Parlemen Moskow Kecam Perang dan Minta Putin Mundur

Kecam keputusan invasi Ukraina

Jakarta, IDN Times - Parlemen Distrik Lomonosovsky, Moskow menyatakan penolakan terhadap perang dan meminta Presiden Vladimir Putin mundur dari jabatannya. Beberapa anggota parlemen itu melontarkan kritikannya di tengah resiko hukuman yang bisa menjeratnya. 

Pasalnya, pihak yang mengritik pemerintahan Putin selalu berakhir di belik jeruji besi ataupun tewas secara misterius. Hal itu juga dialami oleh Alexei Navalny yang diracun agen Novichok pada Agustus 2020. Meskipun berhasil selamat, ia akhirnya dijebloskan ke dalam penjara sampai detik ini. 

Baca Juga: Vladimir Putin Akan Bertemu Xi Jinping di Uzbekistan Pekan Depan

1. Tindakan Putin disebut telah membawa Rusia kembali ke era Perang Dingin

Kritikan dari Parlemen Lomonosovsky tidak menyebut langsung invasi Rusia ke Ukraina, tapi melontarkan kritik bahwa kebijakan ini mengakibatkan penolakan dan ketakutan dari warga dunia kepada Rusia. 

"Tindakan Rusia dalam beberapa bulan ini telah mengakibatkan ketakutan dan kebencian kepada dirinya sendiri. Sedangkan agresi ini secara resmi akan membawa negara kami kembali ke masa Perang Dingin," ungkapnya, dikutip Newsweek.

Mereka tak ketinggalan mengutarakan kritik terkait panjanganya masa jabatan Presiden Putin sejak tahun 2000. Para anggota parlemen menyebut bahwa pemilu lokal adalah hal yang penting untuk merubah keanggotaan setiap lima tahun.

"Di berbagai negara ini penyerahan kekuasaan rata-rata telah membuat hidup rakyat lebih baik dan lebih panjang dibandingkan pemimpin yang hanya akan meninggalkan jabatannya dalam sebuah peti mati," paparnya. 

Parlemen menambahkan bahwa reformasi dalam hal baik hanya berlangsung pada kepemimpinan pertama dan kedua Putin. Namun, semua menjadi buruk dan berbuntut banyaknya warga yang pergi karena kurangnya upah minimum dan tidak adanya janji kestabilan. 

Baca Juga: Putri Sahabat Putin Terbunuh akibat Ledakan Bom di Mobil

2. Parlemen St Petersburg minta Putin mundur dari kursi presiden

Sebelum itu, Parlemen Distrik Smolninsky, St Petersburg sudah mengutarakan kritikan kepada pemerintahan Putin. Bahkan, parlemen di kampung halaman Putin itu menginginkan presiden berusia 69 tahun itu agar mundur dari jabatannya. 

Permintaan itu diungkapkan pada Rabu (7/9/2022), ketika Dmitry Palyuga melontarkan kritiknya lewat media sosial Twitter. Ia menyebut bahwa keputusan Putin untuk memulai agresi militer ke Ukraina justru memperburuk keamanan Rusia dan warganya. 

"Parlemen Smolninskoye memutuskan menuntut Parlemen Duma dengan proposal yang menjerat Presiden Putin sebagai pengkhianat dan berujung pada pengunduran dirinya dari jabatannya. Keputusan ini didukung oleh mayoritas anggota parlemen sekarang" tambahnya, dilansir Business Insider.

Setelah pernyataan itu diumumkan, ketujuh anggota parlemen di St Petersburg itu mendapat panggilan dari polisi dan harus menghadapi tuntutan hukum atas kasus menjelekkan nama dan mendiskreditkan Pemerintah Rusia.  

Baca Juga: Diserang Balik Ukraina, Rusia Tarik Mundur Pasukan dari Kharkiv 

3. Parlemen ingin menunjukkan bahwa warga antiperang tidak sendirian

Parlemen Moskow Kecam Perang dan Minta Putin MundurPenolakan invasi Rusia ke Ukraina. (unsplash.com/@theeastlondonphotographer)

Presiden Vladimir Putin dikenal lahir dan besar di Smolninsky, St. Petersburg dan memulai kariernya di dunia politik sebagai wakil wali kota. Mayoritas rekan Presiden Rusia itu masih tinggal di St. Petersburg dan menjadi kaya raya selama 22 tahun kepemimpinannya. 

Sementara itu, Parlemen Duma dikuasai oleh Partai United Russia yang dipimpin oleh Putin. Maka dari itu, semua kebijakan yang dicanangkan presiden berusia 69 tahun itu akan selalu disetujui oleh suara mayoritas.

Parlemen yang melakukan protes ini mengatakan bahwa tulisan mereka bertujuan memberikan informasi kepada warga yang menolak perang bahwa mereka tidak sendirian. Pasalnya, kini warga antiperang menjadi minoritas sebab dibayangi oleh propaganda dari media pro-pemerintah. 

"Kami paham bahwa Putin tidak akan menghentikan operasi militer. Permintaan ini dituliskan bagi warga antiperang yang masih berada di Rusia dan propaganda terus meyakinkan mereka bahwa mereka adalah minoritas dan tidak ada orang yang menolak ini," tutur Nikita Yuferev, dilansir The Washington Post.

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya