20 Pelaku Serangan Teror di Paris 2015 akan Diadili

Saat itu, peristiwa tersebut menewaskan sebanyak 130 orang

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 20 pelaku serangan teror Paris yang terjadi tahun 2015 lalu akan menjalani proses peradilan pada hari Rabu, 8 September 2021, ini waktu setempat. Peristiwa tersebut pada saat itu telah menewaskan sebanyak 130 orang.

Bagaimana awal ceritanya?

1. Beberapa jalan akan ditutup untuk mobil dan pejalan kaki jelang persidangan 

Dilansir dari Aljazeera.com, sebanyak 20 pelaku yang semuanya pria akan menjalani proses peradilan pada hari Rabu, 8 September 2021, ini waktu setempat.

Dengan polisi dalam siaga tinggi, beberapa jalan akan ditutup untuk mobil dan pejalan kaki di sekitar gedung Pengadilan Palais de Justice di sebuah pulau di pusat kota Paris, dengan tepi Sungai Seine di sekitarnya juga terlarang.

Mereka yang diberi wewenang untuk menghadiri persidangan harus melalui beberapa pos pemeriksaan sebelum diizinkan di pengadilan yang dibangun secara khusus dan ruang lain di mana sidang akan disiarkan.

Persidangan tersebut akan memakan waktu selama 9 bulan ke depan, dengan sekitar 1.800 penggugat dan lebih dari 300 pengacara mengambil bagian dalam apa yang digambarkan Menteri Kehakiman Prancis, Eric Dupond-Moretti, sebagai maraton peradilan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Berkas kasus berjalan ke satu juta halaman dalam 542 volume yang berukuran 53 meter.

Salah satu pelaku bernama Salah Abdelsalam, warga negara Prancis yang tinggal di Belgia dan saat ini dipenjara di Prancis, akan bergabung dengan 13 orang lainnya yang dituduh membantu merencanakan dan menyediakan logistik serta senjata pada tanggal 13 November 2015 lalu.

Dia dihadapkan dengan tuduhan pembunuhan terkait dengan perusahaan teroris.

Sekitar 6 orang lainnya, yang merupakan anggota ISIS, yang sebagian besar saat ini diyakini oleh intelijen Prancis tewas di Suriah, akan diadili secara in absentia.

2. Seorang pensiunan hakim mengatakan serangan itu sudah direncanakan sebelumnya di Suriah 

Baca Juga: Pelaku Teror di Selandia Baru Diketahui Anggota ISIS

Seorang pensiunan hakim di Prancis bernama Jean-Louis Bruguiere mengatakan serangan teror saat itu telah direncanakan di Suriah dan dilakukan oleh orang Eropa yang telah tergabung dengan ISIS dan dapat melakukan perjalanan bolak-balik tanpa terdeteksi dengan arus migran.

Para pelaku sebagian besar merupakan warga negara Prancis dan Belgia serta lahir di Eropa dari imigran Afrika Utara.

Serangan terencana dan terkoordinasi seperti itu akan sangat sulit dilakukan di Prancis atau Belgia saat ini.

Menurutnya, mereka pada saat itu tidak terdeteksi tepat waktu, tetapi dinas intelijen Prancis dan Belgia sejak itu telah sangat diperkuat dan beberapa serangan semacam ini sekarang digagalkan karena pihak berwenang dapat mengambil komunikasi mereka.

Undang-Undang Anti Terorisme baru di Prancis memberi polisi wewenang yang lebih besar untuk menggeledah rumah dan melakukan tahanan rumah tanpa persetujuan pengadilan sebelumnya.

Situs-situs keagamaan yang dianggap radikal juga bisa ditutup, namun langkah-langkah tersebut justru telah menarik kecaman dari para pendukung hak-hak sipil.

Salah seorang korban bernama Alexis Lebrun, yang merupakan juru bicara Life for Paris (asosiasi korban yang dibentuk setelah serangan itu), ketika itu berada di antara penonton Bataclan di konser rock.

Beruntung, pada saat itu dia tidak mengalami luka-luka secara fisik, tetapi sebagian besar dapat melanjutkan hidupnya lagi, meskipun dia harus berganti pekerjaan karena dia tidak kuat dengan kecemasan yang dia rasakan saat menggunakan transportasi umum pada jam sibuk.

Dia juga berharap persidangan ini akan membawa beberapa jawaban serta akhir yang baik.

3. Sebelumnya, Abdelsalam dengan tegas menolak bekerja sama dengan penyelidikan Prancis

Abdelsalam akan menjalani proses peradilan terkait serangan teror tersebut. Sebelumnya, dia dengan tegas menolak untuk bekerja sama dengan penyelidikan Prancis dan sebagian besar tetap diam selama persidangan terpisah di Belgia pada tahun 2018 lalu serta menilai pengadilan itu bias.

Pembelaan Abdelsalam, yang dipimpin oleh pengacara Olivia Ronen, mengatakan meski persidangan akan dipenuhi dengan rasa emosi, pengadilan harus menjaga jarak jika tidak ingin melupakan prinsip-prinsip yang menopang negara hukum Prancis.

Fokus lain dari persidangan ini adalah bagaimana regu pembunuh berhasil bergerak tanpa terdeteksi ke Prancis, yang diduga menggunakan aliran migran dari wilayah Suriah yang dikuasai ISIS sebagai perlindungan.

Saat itu, Abdelsalam merupakan salah satu pelaku bom bunuh diri, tetapi ia memilih melarikan diri dari tempat peristiwa itu setelah melepaskan sabuk bunuh diri yang dinilai para penyidik sudah rusak.

Seperti yang diketahui, peristiwa serangan teror tersebut telah menewaskan sebanyak 130 orang yang terjadi pada Jumat, 13 November 2015, malam saat itu.

Terduga koordinator yang merupakan warga negara Belgia, Abdelhamid Abaaoud, tewas terbunuh saat itu oleh polisi Prancis di timur laut Paris 5 hari setelah serangan itu.

Baca Juga: Google Ajukan Banding Putusan Denda dari Regulator Prancis

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya