Presiden Afsel Kritik Akses Vaksin COVID-19 yang Tak Merata

Negara kecil dan berkembang kalah bersaing dari negara maju

Johannesburg, IDN Times - Fakta bahwa banyak negara maju telah mengamankan persediaan vaksin COVID-19 banyak mendapat kritik. Salah satunya dari Presiden Afrika Selatan (Afsel), Cyril Ramaphosa.

Berbicara dalam pertemuan World Economic Forum (WEF) yang diadakan secara daring pada Selasa (26/1/2021), ia mendesak "negara-negara dunia pertama" agar tidak menimbun vaksin. Kalaupun persediaannya ternyata melampaui target penduduk, Cyril meminta dosis-dosis vaksin berlebih dikirim ke negara yang lebih butuh.

"Negara-negara kaya membeli vaksin dalam jumlah besar. Beberapa negara bahkan membeli dosis vaksin empat kali lipat lebih banyak dari kebutuhan warganya (sehingga) itu mengurangi jatah vaksin bagi negara lain," ungkap Cyril seperti dikutip dari Washington Post.

1. Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, meminta kelebihan dosis vaksin pesanan negara-negara maju agar diberi ke negara yang lebih butuh

Presiden Afsel Kritik Akses Vaksin COVID-19 yang Tak MerataPresiden Afrika Selatan dan Ketua Uni Afrika, Cyril Ramaphosa, sedang berbicara dalam rapat virtual dengan pemimpin negara-negara anggota Uni Afrika pada November 2020. (Facebook.com/Cyril Ramaphosa)

Berdasarkan data Center for Systems Science and Engineering (CSSE) Johns Hopkins University, per Selasa 26 Januari 2021 tercatat terdapat 1,4 juta kasus positif di Afrika Selatan. Dengan angka kematian telah melewati 41 ribu jiwa.

Jumlah kasus positif Afsel sendiri menyumbang 41,1 persen dari total kasus di seluruh Afrika. Sebanyak 3,4 juta orang di benua tersebut telah tertular COVID-19, 86 ribu di antaranya meninggal dunia.

Dilansir oleh The Guardian, pemerintah Afrika Selatan telah berupaya keras untuk mengamankan persediaan vaksin. Mereka bahkan disebut telah membayar vaksin buatan AstraZeneca-Oxford dengan harga 2,5 kali lipat dibanding pihak Uni Eropa. Sebanyak 1,5 juta dosis vaksin yang dibuat di India juga dijadwalkan tiba di Afsel pada Januari dan Februari ini.

2. Saat Afsel baru memesan 1,5 juta vaksin, Inggris sedang menunggu kedatangan 367 juta dosis vaksin dari tujuh perusahaan farmasi

Presiden Afsel Kritik Akses Vaksin COVID-19 yang Tak MerataPerdana Menteri Inggris, Boris Johnson, saat berbicara dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen melalui sambungan telepon pada 8 Desember 2020. (Facebook.com/Boris Johnson)

Menilik angka, 1,5 juta vaksin pesanan Afsel yang memiliki populasi 57,7 juta jiwa, masih sangat kecil. Contohnya Inggris, negara dengan jumlah penduduk mencapai 67 juta jiwa, menurut laporan BBC telah memesan sebanyak 367 juta dosis vaksin dari tujuh perusahaan farmasi berbeda.

Antara lain AstraZeneca-Oxford (100 juta dosis), Valneva (60 juta), Novavax (60 juta), GlaxoSmithKline (60 juta), Pfizer-BioNTech (40 juta), Janssen (30 juta) dan Moderna (17 juta).

Sementara itu Uni Eropa telah mengamankan kontrak pemesanan 2,3 miliar dosis vaksin, untuk 450 juta warga Eropa, dari enam perusahaan farmasi berbeda. Program vaksinasi di Inggris telah dilakukan sejak 8 Desember 2020, sementara Uni Eropa pada 27 Desember 2020.

Uni Afrika sendiri baru mengumumkan pemesanan 270 dosis vaksin, dari tiga perusahaan, untuk 1,2 miliar penduduk benua tersebut pada 14 Januari 2021. Sebanyak 50 juta dosis di antaranya diperkirakan sudah tersedia pada April hingga Juli mendatang.

Baca Juga: Fauci: Efikasi Vaksin Berkurang Terhadap Corona Varian Afrika Selatan

3. Menurut Ramaphosa, diperlukan kerjasama dengan semua negara untuk urusan akses vaksin agar pandemi bisa selesai

Presiden Afsel Kritik Akses Vaksin COVID-19 yang Tak MerataIlustrasi vaksin, medis. (Unsplash.com/Steven Cornfield)

Berangkat dari fakta-fakta tersebut, Ramaphosa kembali mengingatkan pentingnya distribusi vaksin yang merata. Sehingga negara-negara kecil, berkembang dan maju bisa bersama-sama menuntaskan pandemi.

"Mengakhiri pandemi di seluruh dunia membutuhkan kolaborasi yang lebih besar utamanya dalam mengakses vaksin. Ini demi memastikan bahwa tidak ada negara yang tertinggal dalam upaya tersebut," ujar sosok yang juga menjabat Ketua Uni Afrika tersebut di hadapan peserta WEF.

Kabar terbaru, pemerintah Afrika Selatan telah menyetujui penggunaan vaksin buatan AstraZeneca pada hari Rabu (27/1/2021). Sementara itu dua perusahaan lainnya, Johnson & Johnson serta Pfizer, masih dalam tahap peninjauan.

"Mengenai vaksin AstraZeneca, vaksin tersebut telah diberikan persetujuan penggunaan darurat dan akan ada konferensi pers dengan Menteri Kesehatan mengenai ini nanti," kata Helen Rees, Ketua Otoritas Produk Kesehatan Afrika Selatan (SAHPRA), seperti dikutip dari Reuters.

Baca Juga: Fauci: Efikasi Vaksin Berkurang Terhadap Corona Varian Afrika Selatan

Achmad Hidayat Alsair Photo Verified Writer Achmad Hidayat Alsair

Separuh penulis, separuh orang-orangan sawah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya