Polusi Udara Berbahaya Tetap Tinggi di Tengah Pandemik

Polusi udara tetap tinggi selama tahun 2020

Jenewa, IDN Times - Setelah lebih dari satu tahun pandemik COVID-19, menunjukkan berbagai perubahan terkait peningkatan kualitas udara akibat kurangnya aktivitas penduduk di luar rumah. Meski begitu diketahui perbaikan kualitas udara hanya terjadi pada beberapa negara saja. 

Selain itu, diketahui kualitas udara di sejumlah negara bahkan masih tergolong berbahaya dan bisa berdampak pada penurunan angka harapan hidup penduduk. 

1. Peningkatan kualitas udara hanya terjadi di sejumlah negara 

Polusi Udara Berbahaya Tetap Tinggi di Tengah PandemikTanda zona polusi di kota London, Inggris. twitter.com/ChokedUp_UK/

Pandemi COVID-19 memang sudah menurunkan tingkat polusi udara yang disebut PM25 di seluruh dunia. Hal ini disebabkan pengurangan aktivitas masyarakat di luar rumah dengan diterapkannya kebijakan lockdown di hampir seluruh negara demi mengurangi penularan COVID-19. 

Akan tetapi menurut Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih menemukan bahwa hanya 24 dari 106 negara yang berhasil mencapai target kualitas udara aman. Sedangkan beberapa negara masih memiliki tingkat polusi lebih tinggi enam atau delapan kali dari ambang batas aman, dilansir dari RT

2. Masih tingginya konsentrasi polusi udara mematikan 

Mengutip dari Al Jazeera, konsentrasi partikel polusi berbahaya yang berasal dari polusi lalu lintas dan pembakaran bahan bakar fosil turun di sejumlah kota besar dunia. Penurunan diketahui sebesar 11 persen di Beijing, 13 persen di Chicago, 15 persen di New Delhi dan 16 persen di London serta 16 persen di Seoul. 

Bahkan diketahui 60 persen kota-kota di India jauh lebih layak dihirup pada tahun 2020, dibandingkan tahun 2019. Meskipun begitu kawasan Asia Selatan masih menjadi area dengan polusi tertinggi di dunia. Sementara Tiongkok juga diketahui menunjukkan berkurangnya polusi sebesar 11 persen tapi tingkat polusi masih lebih tinggi 2,5 kali dari ambang batas aman. 

Baca Juga: Kadishub DKI Klaim Polusi Udara di Kota Tua Turun

3. Dapat menimbulkan pengurangan masa hidup penduduk

Partikel PM2.5 merupakan partikel kecil berbahaya yang dapat menimbulkan penyumbatan paru-paru dan berdampak pada makin kurangnya masa hidup penduduk di suatu wilayah. Sementara berdasarkan PBB mengungkapkan jika kepadatan partikel PM2.5 yang dihirup tidak boleh lebih dari 25 mcg/m3 dalam periode 24 jam.

Namun di beberapa negara seperti Bangladesh, Pakistan, India, Mongolia dan Afghanistan menunjukkan rata-rata tahunan konsentrasi PM2,5 di negaranya sebesar 77 dan 47 microgram per kubik meter dari setiap udara. 

Bahkan pada ibukota negara yang memiliki tingkat polusi terbesar di dunia, seperti New Delhi menunjukkan angka 84 mcg/meter kubik dan Dhaka sebesar 77 mcg/meter kubik. Sementara Jakarta, Kathmandu, Islamabad, Hanoi dan Beijing memiliki konsentrasi PM2,5 di atas 20 mcg/meter kubik, dilansir dari Al Jazeera

Melaporkan dari CNN, berdasarkan penampakan satelit menunjukkan polusi udara kembali meningkat seiring kembalinya aktivitas dan diberlakukannya pelonggaran pembatasan di tahun ini. Pihak Badan Antariksa Eropa juga mengatakan jika angka polutan seperti nitrogan dioksida dari kendaraan bermotor kembali ke level sebelumnya.  

Baca Juga: 5 Bahaya Polusi Udara yang Wajib Kamu Waspadai

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya