Filsuf Terkemuka Jerman Tolak Penghargaan dari UEA

Ada kaitannya dengan prinsip dan politik

Berlin, IDN Times - Seorang filsuf Jerman terkemuka, Jürgen Habermas,
baru-baru ini dianugerahi "Cultural Personality of the Year 2021" oleh UEA melalui penghargaan sastra bergengsi Sheikh Zayed Book Award, atas perannya sebagai sosok intelektual yang berpengaruh dengan karir yang berlangsung selama lebih dari setengah abad.

Tetapi, alih-alih merasa bangga, Habermas justru membuat pengumuman mengejutkan pada Minggu (2/5/2021) dengan menyampaikan bahwa dirinya menolak dan telah membatalkan keputusan untuk menerima penghargaan tersebut, beserta pula dengan hadiah uang yang diberikan sebesar $242.200 (sekitar Rp2,9 miliar). Apakah alasannya?

1. Sempat menerima penghargaan tersebut sebelum membatalkannya

Dalam pernyataan yang disampaikan kepada situs berita Jerman Spiegel Online, Habermas mengatakan bahwa alasannya membatalkan penghargaan tersebut disebabkan oleh adanya hubungan yang terkait antara Sheikh Zayed Book Award dengan sistem politik yang ada di Uni Emirat Arab.

Melansir dari media DW.com, Habermas memiliki kekhawatiran tentang HAM di sana yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip filosofis yang telah ditetapkannya selama lebih dari tujuh dekade. Sosoknya yang pernah mengadvokasi hak suaka selama krisis migran 2015, serta menentang populisme sayap kanan dan xenofobia dalam pemilihan Parlemen Eropa 2019, ingin untuk dapat tetap berkomitmen secara aktif dalam mendukung demokrasi yang terbuka dan ketat. Namun, menerima penghargaan dari negara monarki UEA, yang kerap dituduh melakukan penindasan terhadap perbedaan dalam berpolitik, sangat bertentang dengan prinsipnya tersebut.

Pria 91 tahun itu mengakui bahwa keputusan awalnya untuk menerima Penghargaan Sheikh Zayed Book Award adalah "keputusan yang salah," sehingga ia pada akhirnya memutuskan untuk membatalkannya.

2. Pihak penyelenggara sesalkan keputusan Habermas

Baca Juga: Polisi Jerman Bobol Jaringan Pelecehan Seksual Anak

Terkait dengan pembatalan, pihak penyelenggara penghargaan sastra tersebut memberikan responnya pada Senin (3/5/2021) dan mengungkapkan bahwa mereka menyesalkan keputusan yang telah dibuat oleh Habermas, tetapi akan menghormatinya. “Penghargaan ini mewujudkan nilai-nilai toleransi, pengetahuan dan kreativitas sambil membangun jembatan antar budaya, dan akan terus memenuhi misi ini," kata dewan penyelenggara.

Dinamai dari presiden pertama UEA, penghargaan Sheikh Zayed Book dianggap sebagai penghargaan sastra paling bergengsi di wilayah Arab yang diciptakan pertama kali pada tahun 2007. Penghargaan ini dibuat dengan tujuan untuk memberi apresiasi terhadap tulisan yang dianggap "memperkaya kehidupan intelektual, budaya, sastra, dan sosial Arab," melansir dari Associated Press

3. Banyak yang mendukung keputusan Habermas

Sementara itu, sosok Juergen Habermas dikenal sebagai seorang filsuf kontemporer yang paking berpengaruh di Jerman.Tulisan-tulisan Habermas diantaranya membahas tentang hak asasi manusia, moralitas, dan demokrasi, yang kerap memicu perdebatan di Jerman dan sekitarnya.

Ketika menginjak usia 90 tahun pada 2019 silam, ia menerbitkan karya sebanyak 1.700 halaman yang berjudul "This Too a History of Philosophy" di mana dirinya membahas tentang evolusi rasionalitas manusia dan nalar. Karyanya itu pun mendapat pujian oleh Boston Review dan disebut sebagai "mahakarya pengetahuan dan sintesis."

Meski keputusan Habermas untuk membatalkan penerimaan penghargaan sangat mengejutkan dan disayangkan oleh sebagian pihak, tetapi banyak pula suara-suara dukungan khususnya di sosial media yang memuji bahwa langkahnya telah menjunjung tinggi semangat "ruang publik", lapor DW.

"Senang melihat Jürgen Habermas, yang beasiswanya mendefinisikan konsep ruang publik, menolak penghargaan dari UEA di #WorldPressFreedomDay," tulis "aktivis independen" @LyndonPeters01 di Twitter.

Ada juga komentar lain yang terang-terangan menyindir keputusan UEA dengan menuliskan, "Sederhananya, UEA tidak memenuhi cita-cita yang diartikulasikan oleh Habermas terkait dengan demokrasi, hukum, ruang publik yang bebas, dan debat terbuka. Ini adalah otokrasi yang secara sistematis melanggar hak asasi manusia," cuit @BarryDstocker.

Menurut Habermas, ruang publik adalah hal yang sangat penting bagi warga negara karena itu merupakan ruang demokratis untuk dapat menyatakan opini-opini, kepentingan dan kebutuhan mereka secara diskursif. Tetapi, UEA dinilai tidak memiliki 'wadah' tersebut seta dianggap sangat buruk dalam memperlakukan kebebasan pers.

Baca Juga: Polisi Jerman Bobol Jaringan Pelecehan Seksual Anak

Calledasia Lakawa Photo Verified Writer Calledasia Lakawa

Broken crayons still color

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya