Peringatan Setahun Gerakan Demo Massal di Lebanon, Adakah Perubahan?

Dalam krisis ekonomi, rakyat dibuat frustasi oleh pemerintah

Beirut, IDN Times - Pada hari Sabtu lalu (17/10), lebih dari seribu orang memadati ibu kota Beirut untuk menandai peringatan pertama dari gerakan pemberontakan massal yang menggulingkan pemerintah setahun lalu. 

Demonstrasi yang meletus pada bulan oktober 2019 itu, ditujukan untuk melawan elit politik yang dituduh menjadi dalang dari krisis ekonomi dan memerintah rakyat menuju standar hidup yang buruk akibat korupsi yang merajalela. 

Sementara gerakan kala itu dinilai menandai titik balik dalam sejarah Lebanon dan membuat Saad al Hariri -Perdana Menteri yang saat itu memerintah- terpaksa mengundurkan diri, masih sangat sedikit perubahan ke arah yang membaik dapat terlihat hingga kini. 

Di tengah krisis ekonomi, pandemi Covid-19, sampai ledakan Beirut yang menewaskan hampir 200 orang dan melukai ribuan diantaranya, Lebanon saat ini hanya memiliki sedikit optimisme akan perubahan dalam waktu dekat. Dalam kondisi frustasi, beberapa kini justru menuduh bahwa gerakan demo Oktober tahun lalu 'menyumbang' beban yang semakin menjadi di negara tersebut. Lalu, benarkah demo Beirut bukan mengarah pada perubahan ke arah positif tetapi justru ketidakpastian yang semakin berlanjut? 

1. Peringatan unjuk rasa Beirut setahun setelah pemberontakan

Ketika demo peringatan diselenggarakan Sabtu (17/10), Middle East Eye melaporkan bahwa para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan menentang pejabat politik negara sambil memegang bendera dan spanduk Lebanon.

Dalam rutenya, mereka berjalan melewati Bank Sentral dan Kementerian Dalam Negeri, kemudian melanjutkan perjalanan menuju sisa-sisa pelabuhan Beirut yang hancur dalam ledakan dahsyat pada 4 Agustus 2020 lalu, untuk melakukan hening cipta dan menyalakan lilin di dekat ground zero pada pukul 18:07 waktu setempat (jam yang sama ketika ledakan terjadi). Saat langit menjadi semakin malam, peringatan protes pun berlanjut yang membawa para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi anti huru hara di pusat kota. 

Sampai detik ini, para pengunjuk rasa tetap pada pendirian mereka untuk menuntut revolusi dan pengunduran diri Presiden Michael Aoun. Terkait dengan hal itu, Jan Kubis selaku perwakilan khusus PBB untuk Lebanon berkata, “Komitmen dan kerinduan masyarakat akan reformasi dan perubahan yang mendalam terus kuat, bahkan jika momentumnya telah surut,” kata Kubis. “Mereka telah menanam benih untuk perubahan sistemik. Satu tahun berlalu, perjuangan mereka terus berlanjut. ”

Seorang warga bernama Tala Ladki (25 tahun), yang ikut ambil bagian dalam protes termasuk tahun lalu, kembali mengenang momen 2019 dalam perasaan campur aduk. "Banyak yang telah terjadi dalam setahun terakhir ini, dan saya tidak dapat menyangkal efek negatif dari semua yang telah terjadi ... tapi saya tahu ini perjuangan," katanya kepada Middle East Eye. “[Saya] masih berharap, tapi sedikit lebih lelah dari tahun lalu.”

2. Unjuk rasa bukan penyebab krisis negara

Peringatan Setahun Gerakan Demo Massal di Lebanon, Adakah Perubahan?Foto patung wanita yang terbuat dari puing-puing usai ledakan di pelabuhan Beirut. Sumber: Twitter.com/Beirutiyat

"Keruntuhan ekonomi di Lebanon tidak ada hubungannya dengan protes," kata Mohamad Faour, peneliti keuangan di College Dublin University. “Menyalahkan protes itu sangat tidak adil.” 

Melansir dari Al-Arabiya, Faour menegaskan bahwa kejatuhan ekonomi tidak bisa dihindari. Menurutnya, yang semestinya menjadi pertanyaan adalah kapan itu terjadi. Faour menjelaskan secara sederhana bahwa krisis ekonomi dan keuangan di Lebanon dipelopori oleh banyaknya hutang yang dimiliki.

Selama bertahun-tahun, Lebanon meminjam uang yang lebih dari batas kemampuan, sementara 85 persen sumber dayanya diimpor. Bank Sentral telah lama menutupi persoalan impor dengan menggunakan uang deposan di bank swasta. Alhasil ketika simpanan menurun sampai akhirnya habis total, Lebanon pun tidak lagi memiliki uang yang masuk. Mata uang Lebanon pun turun 80 persen dalam nilainya. 

Namun terlepas dari hal itu, permasalahan ekonomi sebenarnya dapat segera diatasi bila pemerintah tidak 'lamban' dalam menanggapi. “Masalahnya bukanlah kurangnya reformasi, melainkan kurangnya kemauan untuk melaksanakan reformasi tersebut,” jelasnya. Terlepas dari tanda-tandanya, kelumpuhan kebijakan adalah sumber kacau balaunya negara.

 "Angka-angka berbicara sendiri," Faour menjelaskan.

Baca Juga: Kunjungi Lebanon, Presiden Prancis Ancam Jatuhkan Sanksi

3. Banyak warga sipil pilih meninggalkan negaranya

Peringatan Setahun Gerakan Demo Massal di Lebanon, Adakah Perubahan?Kondisi bangunan yang rusak di Beirut usai ledakan dahsyat terjadi di pusat kota. Rumah sakit juga jadi salah satu yang alami kerusakan total. Twitter.com/akhbar

Semenjak demonstrasi pada 17 Oktober 2019, hingga kini dua pemerintah telah mengundurkan diri dari jabatannya. Namun, kemerosotan ekonomi terdalam Lebanon yang menhadirkan jurang krisis dan kemiskinan, menyebakan banyak warga sipil pada akhirnya lebih memilih untuk mencari peluang yang lebih baik di negeri lain. Keputusan untuk bermigrasi pun semakin banyak dilakukan tatkala ledakan dahsyat terjadi di pelabuhan Beirut.

 “Pemerintah kami bersama dengan partai politik menghancurkan harapan kami,” kata May, seorang mahasiswa berusia 25 tahun. "Kami lelah dan sangat hancur, mereka tidak memberi kami pilihan lain selain pergi. " kutip Al Jazeera. 

Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang memelopori komunitas internasional, telah mendesak partai-partai yang berkuasa di Lebanon untuk membentuk pemerintahan baru, usai  Perdana Menteri Hassan Diab dan hampir seluruh jajaran menterinya mengundurkan diri secara serentak karena terjadinya ledakan Beirut. 

Setelahnya, Mustapha Adib pun ditunjuk sebagai Perdana Menteri Lebanon, namun sosoknya yang masih 'misteri' membuat rakyat merasa tidak nyaman akan penunjukannya. Baru empat minggu berjalan, Adib pun mengundurkan diri. 

"Saya minta diri untuk tidak melanjutkan tugas membentuk pemerintahan," kata Adib dalam pidato yang disiarkan televisi, meminta maaf kepada rakyat Lebanon atas "ketidakmampuannya untuk mewujudkan aspirasinya bagi tim reformis" dalam menyelamatkan negara.

Al Jazeera melaporkan bahwa Presiden Lebanon, Michel Aoun, akan mengadakan konsultasi dengan faksi-faksi utama di Parlemen minggu depan sebelum menunjuk perdana menteri baru untuk ketiga kalinya dalam waktu kurang dari setahun. Besar kemungkinan bahwa Said al-Hariri akan kembali ditunjuk untuk menempati posisi tersebut. Bila demikian, maka pengunduran dirinya tahun lalu akibat aksi demo pun seolah tidak berarti besar. Para pengunjuk rasa jelas tidak senang dengan hal ini. 

Tetapi, Dengan segala keterbatasannya, gerakan protes jelas menghasilkan sesuatu yang penting. Seperti ketika pihak berwenang hampir sepenuhnya meninggalkan publik sendiri untuk menghadapi dampak ledakan, warga berinisiatif dengan sendirinya turun ke jalan saling bahu membahu membersihkan puing reruntuhan, menyediakan tempat berteduh bagi mereka yang kehilangan dan menyebarkan info pencarian di sosial media bahkan untuk orang yang mereka sendiri tidak kenal. 

 “Anda menemukan orang-orang lebih termobilisasi untuk membantu satu sama lain… itu adalah wajah lain dari revolusi,” kata Carmen Geha, profesor administrasi publik dan aktivis, kepada kantor berita The Associated Press.

Rakyat Lebanon jelas lelah, tetapi mereka tidak sepenuhnya menyerah. Bagaimanapun juga, perubahan adalah sebuah perjalanan yang panjang. Oleh sebab itu peringatan unjuk rasa pun diadakan, sebagai bentuk peringatan bagi orang-orang elit  yang 'curang' di pemerintahan, kalau mereka kini telah kehilangan kontrolnya. 

Baca Juga: Siapa Hassan Diab? PM Lebanon yang Memilih Mundur Usai Ledakan Hebat

Calledasia Lakawa Photo Verified Writer Calledasia Lakawa

Broken crayons still color

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya