Meski Raih Medali, Mengapa Atlet Jepang Masih Minta Maaf?

Kisah di balik Olimpiade Tokyo 2020

 

\Tokyo, IDN Times - Berakhirnya Olimpiade Tokyo 2020 telah membawa kenangan berharga bagi banyak orang. Setelah sempat ditanggapi sinis, Jepang kini banjir pujian karena dinilai berhasil menghadirkan event olahraga paling prestisius di dunia tersebut saat masa pandemi COVID-19 belum surut.

Ada banyak hal yang terjadi sepanjang Olimpiade berlangsung. Mulai dari yang membawa haru, hingga mengundang kontroversi. Di antara banyaknya kisah, media The New York Times menyoroti sebuah persamaan sikap khusus yang datang dari para atlet tuan rumah Jepang, yakni cara mereka meminta maaf meski telah meraih medali sekalipun. Apakah alasannya?

1. Jika bukan "emas", berarti gagal

“Saya ingin membalas rasa terima kasih saya kepada orang-orang dan sukarelawan yang peduli, yang menjalankan Olimpiade selama masa sulit ini,” kata Kenichiro Fumita, pegulat Greco-Roman asal Jepang. Diiringi tangisan saat mengucapkan permohonan maaf, sebenarnya Fumita pada saat itu baru saja meraih medali perak. Tetapi karena hasil yang didapatkan bukanlah emas, ia pun merasa telah menghancurkan harapan banyak orang terhadapnya. "Saya berakhir dengan hasil yang memalukan ini.. saya benar-benar minta maaf."

Permintaan maaf Fumita adalah satu di antara permintaan maaf lainnya yang datang dari para atlet Jepang baik yang gagal atau berhasil membawa medali sekalipun. Banyak atlet Jepang yang disebutkan menangis selama wawancara pasca-kompetisi, dan pemandangan itu terkadang memilukan.

“Jika anda tidak meminta maaf karena hanya mendapatkan perak, anda mungkin akan dikritik,” ungkap Takuya Yamazaki, seorang pengacara yang mewakili serikat atlet di Jepang. Menurutnya, ada semacam pola pikir yang mengakar di antara atlet Jepang sejak usia dini, bahwa olahraga bukan hanya sekedar permainan untuk diri mereka sendiri. “Khususnya di masa kanak-kanak, ada harapan dari orang dewasa, guru, orang tua, atau orang yang lebih senior lainnya."

Tanggung jawab tersebut kemudian bertambah besar di masa pandemi. Jepang yang menjadi tuan rumah Olimpiade, dihadapkan pada situasi krisis lonjakan kasus COVID-19. Publik skeptis terhadap penyelenggaraan dan penentangan banyak bermunculan. Para atlet mungkin merasa lebih tertekan, sehingga penyesalan mendalam muncul ketika hasil yang diharapkan tidak tercapai. "Saya ingin bertahan sedikit lagi," kata Shoichiro Mukai, anggota tim judo Jepang yang meraih medali perak usai kalah dari Prancis. "Saya sangat menyesal kepada semua orang di tim."

2. Kebiasan mengucapkan "maaf" dalam budaya Jepang

Meski Raih Medali, Mengapa Atlet Jepang Masih Minta Maaf?Potret jalanan padat kota tokyo, Jepang. Sumber: Unsplash.com/ Timo Volz

Bisa dipahami bahwa perasaan kecewa yang besar, mungkin terjadi karena keberhasilan dalam meraih posisi teratas telah kandas. Tetapi dalam beberapa situasi, cara meminta maaf para atlet Jepang cenderung berlebihan. Hal itu lantas dinilai sebagai gambaran atas sikap sosial mereka.

Ada opini yang mengatakan bahwa Jepang memiliki budaya "permintaan maaf" yang unik. Setidaknya terdapat 20 cara untuk meminta maaf, mulai penggunaan frasa "gomen-nasai" (formal) hingga "sumimasen" (yang paling umum). Terkadang mengucapkannya bukan berarti tentang penyesalan, tetapi karena adanya perasaan sungkan (tidak enak hati) atau sebagai bentuk kesopanan. Orang Jepang pada umumnya berusaha mengutamakan kepentingan yang lain di atas kepentingan diri sendiri karena mereka sadar bahwa tindakan mereka dapat memengaruhi orang-orang di sekitar. Mereka selalu mengutarakan sikap secara sopan karena dalam budayanya, sikap rendah hati adalah penting.

Piala Dunia 2018 contohnya. Ketika Jepang kalah dalam pertandingan, tim tersebut menjadi berita utama karena tetap tinggal untuk membersihkan seluruh ruang ganti dan bahkan masih meninggalkan ucapan "terima kasih" sesudahnya. Tindakan serupa turut dilakukan oleh supporter-nya yang terlihat membersihkan stadium meski masih bersedih karena kekalahan. Ini adalah satu di antara contoh bagaimana rasa hormat dan sopan santun telah dibangun sejak dini hingga mengakar menjadi gaya hidup bagi masyarakat Jepang.

Baca Juga: Jepang: 10 Orang Terluka dalam Aksi Penusukan di Kereta

3. Naluri sejak dini

Meski Raih Medali, Mengapa Atlet Jepang Masih Minta Maaf?Sepatu salah satu atlet Olimpiade Tokyo 2020, bertuliskan: "I Play For You". Instagram.com/@olympics

Orang-orang yang mempelajari budaya Jepang mengatakan bahwa permintaan maaf para atlet bahkan dalam menghadapi kemenangan sekalipun, termasuk dari bagian naluri yang telah terbangun sejak kecil tersebut. “Orang Amerika sangat pandai menemukan alasan mengapa anda hebat bahkan jika anda gagal,” kata Shinobu Kitayama, psikolog sosial di University of Michigan. Tetapi di Jepang, ia berkata bahwa itu adalah kebalikannya.

Ada kasus saat beberapa atlet Jepang pernah menjadi sasaran kritik karena dinilai kurang menunjukkan 'penyesalan' ketika tidak mampu mencapai ekspektasi. Yuko Arimori misalnya, seorang pelari maraton yang memenangkan medali perak di Barcelona pada tahun 1992 dan perunggu di Atlanta pada tahun 1996, pernah dituduh narsisme oleh beberapa media lokal akibat perkataan yang menyebut kebanggaan pada diri sendiri. Arimori paham mengapa atlet dituntut untuk meminta maaf, tetapi ia merasa hal itu sebenarnya tidak perlu karena para pendukungnya pasti paham akan kerja keras yang telah mereka berikan.

4. Ubah sentimen publik

Meski Raih Medali, Mengapa Atlet Jepang Masih Minta Maaf?Foto medali emas Olimpiade Tokyo 2020. Sumber: Twitter.com/Tokyo2020

Terlepas dari kegagalan beberapa atlet untuk meraih medali emas, mereka jelas telah berhasil mengubah suasana hati warga Jepang dalam melihat nilai sesungguhnya Olimpiade. Berkat semangat para atlet dan kesuksesan menempati posisi lima besar medali terbanyak di dunia, sentimen masyarakat pun perlahan menurun dan berubah menjadi antusiasme.

Hal itu dapat terlihat dari melonjaknya pembelian merchandise di event olahraga tersebut. Pada tanggal 31 Juli 2021, media Kyodo News pernah memberitakan tentang berbagai gerai toko resmi Olimpiade yang terjual laris manis hingga menyebabkan antrian panjang selama akhir pekan. Toko online-nya juga sempat tidak dapat diakses karena mengalami lonjakan pengunjung maya. "Setelah menonton sebuah acara, saya menjadi bersemangat," kata seorang pria berusia 47 tahun yang mengunjungi salah satu toko di kota Nagoya.

Olimpiade Tokyo 2020 kini telah resmi berakhir dan akan berlanjut dengan Paralimpiade. Meski diselenggarakan dalam aturan yang sangat ketat dan tanpa penonton, Presiden panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo, Seiko Hashimoto, pada Minggu (8/8) berkata bahwa pertandingan-pertandingan yang digelar telah memberi harapan dan semangat baru bagi dunia di tengah situasi sulit pandemi.

Baca Juga: Pesan Olimpiade Tokyo 2020, Harapan Saat Pandemik COVID-19

Calledasia Lakawa Photo Verified Writer Calledasia Lakawa

Broken crayons still color

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya