Perempuan Peru Korban Sterilisasi Paksa Tuntut Keadilan

Diadilinya mantan Presiden Alberto Fujimori

Lima, IDN Times - Ratusan ribu perempuan di Peru yang mayoritas merupakan penduduk pribumi telah dipaksa mengikuti program sterilisasi sebagai bagian keluarga berencana. Akibat program sterilisasi paksa saat masa kepemimpinan Alberto Fujimori tersebut semua korban terdampak gangguan kesehatan. 

Sebelumnya Alberto Fujimori sudah divonis penjara 25 tahun akibat kasus kejahatan dan pelanggaran HAM selama kepemimpinannya antara 1990-2000. Kini sang diktator juga tengah diadili terkait kasus sterilisasi paksa pada sejumlah perempuan. 

1. Terdapat 270 ribu perempuan di Peru yang jadi korban

Mulai hari Senin (01/03/2021) pengadilan Peru membuka kasus sterilisasi paksa yang dikampanyekan oleh mantan Presiden Alberto Fujimori. Bahkan kebijakan sterilisasi tersebut ditujukan bagi perempuan di pedesaan yang merupakan penduduk pribumi dan miskin sebagai bagian dari program keluarga berencana. 

Setidaknya terdapat lebih dari 270 ribu perempuan yang menjadi korban sterilisasi paksa dengan pengikatan tuba falopi tersebut. Mulanya otoritas mengatakan jika program tersebut bersifat sukarela, tetapi kenyataannya program tersebut diberlakukan secara paksa, dilansir dari Buenos Aires Times

Menurut keterangan para korban mereka telah menunggu selama lebih dari 20 tahun lamanya demi menuntut sebuah keadilan bagi mereka. Selama lebih dari dua dekade belum ada persekutor yang bisa membuka kasus ini untuk mengadili Fujimori atas kejahatannya, dilansir dari El Pais

2. Mantan Presiden Fujimori sedang diadili terkait kebijakan sterilisasi paksa

Baca Juga: Publik Peru Marah Atas Skandal Vaksinasi Diam-diam Pejabat

Melaporkan dari Buenos Aires Times, pihak persekutor Pablo Espinoza membuka kembali kasus yang sudah berlangsung antara tahun 1996-2000 tersebut. Selain menuntut Fujimori, ia juga akan menuntut tiga menteri kesehatan yang terlibat dalam kasus pelanggaran HAM ini. Tuduhan yang diberikan adalah mempermainkan kehidupan dan kesehatan reproduksi warga tanpa memperhatikan dampak buruknya. 

Espinoza juga menuturkan apabila hal ini merupakan pelanggaran HAM yang serius kepada 1307 perempuan yang terluka akibat sterilisasi paksa. Bahkan lima di antaranya meninggal dunia akibat terluka parah. Sementara pengacara Milton Campos juga mengungkapkan jika selama melangsungkan investigasi sepuluh tahun lamanya, ia sudah mendokumentasikan sebanyak 178 volume dengan 80 ribu halaman, dikutip dari El Pais.

3. Menjadi kabar baik bagi para korban sterilisasi paksa

Perempuan Peru Korban Sterilisasi Paksa Tuntut KeadilanMasyarakat Huancabamba yang dulunya menjadi korban sterilisasi paksa. twitter.com/QuipuProject/

Melansir dari El Pais, salah seorang korban bernama Aurelia Paccohuanca Florez mengungkapkan jika ini merupakan keputusan yang sangat cemerlang, karena mayoritas korban tidak bisa berbahasa Spanyol. Sementara pihak persekutor melaporkan pada Kantor Ombudsman atas sterilisasi paksa dan menuding kebijakan keluarga berencana Fujimori hanya ditujukan bagi perempuan pribumi, miskin dan tinggal di pedesaan yang tak memiliki akses pendidikan. 

Bahkan Paccohuanca Florez juga mengungkapkan apabila, "Kami senang bahwa persekutor berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Sudah beberapa kali kami pergi ke Kantor Persekutor Publik, Kantor Ombudsman, Kementerian Perempuan. Kami sudah melakukan protes di Lima dan saya juga pernah pergi ke Amerika Serikat untuk menunjukkan kasus ini."

Namun ia juga mengakui apabila ketegasannya selama ini untuk menerangkan bukti kasus sterilisasi tersebut menjadi penghambat. Selama ini ia mengalami trauma sehingga tidak ingin mengingat kembali kejadian yang membuatnya tersakiti dan sedih. 

Baca Juga: Publik Peru Marah Atas Skandal Vaksinasi Diam-diam Pejabat

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya