Status Darurat Myanmar Lanjut, Junta: Tak Sanggup Jalankan Konsensus

Status darurat kemungkinan akan berakhir pada Agustus 2023

Jakarta, IDN Times - Pemimpin junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, mengatakan tak sanggup untuk menerapkan lima poin konsensus ASEAN yang mencakup diakhirinya kekerasan dan dialog.

Menurutnya, Myanmar sedang berjibaku mengatasi tantangan pandemi virus COVID-19 sambil menghadapi kekerasan internal.

"Jadi sulit untuk mengimplementasikan konsensus ASEAN karena kurangnya stabilitas," kata Min Aung Hlaing dalam pidato yang disiarkan di media pemerintah, dilansir Reuters. Dia menambahkan bahwa konsensus dapat diimplementasikan hanya ketika situasinya "normal". 

Baca Juga: Myanmar Perpanjang Status Darurat hingga Februari 2023

1. Status keadaan darurat di Myanmar resmi diperpanjang

Status Darurat Myanmar Lanjut, Junta: Tak Sanggup Jalankan KonsensusIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Pimpinan junta Myanmar, Min Aung Hlaing, telah memenangkan persetujuan untuk memperpanjang keadaan darurat selama enam bulan lagi, media pemerintah melaporkan pada Senin (1/8/2022). Min Aung Hlaing meminta pemerintah yang dikuasai militer untuk mengizinkannya bertugas selama 6 bulan tambahan.

Anggota Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional junta Myanmar "dengan suara bulat mendukung proposal itu," katanya. Junta Myanmar pertama kali mengumumkan keadaan darurat setelah merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam sebuah kudeta pada Februari 2021 lalu.

Baca Juga: ASEAN Capai Konsensus soal Krisis Myanmar, Ini Respons Pemimpin Junta

2. Pemilu di Myanmar akan diadakan kembali pada pertengahan 2023 mendatang

Sebelumnya terdapat kabar bahwa pemilihan presiden Myanmar akan diadakan kembali. Di samping itu, keadaan darurat Myanmar kemungkinan baru bisa akan dicabut pada Agustus 2023 mendatang, dilansir The Hindustan Times

Militer Myanmar telah membenarkan perebutan kekuasaannya secara paksa dengan menuduh penipuan besar-besaran selama pemilu 2020 yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin oleh Suu Kyi. Pada 2021, militer Myanmar membatalkan hasil jajak pendapat dan mengklaim telah menemukan lebih dari 11 juta kasus penipuan pemilih.

Namun, pengamat internasional mengatakan pemungutan suara itu sebagian besar independen dan adil. Suu Kyi telah ditahan sejak kudeta dan menghadapi serangkaian dakwaan yang bisa membuatnya dipenjara selama lebih dari 150 tahun.

Baca Juga: Menlu Retno Minta Isu Myanmar Dibahas Khusus di ASEAN 

3. Junta Myanmar kewalahan mengelola negaranya

Status Darurat Myanmar Lanjut, Junta: Tak Sanggup Jalankan Konsensusilustrasi bendera Myanmar (pixabay.com/adamlapunik)

Militer Myanmar telah membunuh lebih dari 2.100 orang sejak kudeta, menurut Assistance Association, sebuah kelompok aktivis. Junta menolak laporan tersebut dan mengatakan jumlah korban seperti itu dilebih-lebihkan.

Konflik memang tak bisa terhindarkan karena berbagai kelompok masyarakat bersenjata bermunculan untuk menghadapi militer. Ada pula pemberontak etnis minoritas yang juga memerangi militer.

Junta telah menghadapi sanksi dari banyak negara Barat dan pekan lalu. Hal tersebut tak lepas dari eksekusi mati empat aktivis demokrasi yang dituduh melakukan "tindakan teror".

Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Myanmar akan tumbuh 3 persen pada 2022. Namun, pada 2021 Myanmar mengalami kontraksi 18 persen yang membuktikan pemerintahan junta kewalahan dalam mengelola negaranya. 

Anoraga Ilafi Photo Verified Writer Anoraga Ilafi

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya