Oposisi Mali Protes Putusan Junta Militer yang Tunda Pilpres

Pilpres di Mali terus diulur

Jakarta, IDN Times - Partai oposisi Mali melangsungkan aksi protes atas penundaan pilpres yang sedianya diselenggarakan pada Februari 2024. Pasalnya, junta militer dianggap tidak sesuai dengan komitmennya untuk mengembalikan kekuasaan ke tangan sipil.

Sejak melancarkan kudeta pada 2020, junta militer Mali telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan ke tangan sipil. Namun, terdapat kecurigaan bahwa militer ingin memperpanjang jabatan dan mengekspansi kedudukannya di dalam pemerintahan Mali. 

Baca Juga: Junta Militer Mali, Burkina Faso dan Niger Bentuk Aliansi Pertahanan

1. Koalisi oposisi sebut junta militer tidak mengikuti komitmennya

Koalisi oposisi M5-RFP mengecam tindakan unilateral dari junta militer untuk menunda pemilu dua putaran yang dijadwalkan pada 4 Februari dan 18 Februari 2024. Mereka pun menuntut agar junta militer menghargai komitmennya. 

"Kami mengekspresikan kekecewaan kami terhadap sikap junta militer yang mengecewakan dan kami mengecam tindakan junta yang beniat mengambilalih demokrasi di Mali," tutur koalisi partai oposisi Mali pada Rabu (27/9/2023), dikutip Africa News.

"Tindakan ini sebagai bentuk kurangnya antisipasi serta wujud otoritas yang tidak kompeten. Ini juga merupakan penolakan mereka terhadap komitmen yang sudah mereka buat sendiri," tambahnya. 

Sementara itu, Partai Parena menekankan bahwa pemilu adalah hak politik rakyat dan alasan teknis yang disampaikan junta militer seharusnya dapat dicegah agar tidak mengganggu jadwal pelaksanaan pilpres. 

Baca Juga: PBB: 50 Warga Sipil Mali Tewas Dibunuh Tentara Mali

2. ECOWAS gagal menekan militer Mali untuk menyerahkan kekuasaan

Oposisi Mali Protes Putusan Junta Militer yang Tunda Pilpresbendera Mali (pexels.com/aboodi)

Penundaan pemilu di Mali ini juga membuat kekhawatiran bagi blok ECOWAS (Economic Community of West African States). Pasalnya, blok negara Afrika Barat itu sudah menekan militer Mali untuk segera mengembalikan kekuasaan ke tangan sipil sejak 2020. 

Alih-alih berhasil mengembalikan kekuasaan ke tangan sipil, kudeta militer pun terus berlanjut di Burkina Faso, Guinea, dan Niger. Hal ini pun semakin mengkhawatirkan karena akan berdampak pada potensi negara tetangganya untuk didera kudeta militer. 

Sebelumnya, junta militer Mali telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan ke tangan sipil pada Februari 2022. Namun, Bamako tidak melaksanakan sesuai janjinya dan terus mengundur pilpres yang jadi tanda akhir pemerintahan transisi. 

3. Pasukan Wagner diduga bunuh 14 anak di Nampala

Oposisi Mali Protes Putusan Junta Militer yang Tunda PilpresPersonel militer Mali. (twitter.com/PresidenceMali)

Pada hari yang sama, pasukan PMC Wagner di Mali diduga telah membunuh 14 anak penggembala di Nampala, Mali. Padahal, anak-anak berusia antara 12-18 tahun tersebut diketahui hanya melewati konvoi pasukan Mali yang mayoritas terdiri dari Grup Wagner. 

Berdasarkan keterangan dari saksi mata yang sudah dikonfirmasi oleh peneliti, pasukan Wagner menangkap 14 anak-anak tersebut satu per satu. Kemudian, mereka dikumpulkan dan dieksekusi dengan bersamaan. Mayat korban dikuburkan di dua pemakaman massal. 

Dilaporkan RFI, militer Mali tidak memberikan keterangan lebih lanjut terkait kabar kematian anak-anak itu. Namun, mereka memastikan bahwa berhasil menggagalkan penyergapan teroris di Nampala dan meringkus lima anggota teroris yang punya afiliasi dengan Al-Qaeda. 

Baca Juga: Serangan Teroris Mali Tewaskan 49 Warga dan 15 Tentara

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya