Rezim Baru Taliban Yakinkan AS Misi Evakuasi Lanjutan Berjalan Aman
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Pejabat Washington menyampaikan, pemerintahan baru Taliban telah menyetujui misi evakuasi sekitar 200 warga Amerika Serikat (AS) dan orang asing lainnya yang masih berada di Afghanistan. Mereka akan meninggalkan Afghanistan pada Kamis (9/9/2021) dengan penerbangan sewaan dari Bandara Hamid Karzai, Kabul.
Dilansir dari Reuters, keberangkatan itu akan menjadi penerbangan internasional pertama yang lepas landas dari Bandara Kabul, sejak Taliban mengambil alih pemerintahan pada pertengahan Agustus. Sebelumnya, AS beserta koalisinya telah mengangkut lebih dari 124 ribu orang asing dan warga Afghanistan untuk dievakuasi.
Keputusan itu diambil dua hari setelah Taliban mengumumkan pemerintahan sementara, yang sebagian besar terdiri dari etnis Pashtun dan memiliki rekam jejak yang kurang baik di mata Barat. Hal itu menjadi indikasi awal hancurnya harapan komunitas internasional terhadap janji reformasi Taliban, untuk membentuk pemerintahan yang inklusif dan moderat.
Baca Juga: Kisah Warga Afghanistan yang Gaji dan Masa Depannya Direnggut Taliban
1. Blinken bantah Taliban tidak kooperatif dalam misi evakuasi
Pejabat yang berbicara dengan syarat anonim itu belum bisa memastikan, apakah warga yang dievakuasi adalah mereka yang terdampar selama berhari-hari di kota Mazar-i-Sharif, Afghanistan utara.
Sebelumnya, beredar informasi bahwa Taliban menjadikan mereka sebagai sandera. Namun, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menampik kabar tersebut dan memastikan kendala evakuasi adalah permasalahan teknis.
Di antara penyebab keterlambatan evakuasi adalah tidak adanya personel militer di darat yang mengurusi perizinan dan Gedung Putih belum mendapat pesawaat sewaan.
Pejabat itu juga memberi tahu bila Taliban mendapat tekanan, agar mengizinkan misi evakuasi, dari Perwakilan Khusus AS Zalmay Khalilzad.
Baca Juga: AS Sebut Banyak Pejabat Kabinet Taliban yang Masuk Daftar Hitam
2. Warga Afghanistan juga ingin lari dari rezim Taliban
Selain warga asing, ribuan warga Afghanistan juga berharap bisa melarikan diri dari rezim Taliban. Kabarnya, mereka yang terjebak di Mazar-i-Sharif adalah warga yang nekat melarikan diri ke bandara kota tersebut melewati pos-pos pemeriksaan Taliban.
Editor’s picks
"Mereka adalah orang-orang dari lembaga bantuan, orang-orang yang bekerja untuk perusahaan asing dan jurnalis, termasuk reporter perempuan yang mengalami percobaan pembunuhan," kata Nama Vanier dari perusahaan pengembangan dan penelitian Sayara, dikutip dari The Straits Times.
Vanier berhasil membantu 51 warga Afghanistan untuk menaiki pesawat dari Kabul. Menurut dia, jika AS mendukung misi evakuasi, maka Taliban akan bersikap akomodatif.
Usai pertemuan dengan pejabat tinggi Qatar, Blinken mengatakan bahwa mereka yang terjebak di Mazar-i-Sharif adalah orang-orang yang tidak memiliki dokumen perjalanan. Dia menegaskan bila Taliban tidak akan mengganggu evakuasi warga yang sudah memegang dokumen.
Eric Montalvo, mantan tentara AS dan pengacara yang terlibat dalam evakuasi, menuduh misi evakuasi lanjutan telah gagal karena AS tidak bisa menyediakan dokumen perjalanan.
Baca Juga: 8 Pemuka Taliban Masuk Dalam Pemerintahan Baru Afghanistan
3. Belum ada pengakuan terhadap pemerintahan baru Taliban
Pada Selasa (7/9/2021), Taliban telah mengumumkan sejumlah tokoh yang mengisi jabatan pemerintahan. Mohammad Hasan Akhund, mantan ajudan dan orang terdekat pendiri Taliban Mullah Omar, terpilih sebagai perdana menteri. Dia didampingi oleh Abdul Ghani Baradar sebagai deputi perdana menteri.
Sorotan komunitas internasional tertuju kepada Akhund dan Sirajuddin Haqqani selaku menteri dalam negeri. Keduanya masuk dalam catatan hitam negara-negara Barat dan Haqqani merupakan buronan paling dicari AS.
Obaidullah Baheer dari American University of Afghanistan menyampaikan, penunjukkan sosok lawas tidak akan membantu Taliban di tengah upaya mencari pengakuan internasional.
“(Taliban) tidak menghabiskan waktu untuk membahas atau menegosiasikan inklusivitas atau potensi pembagian kekuasaan dengan partai politik lain. (Taliban) justru menghabiskan waktu untuk membagi kue (baca: jabatan) di antara barisan mereka sendiri,” tutur Baheer, dikutip dari Al Jazeera.
Di sisi lain, juru bicara Gedung Putih Jen Psaki menegaskan, pemerintahan Biden tidak akan mengaui kabinet Taliban saat ini. Uni Eropa juga menyuarakan keberatannya atas penunjukan itu. Namun, mereka siap untuk melanjutkan misi kemanusiaan.
Arab Saudi berharap pemerintahan baru Afghanistan dapat mewujudkan keamanan, stabilitas, dan mencegah kebangkitan ekstremisme.
Baca Juga: Profil Mohammad Yaqoob, Putra Pendiri Taliban Jadi Menteri Pertahanan
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.