Georgia Geram Usai Presiden Belarus Kunjungi Abkhazia, Kenapa?

Belarus-Abkhazia siap jalin hubungan serius

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Georgia Irakli Garibashvili, pada Rabu (29/9/2022), mengecam kunjungan Presiden Belarus, Aleksandar Lukashenko, ke Abkhazia. Ia menyebut bahwa kunjungan tersebut adalah bentuk pelanggaran prinsip hubungan bilateral dan hukum internasional. 

Selama ini, Georgia tidak mengakui kemerdekaan Abkhazia dan Ossetia Selatan usai direbut oleh Rusia pada perang Rusia-Georgia tahun 2008 silam. Bahkan, Ossetia Selatan sempat merencanakan referendum untuk bergabung dengan Rusia pada Mei lalu.

Kemudian pada Agustus lalu, Garibashvili sudah mengajak Abkhazia dan Ossetia Selatan untuk menyelesaikan masalah ini lewat jalur damai. Ia juga ingin agar kedua wilayah bersedia bekerja sama dan menjamin kesetaraan di seluruh wilayah Georgia. 

1. Georgia minta klarifikasi dari Dubes Belarus di Tbilisi

Kecaman dari Garibashvili menyulut tindakan langsung dari Kantor Kementerian Luar Negeri Georgia, yang memanggil Duta Besar Belarus di Tbilisi, Anatoly Lis, pada Rabu kemarin. 

"Kementerian Luar Negeri Georgia meminta perhatian dan klarifikasi lebih lanjut dari Belarus terkait kedatangan Presiden Lukashenko ke Sukhumi, Abkhazia untuk bertemu dengan pemimpin di wilayah pecahan kami yang diduduki Rusia tersebut," paparnya, seperti dikutip dari Agenda

Sementara itu, pemimpin Partai Georgian Dream, Mikheil Sarjveladze, menuturkan bahwa negaranya tidak akan menerima kemunduran dari kepastian dukungan kepada integritas teritorial. Ia menambahkan Belarus punya posisi kuat sampai saat ini. 

"Apabila di masa yang akan datang Belarus memutuskan untuk melakukan sejumlah masalah. Itu akan menjadi hal yang disayangkan dan kami akan meminta klarifikasi terkait hubungan kedua negara," ungkapnya. 

Baca Juga: Negara Baltik Blokir Warga Rusia dan Belarus yang Bervisa Schengen

2. Kunjungan pertama Lukashenko ke Abkhazia sebagai kepala negara

Kunjungan Lukashenko ke Abkhazia merupakan lawatan yang pertama kali ke wilayah pecahan Georgia tersebut. Di sana, ia bertemu dengan pemimpin de facto Abkhazia, Aslan Bzhania, dan sejumlah pejabat tinggi lainnya. 

Sebelum bertandang ke Abkhazia, Lukashenko menyempatkan singgah ke Sochi untuk bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Sedangkan dalam kunjungannya ke Sukhumi, pemimpin berusia 68 tahun itu berniat membuka hubungan persahabatan kedua negara. 

"Kami ingin membangun hubungan serius, tidak hanya sebatas persahabatan antarnegara saja. Rusia juga sudah bersedia memberikan bantuan dan mungkin waktunya sudah tiba," paparnya, dilansir Eurasianet.

Lukashenko tak lupa menyebut bahwa Abkhazia adalah tanah sakral dan mengingat waktu ketika ia pertama kali berkunjung ke sana, saat masih berusia 25 atau 27 tahun. 

"Ketika itu, Abkhazia dan Belarus masih menjadi bagian dari Uni Soviet. Kami akan melakukan apapun untuk kembali seperti dulu lagi, seperti pada hari-hari kejayaan Soviet," ungkap Bzhania. 

3. Abkhazia sebut kemungkinan perang dengan Georgia mungkin terjadi

Pemerintah Abkhazia juga mengungkapkan bahwa kemungkinan perang dengan Georgua masih akan terjadi, sampai disetujuinya perjanjian tanpa pasukan bersenjata. Mereka mengaku siap memulai perundingan pada Oktober mendatang dalam diskusi Jenewa. 

"Sampai kami menandatangani perjanjian tanpa melibatkan pasukan bersenjata dengan Georgia dalam diskusi Jenewa. Maka kemungkinan akan pecahnya perang masih akan terjadi. Sejak Georgia tidak menyetujuinya kami akan memproses ini semua," kata Menteri Luar Negeri Abkhazia, Inal Ardzinba, dilansir RIA Novosti dalam News AM

"Pada bulan Oktober nanti, diskusi Jenewa sudah direncanakan. Menurut saya, ini adalah peluang untuk menyetujui perjanjian tanpa melibatkan pasukan bersenjata dengan Georgia. Apabila setuju perdamaian, maka kami akan menyetujuinya. Namun, jika sebaliknya, kami juga tidak akan menerimanya. Saya katakan bahwa kami siap menandatangani perjanjian ini," sambungnya. 

Ardzinba juga menganggap bahwa Amerika Serikat terus menekan Georgia untuk membuka front kedua melawan Rusia. Namun, ia menegaskan bahwa situasi geopolitik di kawasan tersebut masih berada di bawah kendali pemimpin Abkhazia, Aslan Bzhania. 

Baca Juga: Kronologi Bank Georgia Dirampok dan Minta Tebusan Bendera Rusia

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya