86 Aktivis Bangladesh Hilang, HRW Minta Penyelidikan

Dalam satu dekade terakhir, sebanyak 600 orang ditangkap

Dhaka, IDN Times - Human Rights Watch telah mendesak penyelidikan PBB atas hilangnya sebanyak 86 aktivis politik yang telah hilang selama satu dekade terakhir. Dalam waktu yang sama juga, sebanyak 600 orang telah ditangkap serta mereka yang telah dibebaskan terlalu takut untuk mengungkapkannya di depan umum. Bagaimana awal ceritanya?

1. Selain itu, HRW menyerukan sanksi yang ditargetkan kepada anggota Batalyon Aksi Cepat

86 Aktivis Bangladesh Hilang, HRW Minta PenyelidikanKumpulan 86 foto aktivis Bangladesh yang hilang sampai saat ini. (Twitter.com/PearsonElaine)

Dilansir dari Aljazeera.com, pihak Human Rights Watch menyerukan adanya penyelidikan oleh PBB atas dugaan penghilangan paksa aktivis oposisi Bangladesh, yang menuntut sanksi terhadap pejabat yang dianggap telah bertanggung jawab. Pengawas HAM merilis sebuah laporan pada hari Senin, 16 Agustus 2021, waktu setempat yang mengidentifikasi 86 aktivis politik, pengusaha, dan anggota mahasiswa oposisi Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) yang hilang dalam satu dekade terakhir. Dikatakan penghilangan telah menjadi ciri pemerintahan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, sejak tahun 2009 lalu, yang dianggap sebagai alat untuk membatasi kebebasan berbicara dan kritik.

HRW juga menyerukan sanksi yang ditargetkan pada anggota Batalyon Aksi Cepat, pasukan polisi elit yang dituduh melakukan banyak penghilangan paksa. Anggota spesialis HRW untuk Asia Selatan, Meenakshi Ganguly, mengatakan bahwa pihaknya ingin PBB dan pakar internasional lainnya meluncurkan penyelidikan independen, karena telah menjadi sangat jelas bahwa pihak berwenang Bangladesh bersedia untuk mengabaikan dan bahkan memberikan impunitas untuk pelanggaran semacam ini. Belum ada komentar atas tuduhan dari pemerintah atau Batalyon Aksi Cepat, yang di masa lalu telah dituduh melakukan pelanggaran HAM, termasuk pembunuhan di luar proses hukum.

Organisasi HAM lainnya mengatakan sebanyak 600 orang telah ditangkap dalam satu dekade terakhir dan mereka yang telah dibebaskan terlalu takut untuk mengungkapkan di depan umum. Kelompok Monitor Odhikar melaporkan ada 16 dugaan penghilangan paksa pada paruh pertama tahun 2021 lalu. Menurut mantan kepala Ain o Salish Kendra (kelompok HAM terkemuka di Bangladesh), Nur Khan Liton, mengatakan penghilangan paksa ini telah menciptakan lingkungan ketakutan yang mengerikan. Pejabat senior pemerintah di masa lalu telah membantah bahwa badan keamanan telah mengambi siapa pun, dengan mengatakan bahwa para korban telah bersembunyi.

2. Sekjen PBB menjelaskan bahwa PBB tidak mau menjadi kedok untuk pelanggaran militer di dalam negeri

86 Aktivis Bangladesh Hilang, HRW Minta PenyelidikanSekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres. (Instagram.com/antonioguterres)

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, harus menjelaskan bahwa PBB tidak mau menjadi kedok untuk pelanggaran militer di dalam negeri. Departemen Operasi Perdamaian PBB harus memutuskan semua hubungan dengan unit dan komandan mana pun yang ditemukan bertanggung jawab atas pelanggaran HAM yang serius, termasuk komandan yang gagal mencegah atau menghukum pelanggaran oleh individu di bawah komando mereka. Sebagian besar dari korban yang hilang merupakan pengkritik pemerintah Partai Liga Awami yang berkuasa saat ini.

Meski demikian, pemerintah Bangladesh secara konsisten menyangkal bahwa pasukan keamanannya melakukan penghilangan paksa dan penyangkalan seperti itu mengalir dari kepemimpinan pemerintah, melalui jajaran otoritas Bangladesh. Keluarga korban berulang kali menggambarkan penolakan langsung oleh polisi dan pasukan keamanan lainnya untuk mengajukan kasus atau melakukan penyelidikan yang sah atas dugaan penghilangan paksa, kadang-kadang bahkan mengutip "perintah dari atas".

Baca Juga: 17 Orang Tewas Tersambar Petir di Bangladesh

3. PBB juga meminta perwira Batalyon Aksi Cepat dilarang ikut dalam menjaga misi perdamaian

86 Aktivis Bangladesh Hilang, HRW Minta PenyelidikanKantor Perserikatan Bangsa-Bangsa. (Pixabay.com/995645)

Menggambarkan unit tersebut sebagai "pasukan kematian", organisasi HAM telah berulang kali menyerukan agar Batalyon Aksi Cepat dibubarkan. Pada bulan Oktober 2020 lalu, sekitar 10 senator Amerika Serikat menerbitkan surat bipartisan yang menyerukan sanksi terhadap pejabat tinggi Batalyon Aksi Cepat untuk eksekusi di luar proses hukum, penghilangan paksa, dan penyiksaan. Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Uni Eropa, dan pemerintah negara lainnya dengan rezmi sanksi HAM yang serupa
harus menjatuhkan sanksi yang ditargetkan kepada pejabat tinggi yang bertanggung jawab atas kasus ini serta pelanggaran berat lainnya.

Guterres harus melarang perwira Batalyon Aksi Cepat berpartisipasi dalam misi penjaga perdamaian PBB serta meningkatkan penyaringan mereka yang dikerahkan di bawah bendera PBB untuk memastikan kebijakan penyaringan HAM diterapkan secara efektif di Bangladesh. Laporan yang dirilis ini telah diterbitkan berdasarkan lebih dari 115 wawancara yang dilakukan sejak Juli 2020 hingga Maret 2021 lalu dengan para korban, anggota keluarga mereka, serta saksi penghilangan paksa.

Baca Juga: Bangladesh: Sapi Kerdil Sebabkan Kerumunan Rawan COVID-19

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya