Mesin Kapal Meledak, 45 Migran Asal Libya Meninggal di Tengah Laut

Berminggu-minggu berada di laut akibat ditutupnya pelabuhan

Zuwara, IDN Times -  Lebih dari 80 migran asal Libya ditemukan terombang-ambing di tengah perairan Libya dengan 45 diantaranya sudah tidak bernyawa. International Organization for Migration (IOM) and the UN's refugee agency (UNHCR) melaporkan bahwa pada Senin (17/07) lalu, kapal yang ditumpangi migran mengalami kerusakan dan menjadikan peristiwa ini sebagai insiden kapal rusak terburuk tahun ini. Independent memberitakan bahwa sebanyak 37 migran asal Senegal, Mali, Chad, dan Ghana berhasil diselamatkan oleh nelayan setempat.

Dua hari setelahnya, yakni pada Rabu (19/08) kemarin, otoritas Spanyol juga menemukan kapal di dekat Pulau Canaria. Pesawat mengidentifikasi kapal ini setelah adanya laporan mengenai hilangnya kapal yang berangkat dari Afrika ke Spanyol pada Sabtu (15/08) lalu. Dari 40 migran yang menumpangi kapal tersebut, 10 diantaranya ditemukan tewas. Tim penyelamat maritim asal Spanyol segera menuju lokasi untuk menyelamatkan migran tersebut.

1. Eropa turut membantu migrasi masyarakat Libya

Mesin Kapal Meledak, 45 Migran Asal Libya Meninggal di Tengah LautIOM membantu migran Libya yang akan dibawa kembali ke negaranya. Twitter.com/IOM_Libya.

Sejak tahun 2014, Uni Eropa telah menghabiskan 338 juta Euro atau sekitar Rp5 triliun untuk membantu masyarakat di Libya melarikan diri dari negaranya melalui PBB maupun organisasi non pemerintah. Biasanya, migran Libya akan melarikan diri ke Eropa melalui Italia maupun Malta. Baru-baru ini, kedua negara tersebut menutup perbatasan mereka karena tidak lagi aman akibat tingginya kasus COVID-19. Civil Liberties Committee Uni Eropa mengatakan bahwa hal ini membuat ratusan migran terapung di perairan selama berminggu-minggu, menunggu perbatasan dibuka kembali.

PBB menyatakan keprihatinannya dan mengkritisi negara-negara Eropa akan penurunan upaya mereka dalam menyelamatkan migran Libya. "Kami mendesak negara-negara untuk menanggapi insiden ini dan menyediakan pelabuhan untuk menyelamatkan orang-orang yang berada di laut", ucap perwakilan UNHCR dan IOM. Tidak hanya itu, UNHCR turut mengapresiasi negara yang masih membuka pintu untuk migran Libya walaupun sedang dilanda pandemi. "Pandemi seharusnya tidak menjadi alasan untuk menolak akses orang ke semua perlindungan internasional", tegas PBB seperti yang dilaporkan Sky News.

Baik UNHCR maupun IOM segera mengimbau peningkatan upaya penyelamatan dan pencarian migran Libya. Di tahun 2020 sendiri, tercatat sebanyak 302 orang telah meninggal di tengah perairan Mediterania, termasuk insiden yang baru terjadi beberapa hari lalu. IOM menyebutkan bahwa hal ini menjadikan total kematian sejak tahun 2014 mencapai 20.000 jiwa.

2. Pemerintah Libya memulangkan 7.000 migran kembali ke negaranya

Mesin Kapal Meledak, 45 Migran Asal Libya Meninggal di Tengah LautSebanyak 200 migran Libya dipulangkan oleh pemerintah pada 1 Agustus 2020. Twitter.com/IOM_Libya.

Libya telah menjadi medan pertempuran sejak pemimpin terakhir mereka, Muammar Gaddafi, ditemukan tewas dibunuh pada tahun 2011. Adanya kekosongan jabatan membuat militer ingin mengambil kontrol negara. Pemerintah yang didukung oleh PBB di Tripoli diketahui menolak mengandalkan berbagai kelompok bersenjata dan memilih untuk menggunakan kekuatannya sendiri untuk melawan oposisi di timur Libya yang dipimpin oleh Khalifa Haftar. Walaupun didukung oleh PBB, diketahui bahwa pemerintah di Tripoli tidak mengenali UNHCR, organisasi dibawah naungan PBB.

Konflik internal berkepanjangan juga diikuti dengan serangkaian pelanggaran HAM seperti pemerasan maupun perdagangan manusia. PBB maupun organisasi non pemerintah lainnya mengaku bahwa Libya sulit untuk diajak bekerja sama untuk mengatasi hal ini. Pada tahun ini, pemerintah Libya diketahui turun tangan dan memulangkan kembali 7.000 migran ke tempat pengungsian yang dikenal penuh penyiksaan.

3. Adanya kerjasama antar penjaga migran dengan oknum perdagangan manusia

Mesin Kapal Meledak, 45 Migran Asal Libya Meninggal di Tengah LautAnggota IOM yang mendapatkan pelatihan untuk menangani kesehatan para migran di tengah pandemi. Twitter.com/IOM_Libya.

Stasiun berita BBC menerima bocoran surel yang ditujukkan untuk diplomat maupun pejabat di Uni Eropa mengenai kondisi pusat penahanan migran di Khoms. Surel tersebut membahas adanya penyiksaan terhadap migran, hilangnya migran, serta terjadinya kolusi diantara penjaga penjara dengan oknum perdagangan manusia. Isu ini kemudian dikonfirmasi oleh petinggi UNHCR yang mengatakan bahwa hal ini memang terjadi dan UNHCR melakukan registrasi terhadap migran untuk mencegah perdagangan manusia. Walaupun begitu, kondisi di lapangan tidak menunjukkan bahwa UNHCR melakukan proses registrasi.

Tidak hanya itu, audit keuangan UNHCR yang dipublikasikan pada Maret lalu menunjukkan adanya penyalahgunaan dana dan berbagai kegagalan instansi dalam menilai berapa banyak bantuan yang dibutuhkan serta kegagalan dalam memverifikasi pengirimannya. Anggaran sebesar 2,9 juta USD yang setara dengan Rp42 miliar juga terbukti tidak digunakan untuk membantu para migran. Dokumen yang diterima oleh BBC menunjukkan bahwa hal ini telah terjadi sejak tahun 2018.

Baca Juga: Rusia Kirim Lebih Banyak Peralatan Militer ke Libya, AS Meradang

Aviliani Vini Photo Verified Writer Aviliani Vini

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya