Penegakan Hukum Multidoor Karhutla Diterapkan Pemerintah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times. Selama periode 3 Agustus–15 Agustus 2019, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK menyegel 19 lahan terbakar seluas 2.209 Ha di 4 provinsi. Selain itu, 110 surat peringatan dikirimkan dan 26 surat peringatan dalam pengiriman kepada pemilik lahan konsesi yang arealnya terindikasi kebakaran. Kegiatan penyegelan dan pengiriman surat peringatan merupakan bagian dari penegakan hukum kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Sejak awal pemerintah serius dalam menangani kebakaran hutan dan lahan ini, baik dalam langkah pencegahan maupun penegakan hukum. Kami akan mendorong penerapan hukum multidoor pada kasus ini. Penyelidikan dilakukan bersama dengan penyidik PNS dan penyidik kepolisian. Setidaknya ada tiga peraturan perundangan yang diterapkan, yaitu UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, dan UU No. 18/2004 Tentang Perkebunan,” ujar Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani saat Media Briefing di Jakarta, Jumat (16/08).
Rasio Ridho menjelaskan, penerapan multiinstrumen tersebut meliputi aspek pidana, perdata, dan administratif. Pelanggaran secara pidana terancam sanksi berupa penjara, denda, dan perampasan keuntungan. Adapun secara perdata, pelaku dapat dikenakan sanksi ganti rugi dan pemulihan areal yang terbakar. Dari aspek administratif, penegak hukum dapat menerapkan sanksi berupa paksaan pemerintah, pembekuan, atau bahkan pencabutan izin.
1. Pemantauan data titik panas juga dilakukan dengan intensif sejak Februari
Sejak Februari 2019, Ditjen Penegakan Hukum LHK juga memantau intensif data hotspot (titik panas) dengan tingkat kepercayaan >80 persen. Untuk memastikan apakah terjadi kebakaran pada hotspot tersebut, diperlukan pengawasan dan pengecekan lapangan. Selanjutnya, data tersebut dilakukan overlay (tumpang susun) dengan data kawasan hutan dan lahan gambut, serta izin pelepasan, izin konsesi, dan Hak Guna Usaha (HGU) guna mengetahui entitas lahan yang terbakar.
Secara umum, menurut Rasio Ridho, penyebab karhutla karena sebagian besar ulah manusia, meskipun tetap ada peluang akibat cuaca dan kerusakan ekosistem. “Alasan kenapa manusia melakukannya juga bermacam-macam. Ada karena tidak tahu atau iseng kemudian terbakar. Kemudian ada juga moral hazard, dilihat bahwa pengawasannya lemah, maka dia melakukan pembakaran. Selanjutnya, yang paling penting ialah mens rea, yaitu ada orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan finansial dari karhutla ini, khususnya land clearing. Oleh karena itu, kami lakukan penegakan hukum,” tutur Rasio.
2. Berbagai upaya pencegahan dan pengendalian karhutla mengimplementasikan arahan Presiden RI Jokowi
Pada kesempatan yang sama, Plt Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Raffles B Panjaitan menyampaikan berbagai upaya pencegahan dan pengendalian karhutla tersebut merupakan implementasi arahan Presiden RI Joko Widodo saat Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2019 di Istana Negara beberapa waktu lalu.
3. Empat atensi Presiden pada penanganan karhutla
Terdapat empat atensi Presiden yang disampaikan kepada peserta rakornas karhutla 2019 di Istana Negara tersebut. Pertama, memprioritaskan pencegahan melalui patroli dan deteksi dini. Kedua, penataan ekosistem gambut agar gambut tetap basah dan membuat embung tahan yang tidak mengering saat kemarau. Ketiga, sesegera mungkin memadamkan bila ada api dan sebelum api membesar. Keempat, langkah penegakan hukum yang sudah baik dan terus ditingkatkan serta konsisten.
Dalam media briefing tersebut, turut hadir Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administrasi Sugeng Priyanto, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penegakan Hukum Pidana Yazid Nurhuda, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Djati Witjaksono Hadi, dan wakil dari Bareskrim.