9/11: Psikolog yang Rancang Program Penyiksaan CIA Jadi Saksi Sidang

CIA menjadikan penyiksaan sebagai teknik interogasi

Guantanamo Bay, IDN Times - Dua psikolog Amerika Serikat yang merancang program Teknik Interogasi yang Disempurnakan (Enhanced Interrogation Techniques) akan menjadi saksi dalam sidang tentang peristiwa 9/11 pada Senin (20/1). Keduanya adalah James Mitchell dan Bruce Jessen yang dikenal sebagai otak di balik penggunaan waterboarding dan bentuk penyiksaan lain untuk menginterogasi tersangka teroris.

Dilansir dari NPR, Mitchell dan Jessen akan memberikan testimoni mereka di pengadilan militer Amerika Serikat yang berlokasi di Guantanamo Bay, Kuba. Ini merupakan pertama kalinya persidangan akan mengupas tentang seluk-beluk penyiksaan yang dijustifikasi berhasil membuat tersangka mengungkap informasi penting tentang Al Qaeda.

1. Keduanya mendapat untung besar dari teknik interogasi itu

9/11: Psikolog yang Rancang Program Penyiksaan CIA Jadi Saksi SidangIlustrasi cahaya untuk memperingati serangan 9/11 yang meruntuhkan gedung kembar World Trade Center di New York, Amerika Serikat. unsplash.com/Jason McCann

Nama Mitchell dan Jessen mengemuka di kalangan pejabat CIA usai serangan 11 September 2001. Mereka sebelumnya bekerja sebagai psikolog di Angkatan Udara Amerika Serikat dan pada 2002 ditugaskan oleh CIA untuk merancang dan mengawasi teknik interogasi tak berperikemanusiaan itu.

Menurut The Guardian, saat itu mereka menerima bayaran USD1.800 per hari (saat ini senilai Rp25 juta). Pada 2005, ketika program masih berlangsung, keduanya membuat sebuah perusahaan sendiri untuk melayani CIA di sejumlah 'situs hitam' atau fasilitas detensi rahasia. Sebelum kontrak dibekukan pada 2009, mereka sudah mengumpulkan bayaran sebesar USD81 juta (sekarang setara dengan Rp1,1 triliun).

2. Amnesty International meminta Amerika Serikat menghukum siapa pun yang terlibat dalam penyiksaan

9/11: Psikolog yang Rancang Program Penyiksaan CIA Jadi Saksi SidangIlustrasi 9/11 Memorial Museum di Manhattan, New York, Amerika Serikat. unsplash.com/Anthony Fomin

Para tersangka teroris yang ditahan CIA dengan bantuan Mitchell dan Jessen tak hanya jadi korban waterboarding atau pengguyuran air yang bisa membuat siapa pun kesulitan bernafas. Mereka juga mengurung target di dalam sebuah kotak kecil, memukuli dalam keadaan telanjang dengan kedua tangan dirantai ke atas, serta menyalakan musik dengan kencang dalam ruangan selama berjam-jam dengan tujuan membuat target tidak bisa tidur.

Dalam rilis pers pada 18 Januari 2020, Amnesty International mengingatkan bahwa bukan hanya CIA, Mitchell maupun Jessen yang terlibat dalam teknik tersebut, tapi juga pemerintah sejumlah negara Eropa yang mendukung "perang melawan teror" global oleh mantan Presiden George W. Bush.

"Amnesty berkali-kali mengatakan bahwa semua pejabat Amerika Serikat yang terlibat dalam penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap tahanan perang melawan teror harus dituntut pertanggungjawaban, dan semua tahanan di Guantanamo harus dibebaskan atau segera disidang di pengadilan federal Amerika Serikat," tulis Amnesty.

3. Para tersangka di pengadilan adalah empat teroris yang membantu merencanakan serangan 9/11

9/11: Psikolog yang Rancang Program Penyiksaan CIA Jadi Saksi SidangIlustrasi halaman depan sebuah harian Amerika Serikat usai peristiwa 9/11. unsplash.com/Aidan Bartos

Khalid Sheikh Mohammed menjadi satu lima tersangka yang ditahan karena tuduhan membantu merencanakan serangan 9/11. Menurut pengacaranya, kehadiran dua psikolog itu akan menjadi kesempatan khusus guna menuntut pertanggungjawaban pihak-pihak yang terlibat, termasuk CIA dan FBI.

Keterangan dua psikolog itu pun sempat dipertanyakan apakah sangat dibutuhkan. Amnesty International menilainya penting, apalagi mengingat pengadilan militer tersebut tidak sesuai dengan standar pengadilan yang adil menurut hukum internasional.

"'Pekerjaan' jahat dari dua psikolog itu secara dramatis menunjukkan kemunduran dalam perlawanan global melawan penyiksaan. Metode interogasi yang mereka unggulkan telah menimbulkan dampak berlipat di seluruh dunia," kata Julia Hall, pakar counter-terrorism Amnesty International, yang akan hadir di persidangan.

"Fakta bahwa mereka bersaksi dalam sidang sepenting ini memperlihatkan kegagalan CIA untuk mencabut pelanggaran HAM dari jantung program counter-terrorism mereka. Penyiksaan tak pernah bisa dijustifikasi dan siapa pun yang menggunakannya harus bertanggung jawab," ujar Hall, menambahkan bahwa Mitchell dan Jessen semestinya diberi hukuman.

Baca Juga: Menurut Ahli, 7 Hal Ini Membuat Seseorang Mengikuti Gerakan Terorisme

4. Mitchell dan Jessen pernah disidang di New York pada 2017

9/11: Psikolog yang Rancang Program Penyiksaan CIA Jadi Saksi SidangIlustrasi 9/11 Memorial Museum di Manhattan, New York, Amerika Serikat. unsplash.com/Aaron Lee

Dua psikolog itu tidak asing dengan pengadilan. Dikutip dari The New York Times, pada 2017 lalu keduanya digugat oleh American Civil Liberties Union (ACLU) dan firma hukum asal Newark, Gibbons, yang mewakili Mohamed Ben Soud, Suleiman Salim dan Gul Rahman.

Ketiganya ditahan oleh CIA di Afganistan dan menjadi subyek penyiksaan hingga mengalami trauma psikis dan luka fisik. Bahkan Gul Rahman tewas di fasilitas detensi, kemungkinan karena hipotermia. Namun, Mitchell dan Jessel akhirnya melenggang bebas setelah sepakat membayar kompensasi di luar pengadilan.

Baca Juga: Menurut Ahli, 7 Hal Ini Membuat Seseorang Mengikuti Gerakan Terorisme

Bianca Nazanin Photo Verified Writer Bianca Nazanin

typing...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya