Estonia Tolak Calon Tunggal dalam Pemilihan Presiden

Harus maju ke pilpres putaran kedua

Jakarta, IDN Times - Parlemen Estonia pada Senin (29/8/2021) telah mengadakan pemilihan presiden untuk menentukan pengganti Kersti Kaljulaid. Namun pada pilpres kali ini diketahui hanya terdapat satu calon tunggal, yakni Alar Karis yang sebelumnya menjabat sebagai auditor negara dan mantan kepala Museum Nasional Estonia. 

Sementara itu, situasi pemilihan calon tunggal di negara Baltik itu mengingatkan kembali saat Estonia masih dikuasai rezim Uni Soviet. Pasalnya hal ini membuat situasi politik di Estonia tidak menentu dan rawan terjadi krisis. 

1. Adanya calon tunggal dalam pemilihan presiden Estonia

Estonia sedang dirundung ketidakjelasan setelah hanya terdapat satu calon dalam pemilihan presiden tahun ini. Padahal Presiden Kersti Kaljulaid akan mengakhiri jabatannya pada 10 Oktober mendatang dan harus ada seseorang yang menggantikannya sebagai kepala negara. 

Namun hingga berakhirnya pendaftaran pada Sabtu (28/8/2021), tidak ada lagi kandidat yang mendaftarkan diri sebagai capres. Maka dari itu, hanya ada Alar Karis yang maju sebagai kandidat presiden di Estonia setelah mendapatkan dukungan minimum dari 21 anggota parlemen. 

Di sisi lain, petahana Kaljulaid yang sebenarnya berniat untuk maju dalam pilpres tahun ini justru tidak dapat ikut, meski memiliki popularitas yang tinggi. Hal ini disebabkan kurangnya dukungan anggota parlemen kepada presiden perempuan pertama di Estonia itu, dikutip dari laman Euronews

2. Alar Karis gagal dalam putaran pertama pilpres

Baca Juga: Alar Karis Jadi Calon Presiden Potensial Estonia

Berdasarkan hasil pemungutan suara yang dilakukan Senin lalu, capres Alar Karis ditolak oleh mayoritas anggota parlemen dalam ronde pertama pilpres tahun ini. Pasalnya mantan auditor negara itu hanya didukung 63 anggota parlemen dan 16 di antaranya menuliskan voting kosong serta anggota lain memilih tidak hadir. 

Hasil pemilu kali ini membuatnya diharuskan mengikuti ronde kedua pilpres yang akan diselenggarakan hari Selasa (31/8/2021) ini. Mantan kepala Museum Nasional Estonia itu membutuhkan dua per tiga dari mayoritas parlemen atau sebesar 68 suara dari 101 kursi Riigikogu. 

Di samping itu, sebenarnya terdapat kemungkinan bagi anggota parlemen untuk mengajukan kandidat lain atau pesaing Karis dalam pilpres Estonia. Namun hingga Senin petang tidak ada calon lain yang mendaftar dalam pemilihan presiden putaran kedua, dikutip dari laman Associated Press

3. Situasi ini mengingatkan pada rezim Uni Soviet

Dilansir dari The Guardian, apabila parlemen masih menolak Karis dalam putaran kedua pilpres. Maka pemilu akan ditransfer menjadi pemilu khusus dengan 208 anggota yang meliputi parlemen dan kepala daerah dan rencananya diselenggarakan September mendatang. 

Sementara itu, menurut konstitusi Estonia, peran presiden akan merepresentasikan negara untuk luar negeri dan berperan sebagai pemberi opini dalam negeri. Meski begitu, presiden sebagai penggerak utama militer Estonia dan menentukan anggota pamerintahan serta meresmikan hukum dan memiliki kekuatan dalam veto proposal hukum. 

Akan tetapi, seorang mantan diplomat dan Menhan Estonia, Jaak Joeruut memberikan opini bahwa pemilu dengan satu kandidat calon presiden sama seperti era Soviet. "Itu tidak etis, tetapi anehnya itu diperbolehkan" ujar Joeruut. 

Sebelumnya Estonia yang berpenduduk 1,3 juta jiwa merupakan salah satu bagian Uni Soviet. Namun usai pecahnya Uni Soviet di tahun 1991, Estonia berhasil memerdekakan diri dan kini menjadi anggota Uni Eropa dan NATO, dilaporkan dari Euronews

Baca Juga: Alar Karis Jadi Calon Presiden Potensial Estonia

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya