Buntut Krisis Energi-Inflasi, PM Slovakia Diturunkan Parlemen 

Parlemen sampaikan mosi tidak percaya ke PM Heger

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Slovakia, Eduard Heger, resmi mundur dari jabatannya pada Kamis (15/12/2022). Ini diputuskan setelah popularitas koalisi Heger terus menurun akibat lonjakan inflasi dan krisis energi yang menghantui negaranya di tengah perang Rusia-Ukraina. 

Pada September lalu, Heger juga mengatakan bahwa kenaikan harga listrik akan melumpuhkan ekonomi Slovakia. Ucapan itu sebagai bentuk protes dan permintaan kepada Uni Eropa (UE) agar memberikan bantuan ke negaranya.  

1. Lebih dari 70 anggota parlemen menyetujui mosi tidak percaya

Mundurnya Eduard Heger ini setelah 78 dari 150 anggota parlemen menyetujui kemundurannya sebagai perdana menteri. Padahal, untuk melengserkan Heger dan jajarannya hanya dibutuhkan 76 suara di parlemen. 

Penyebab utama jatuhnya Heger dari kursi kepemimpinan di Slovakia karena mundurnya partai SaS (Freedom and Solidarity) pada musim panas lalu. Alhasil, koalisinya mengecil dan otomatis pemerintahannya menjadi minoritas di Slovakia. 

Sedangkan, upaya mosi tidak percaya kali ini diajukan oleh partai SaS yang menuding pemerintah telah melakukan korupsi dan gagal membantu rakyat menghadapi kenaikan harga energi. 

"Selama setengah tahun kami melihat kekacauan dan gaya kepemimpinan yang tidak dapat diterima. Pemerintah ini tidak pantas mendapatkan kepercayaan," tutur kepala partai SaS, Richard Sulik, dilaporkan DW.

Baca Juga: Pria Ini Tembaki Bar Tempat Nongkrongnya LGBT Slovakia

2. Terdapat tiga opsi yang dilakukan pemerintah Slovakia

Setelah ini, Slovakia punya tiga pilihan untuk menghindari kekosongan pemerintahan. Pilihan itu adalah mengadakan pemilu lebih awal, penunjukkan pemimpin sementara oleh Presiden Zuzana Caputova, atau pembentukan koalisi baru dari parlemen saat ini. 

Dilaporkan Politico, Heger dipandang sebagai sosok yang tidak bersalah akibat ketidakstabilan pemerintahan Slovakia. Hilangnya kepercayaan kepada Heger tidak lepas dari pendahulunya sekaligus pemimpin partai konservatif, Igor Matovic.

"Igor Matovic adalah seseorang yang membawa masalah ini dan memperlemah persatuan pemerintah. Ini adalah sebuah kesialan bagi pemerintah karena mereka tidak dapat mengeliminasi dampak negatif dari kepribadian bermasalah para pemimpinnya, terutama Igor Matovic,” kata ilmuwan politik yang berbasis di Bratislava, Grigorij Mesežnikov.

3. Lengsernya Heger jadi pukulan keras demokrasi di Slovakia

Buntut Krisis Energi-Inflasi, PM Slovakia Diturunkan Parlemen ilustrasi bendera Slovakia (pixabay.com/ajale)

Kolapsnya pemerintahan Heger ini menjadi pil pahit bagi demokrasi dan dukungan kepada Barat. Hal ini berdampak besar pada kondisi politik di Slovakia di tengah lonjakan inflasi dan krisis energi. 

Akibat lengsernya Heger, maka rencana alokasi anggaran 2023 dan pajak darurat dalam sektor energi yang dicanangkannya sejak musim panas lalu gagal diajukan ke parlemen untuk disetujui. 

Apabila diajukan pemilihan umum awal dan oposisi terpilih, maka pimpinan Slovakia dapat mengubah haluannya soal perang di Ukraina. Padahal sejauh ini Slovakia terus mendukung Ukraina dan setuju mengirimkan senjata ke Ukraina. 

Beberapa pemimpin oposisi Slovakia menolak untuk mendukung Rusia, termasuk menentang sanksi Uni Eropa atas Moskow.

Baca Juga: Ghana: Burkina Faso Sewa Tentara Rusia, Dibayar Konsesi Tambang

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya