Mampukah Suara Indonesia dan OKI Hentikan Konflik Palestina-Israel?

Beberapa usulan telah disampaikan oleh pemerintah Indonesia

Jakarta, IDN Times - Korban jiwa akibat konflik Palestina dengan Israel terus berjatuhan. Sejumlah negara dan organisasi internasional pun mulai melancarkan upaya untuk mendesak penghentian konflik tersebut.

Salah satu organisasi yang aktif dalam penanganan konflik ini adalah Organization of Islamic Cooperation (OIC) atau Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang merupakan organisasi internasional dengan 57 negara anggota dengan perwakilan tetap di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sebagai salah satu negara anggota OKI, Indonesia juga turut memberikan dukungan untuk mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk meredakan ketegangan di Palestina.

Namun, upaya tersebut tidak mudah meskipun beberapa usulan sudah diberikan pemerintah Indonesia, melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dalam pertemuan dengan OKI.

Maka itu, dibutuhkan adanya kekuatan bersama dari seluruh negara dan organisasi internasional untuk menghentikan konflik Palestina-Istrael. Lantas, apakah upaya Indonesia dan negara-negara lain akan berhasil mendamaikan konflik di Gaza?

Baca Juga: Jadi Perhatian Dunia, Begini Awal Konflik Israel-Palestina

1. Upaya pemerintah Indonesia dan negara lainnya untuk hentikan konflik Palestina-Israel

Mampukah Suara Indonesia dan OKI Hentikan Konflik Palestina-Israel?Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menlu Palestina Riad Malki. (Dok. Kementerian Luar Negeri)

Pemerintah Indonesia melakukan pertemuan dengan OKI pada Minggu (16/5/2021) untuk membahas agresi militer Israel ke Palestina. Melalui pertemuan yang dihadiri 16 menteri dan wakil menteri luar negeri tersebut, pemerintah Indonesia memberikan tiga usulan untuk OKI. 

Pertama, Indonesia menyerukan persatuan antara negara anggota OKI mengenai masalah ini. Lalu, berupaya membuat gencatan senjata dan membantu kemerdekaan bangsa Palestina. Dari ketiga usulan tersebut, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi mengeluarkan pernyataan bersama atau joint statement dengan Malaysia dan Brunei Darussalam pada Sabtu (16/5/2021) malam tersebut.

Pernyataan yang kemudian dipublikasikan melalui Twitter Presiden RI itu, menyatakan komitmen untuk mengamankan solusi dua negara atau two-state solution Palestina bisa berdiri sebagai sebuah negara yang merdeka.

2. Pernyataan dukungan dari Indonesia dan negara-negara lain berdampak psikologis ke Palestina

Mampukah Suara Indonesia dan OKI Hentikan Konflik Palestina-Israel?Gerakan demonstran Palestina yang terluka saat ia dievakuasi selama bentrokan dengan pasukan Israel pada protes atas ketegangan di Yerusalem dan eskalasi Israel-Gaza, dekat pos pemeriksaan Hawara di dekat Nablus di West Bank yang diduduki Israel, Jumat (14/5/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Raneen Sawafta.

Namun, seluruh upaya keras yang dilakukan negara-negara ini, tidak dengan mudahnya berdampak pada konflik Israel-Palestina. Duta Besar Indonesia di Lebanon, Hajriyanto Y Thohari pernyataan dukungan hanya dapat memberi pengaruh secara psikologis.

“Membesarkan hati, semangat, dan gairah perjuangan bangsa Palestina,” ujar Hajriyanto dalam program Ambassador's Talk by IDN Times, Selasa (18/5/2021).

Serangan Israel terhadap Palestina tentunya memicu kegeraman banyak negara. Di wilayah Timur Tengah, Lebanon salah satunya.

Baca Juga: Konflik Israel-Palestina, MUI Siap Kirimkan Surat ke Joe Biden

3. Akumulasi kekecewaan masa lalu

Mampukah Suara Indonesia dan OKI Hentikan Konflik Palestina-Israel?ANTARA FOTO/REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa

Tidak dimungkiri konflik Palestina-Israel sekarang ini menjadi sedemikian besarnya seiring berjalannya waktu, padahal seperti yang diketahui konflik tak berkesudahan ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu. 

Hajriyanto berpendapat konflik ini bisa menjadi besar karena adanya akumulasi kekecewaan, kemarahan, dan kegeraman yang terjadi pada lima tahun terakhir ini. Dimulai sejak 2016, ketika Israel menyatakan keinginannya atau ambisinya untuk menjadi Yerusalem sebagai ibu kota Israel. 

Lalu, pada 2017, keinginan dan mimpi Israel diwujudkan Amerika Serikat dengan diumumkannya Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh Presiden Donald Trump. Selain itu, turut dilakukan pemindahan Kedutaan Besar Amerika juga dilakukan ke Yerusalem dari Tel Aviv. Bahkan, hal tersebut juga diresmikan oleh anak-anak menantunya, Jared Kushner, Mantan Penasihat Senior Presiden Amerika Serikat.

Tak hanya itu, pada 2018, Amerika juga mengajukan proposal perdamaian yang diberi judul “Peace to Prosperity: A Vision to Improve the Lives of the Palestinian and Israeli People” atau yang lebih dikenal dengan “Deal of The Century”. Dalam pasal kedua dan kelimanya, menegaskan posisi Kota Yerusalem. 

"Pada intinya, terdapat akumulasi persoalan kekecewaan, kemarahan, kegeraman, kemudian merasa ditinggalkan, dan saat ini dijahili di Al-Quds waktu bulan Ramadan, serta gempuran kepada Gaza, membuat reaksi masyarakat Timur Tengah dan internasional menjadi keras terhadap Israel," kata Hajriyanto.

Baca Juga: Memahami Two-State Solution, Solusi Israel-Palestina yang Sulit Diraih

Topik:

  • Rochmanudin
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya