Rwanda Resmi Peringati 25 Tahun Peristiwa Genosida

Salah satu episode kelam dalam sejarah benua Afrika

Rwanda resmi memulai pekan peringatan genosida pada hari Minggu (7/4/2019) kemarin. Selama seminggu penuh, masyarakat negeri bekas koloni Prancis tersebut akan mengenang kembali salah satu episode kelam dalam sejarah Afrika. Tepat 25 tahun silam, konflik sektarian dibumbui politik berujung pada pembersihan etnis minoritas Tutsi oleh orang Hutu. Sebanyak 800 ribu orang meregang nyawa hanya dalam waktu tiga bulan.

BBC melansir upacara penanda dimulainya pekan peringatan berlangsung di tugu memorial Gisozi, situs kuburan massal di mana jasad lebih dari 150 orang korban genosida dikebumikan. Lalu pada malam harinya, sebanyak 2.000 orang termasuk Presiden Rwanda Paul Kagame memenuhi Stadion Amahoro, di ibu kota Kigali. Dengan nyala lilin di tangan, para undangan dan masyarakat yang hadir diajak kembali mengenang peristiwa pahit tersebut.

1. Paul Kagame (Tengah), Presiden Rwanda, saat menyalakan obor peringatan 25 tahun genosida pada Minggu (7/4/2019)

Rwanda Resmi Peringati 25 Tahun Peristiwa GenosidaReuters

"Tidak ada cara untuk memahami kesepian dan kemarahan para penyintas sepenuhnya. Namun, kami berulang kali telah meminta mereka agar membuang segala ego yang tak perlu demi memberi nyawa baru bagi kehidupan bangsa kita. Tidak ada tempat untuk segala ledakan kemarahan," papar Kagame, dalam pidato peringatan yang disiarkan secara langsung ke seluruh negeri.

"Kita jauh lebih baik daripada orang-orang Rwanda terdahulu. Tapi kita bisa lebih baik lagi. Kami adalah golongan terakhir di dunia yang harus menyerah pada segala hasrat pembalasan," lanjut sosok yang sudah memimpin Rwanda sejak tahun 2000. Dalam acara tersebut, turut hadir Gubernur Jenderal Kanada Julie Payette, Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker, serta Perdana Menteri Belgia Charles Michel.

"Mengingat itu perlu karena berkat mengenang apa yang terjadi, kita dapat memastikan jika hal itu takkan terjadi lagi," ujar Olive Muhorakeye, 26 tahun, salah satu yang selamat dari genosida kepada Reuters.

Baca Juga: Empat Kuburan Masal Korban Genosida Ditemukan di Rwanda

2. Puluhan ribu orang Tutsi terpaksa mengungsi ke Tanzania waktu itu demi keselamatan

Rwanda Resmi Peringati 25 Tahun Peristiwa GenosidaReuters/Jeremiah Kamau

Genosida Rwanda dimulai pada 6 April 1994, saat pesawat yang ditumpangi Presiden Juvenal Habyarimana dan Presiden Burundi kala itu Cyprien Ntaryamira (keduanya dari suku Hutu) ditembak jatuh kala baru saja muncul di langit ibu kota Kigali. Nahas, keduanya meregang nyawa. Hingga detik ini, pelaku penembakan tak pernah diketahui.

Disulut oleh segala prasangka etnis warisan pemerintahan kolonial Belgia, tentara pemerintah dan organisasi paramiliter etnis Hutu, dalam tempo singkat langsung mengatur rencana membersihkan kaum minoritas Tutsi. Selama 100 hari berikutnya, seluruh desa di seluruh penjuru negeri berubah menjadi ladang pembantaian.

3. Hingga saat ini, pemerintah Rwanda dibantu Mahkamah Internasional masih memburu para pelaku genosida

Rwanda Resmi Peringati 25 Tahun Peristiwa GenosidaReuters/Corinne Dufka

Hidup harmonis sirna dalam semalam. Siaran radio pun dipenuhi propaganda kebencian. Saling serang antar tetangga pun terjadi. Pria, wanita dan anak-anak diburu untuk dieksekusi. Ada yang dibakar hidup-hidup, dipukuli hingga ditembak. Data tak resmi menyebut jika 10.000 orang terbunuh setiap harinya. Sebanyak 70 persen populasi minoritas Tutsi lenyap, atau lebih 10 persen dari total populasi Rwanda kala itu.

Tak banyak yang bisa dilakukan masyarakat internasional dalam menghentikan genosida. Pasukan keamanan PBB dan militer Belgia memang ada di Rwanda kala itu, namun Dewan Keamanan tak diberi mandat untuk bertindak. Ironisnya, mereka bahkan ditarik keluar. Genosida baru berakhir pada Juli 1994, ketika Front Patriotik Rwanda (RPF), pasukan pemberontak etnis Tutsi yang dipimpin oleh Kagame, datang melakukan perlawanan.

4. Salah satu sudut pemakaman massal Gisozi, salah satu situs di mana puluhan ribu korban genosida dikebumikan

Rwanda Resmi Peringati 25 Tahun Peristiwa GenosidaReuters/Baz Ratner

Belajar dari pengalaman, pemerintahan Rwanda kini menyatakan jika dialog atas nama etnis adalah tindakan ilegal. Kendati demikian, oposisi berujar jika kendali ketat atas media dan ruang diskusi juga digunakan untuk meredam kebebasan berpendapat.

"Partai yang berkuasa mengadopsi kediktatoran sejak penghentian genosida demi melindungi kedaulatan nasional. Tetapi saya merasa itu harus berakhir sekarang," kata tokoh oposisi Rwanda, Victoire Ingabire, saat diwawancarai oleh Reuters.

Di Pemilu terakhir pada tahun 2017, Kagame sukses meraup nyaris 99 persen suara dari  96 persen jumlah pemilih yang terdata. Sudah bertahun-tahun ia menolak disebut pemimpin otoriter. Dirinya acap kali berkilah jika kondisi stabil bakal berujung pada pertumbuhan ekonomi dan perdamaian.

Baca Juga: Banyak Hakim Perancis Hentikan Penyelidikan Kasus Genosida di Rwanda

Achmad Hidayat Alsair Photo Verified Writer Achmad Hidayat Alsair

Separuh penulis, separuh orang-orangan sawah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Indra Zakaria

Berita Terkini Lainnya