Terbukti Berhasil, Kebijakan Wajib Tanam Bawang Putih Dilanjutkan

Kementan terus berupaya menggenjot produksi bawang putih

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan kebijakan wajib tanam dan memproduksi bawang putih sebanyak 5 persen dari pengajuan impor akan terus dilanjutkan dan disempurnakan. Kebijakan tersebut diyakini bukanlah penyebab atau pemicu kenaikan harga salah satu bumbu dapur tersebut di tingkat konsumen beberapa waktu lalu.

Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura, Moh Ismail Wahab menjelaskan bahwa sampai  2021, pemerintah memproyeksikan pasokan bawang putih konsumsi dalam negeri mengandalkan impor. Sementara itu, produksi dalam negeri difokuskan untuk memenuhi kebutuhan benih tanam.

"Tahun 2019 ini saja, Kementan terus berupaya menggenjot produksi bawang putih lokal di lebih dari 100 kabupaten seluruh Indonesia melalui dana APBN," tutur Ismail di Jakarta, Senin (17/6).

Wajib tanam importir digadang-gadang menjadi pendukungnya. Meski dalam pelaksanaannya diwarnai berbagai kekurangan, program wajib tanam ini terbukti mencatatkan berbagai keberhasilan, seperti dilansir data BPS tentang kenaikan luas panen 250 persen dan produksi 200 persen tahun 2018 dibanding tahun sebelumnya.

"Wajib tanam importir hanyalah salah satu pendekatan yang dilakukan pemerintah guna mendukung pencapaian target swasembada selain melalui dana APBN," tutur Ismail.

"Pelibatan importir dalam proses wajib tanam, dimaksudkan agar tumbuh kepedulian dan komitmen kebersamaan dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional khususnya bawang putih," imbuh dia.

1. Stok bawang putih masih mencukupi

Terbukti Berhasil, Kebijakan Wajib Tanam Bawang Putih Dilanjutkandraxe.com

Menurut Ismail, hingga saat ini mekanisme penerbitan rekomendasi impor oleh Kementan dan Persetujuan Impor oleh Kementerian Perdagangan diklaim berjalan sesuai koridor aturan. Pihaknya membantah ada upaya kesengajaan menciptakan kelangkaan pasokan pada bulan-bulan tertentu sehingga memicu lonjakan harga, seperti yang terjadi beberapa pekan menjelang Ramadan 2019.

"Berdasarkan data BPS 2018, realisasi impor bawang putih periode November/Desember 2018 mencapai 227,6 ribu ton. Kebutuhan nasional kita rata-rata sekitar 40 ribu ton sebulan, sehingga diperkirakan stok carry over masih mencukupi sampai dengan April 2019," ujar Ismail.

Tentunya, Ismail melanjutkan, tanpa menafikan faktor susut bobot selama penyimpanan. Kenyataannya tren kenaikan harga sudah mulai sejak Februari/Maret 2019.

"Bisa jadi ada pihak-pihak yang sengaja menggunakan isu penerbitan RIPH dan SPI untuk memengaruhi psikologi pasar," tuturnya.

2. Kebijakan importasi bawang putih nasional selama tujuh tahun terakhir mengalami dinamika

Terbukti Berhasil, Kebijakan Wajib Tanam Bawang Putih DilanjutkanUnsplash.com/chuttersnap

Ismail mengakui bahwa kebijakan importasi bawang putih nasional selama tujuh tahun terakhir mengalami dinamika. Sejak 2013 hingga 2017, bawang putih diatur dalam RIPH tanpa wajib tanam. Dampaknya, importir leluasa menguasai pasar bawang putih impor, bahkan bisa mencapai 96 persen lebih.

Lebih lanjut Ismail menegaskan, baru tahun 2017 lalu, seiring dengan pencanangan program swasembada oleh Menteri Pertanian, ditambahkan aturan wajib tanam bagi importir bawang putih. Tentu di antara sekian banyak importir penyikapan terhadap kebijakan tersebut berbeda-beda.

"Ada yang mendukung, ada yang biasa-biasa saja, ada pula yang justru melawan. Ini yang perlu juga dicermati bersama," ungkap Ismail tanpa merinci siapa saja yang dimaksud.

3. Pemerintah tidak menutup mata adanya kekurangan dalam pelaksanaan kebijakan wajib tanam tersebut

Terbukti Berhasil, Kebijakan Wajib Tanam Bawang Putih DilanjutkanIDN Times/Kementan

Ismail pun menjelaskan besaran wajib tanam RIPH tidak bisa mengacu kepada SPI. Proses RIPH lebih awal dibanding SPI karena wajib tanam ini lebih dimaksudkan untuk mewujudkan komitmen mendukung swasembada, dan bukan sekadar syarat memperoleh SPI.

"Sehingga, filosofi wajib tanam 5 persen itu berbeda dengan usulan kebijakan tarif dan CSR. Wajib tanam diarahkan untuk membangun kemitraan, sehingga sejak awal sudah didesain dan dibangun model komprehensif bawang putih lokal, mulai dari proses budi daya panen, kemitraan, gudang, distribusi, hingga pasarnya," tutur Ismail.

"Artinya, importir benar-benar diajak terlibat langsung dan menyelami ruh dari rantai agribisnis bawang putih lokal," tutur dia.

Ismail pun mengakui bahwa pemerintah tidak menutup mata adanya kekurangan dalam pelaksanaan kebijakan wajib tanam ini. Bayangkan, sejak 1996 sampai 2017 bawang putih lokal nyaris hilang dan petani-petani lama sudah banyak yang meninggal serta riset bawang putih nyaris stagnan.

"Pun Lahan sudah berubah peruntukan. Iklim juga mengalami pergeseran. Benih lokal awalnya juga sangat terbatas. Kita sudah petakan itu semua. Evaluasi dan pembenahan terus dilakukan bersama semua pihak terkait. Tentu berlaku mekanisme reward and punishment dalam proses ini," kata Ismail.

4. Sanksi bagi importir nakal

Terbukti Berhasil, Kebijakan Wajib Tanam Bawang Putih DilanjutkanIDN Times/Toni Kamajaya

Ismail menuturkan, hingga saat ini Kementan mengantongi daftar hitam setidaknya 38 importir bawang putih yang tidak patuh aturan wajib tanam dari total 81 importir penerima RIPH 2017 lalu, dan 15 importir bermasalah terkait importasi produk hortikultura. Artinya, untuk RIPH 2017 lebih banyak importir yang patuh wajib tanam dibanding yang tidak. Importir yang serius dan rajin tanam nyatanya bisa berhasil.

"Sementara bagi yang ogah-ogahan dan sengaja lari dari kewajiban, ya tidak dapat apa-apa," tutur Ismail.

Oleh karena itu, Ismail tidak menampik kemungkinan jumlah daftar hitam akan terus bertambah, seiring proses evaluasi wajib tanam RIPH 2018 dan 2019. Pihaknya melibatkan Inspektorat, KPK, Satgas Pangan, KPPU, DPR dan pihak-pihak lain dalam proses evaluasinya.

"Tentu saja importir dan stakeholder lain juga kita ajak komunikasi," katanya.

5. Semua pihak diharapkan bahu-membahu menyukseskan agenda kedaulatan pangan nasional termasuk bawang putih

Terbukti Berhasil, Kebijakan Wajib Tanam Bawang Putih DilanjutkanANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

Dari data yang dihimpun pihaknya, rata-rata produktivitas bawang putih lokal nasional baru mencapai 8 ton per hektar. Namun, di beberapa daerah seperti Sembalun bisa mencapai 12 ton hingga 18 ton per hektar. Bahkan ada yang di atas 20 ton seperti yang dihasilkan petani Karanganyar.

"Tentu kita akui angka provitas kita masih lebih rendah dari China, tapi soal aroma rasa, kita masih jagonya," ujar Ismail.

Ismail mengatakan, ke depan pihaknya berharap semua pihak bahu-membahu menyukseskan agenda kedaulatan pangan nasional termasuk bawang putih. Persoalan bawang putih dinilainya melibatkan banyak faktor kompleks mulai dari budi daya, regulasi impor, distribusi, tata niaga, pengawasan, hingga penegakan hukum.

"Kita harapkan institusi pengawasan maupun instansi terkait bisa lebih berimbang dan objektif dalam melaksanakan peran dan fungsinya mengawal bawang putih nasional," tuturnya.

Topik:

  • Ezri T Suro

Berita Terkini Lainnya