juga menjelaskan bahwa puncak kubah gambut merupakan areal yang wajib dijadikan kawasan lindung. Areal di luar puncak kubah Gambut pun dapat dimanfaatkan dengan tetap menjaga fungsi hidrologis gambut. Pemanfaatan areal di luar puncak kubah gambut yang memiliki izin juga dapat dilakukan sampai jangka waktu izin berakhir dengan kewajiban menjaga fungsi hidrologis Gambut.

2. Langkah kolektif tersebut dilakukan juga untuk pengendalian karhutla

Lindungi Ekosistem Gambut Begitu Penting dalam Pengendalian KarhutlaIDN Times/KLHK

Langkah korektif juga dilakukan dalam upaya pengendalian karhutla. Hadir sebagai narasumber pada dialog dengan media, Direktur Pengendalian Karhutla, KLHK, Raffles B. Pandjaitan menjelaskan langkah-langkah yang selama ini ia lakukan dengan mengajak serta para pihak dalam upaya pengendalian karhutla.

Raffles menjelaskan bahwa pasca-karhutla tahun 2015, paradigma dalam pengendalian karhutla berubah. Saat ini upaya pencegahan lebih diutamakan dalam upaya pengendalian karhutla. Pencegahan dimulai dengan sistem deteksi dini hotspot melalui citra satelit dan ditindaklanjuti dengan pengecekan langsung ke hotspot di tingkat tapak.

Patroli terpadu terus dilakukan dengan melibatkan Manggala Agni, TNI, Polri, pemerintah daerah, dan unsur masyarakat di desa-desa yang rawan karhutla setiap tahunnya. Tahun 2016, patroli terpadu ini menjangkau 731 desa, tahun 2017 menjangkau 1.203 desa, kemudian 1.255 desa di tahun 2018 dan tahun 2019 ini menjangkau 1.240 desa yang KLHK koordinasikan dengan satuan petugas yang ada di provinsi. Hasilnya adalah 80 persen desa-desa yang dijangkau patroli terpadu tidak terjadi kebakaran.

3. Sebagian besar karhutla di Riau terjadi di lahan gambut

Lindungi Ekosistem Gambut Begitu Penting dalam Pengendalian KarhutlaIDN Times/KLHK

Guru Besar Perlindungan Hutan Institut Pertanian Bogor yang juga menjadi narasumber, Prof. Bambang Hero Saharjo, menjelaskan bahwa hasil penelitian yang dilakukannya bersama tim pada karhutla di beberapa daerah di Provinsi Riau, sebagian besar kebakaran terjadi di lahan gambut. Oleh karena itu, waspadailah turunnya tinggi muka air dengan mengaktifkan peran kanal melalui monitoring dan supervisi sekat kanal. Prof. Bambang menekankan perlunya melakukan patroli udara, air, dan darat untuk mencegah kebakaran berlanjut dan mengantisipasi pembiaran secara rutin.

Kebakaran sering terjadi di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan konversi, maka pihak terkait diminta untuk segera menertibkan/menindak tegas dan tidak membiarkan. Menurut Prof. Bambang, penegakan hukum karhutla sejatinya juga memproses penindakan terhadap pelaku pelanggaran hukum lain yang menyertainya.

Acara dialog dengan media ini dikemas dalam bentuk acara Ngopi (Ngobrol Pintar) dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau yang dihadiri sekitar 100 pewarta. Hadir pula Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Regional Sumatera dan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) KLHK.

Topik:

  • Ezri T Suro

Berita Terkini Lainnya