Aktivis HAM dan Warga Tuding Militer Myanmar Manfaatkan Pandemi

Jumlah kasus harian meningkat dalam sebulan terakhir

Naypyitaw, IDN Times - Para aktivis HAM di Myanmar serta warga setempat menuding pemerintah militer Myanmar memanfaatkan pandemi COVID-19 untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan menghancurkan kubu oposisi. Jumlah kasus harian COVID-19 di Myanmar dalam sebulan terakhir ini mengalami peningkatan drastis. Bagaimana awal ceritanya?

1. Seminggu terakhir ini, tingkat kematian per kapita di Myanmar menjadi yang terburuk di Asia Tenggara  

Aktivis HAM dan Warga Tuding Militer Myanmar Manfaatkan PandemiPara petugas medis melakukan kremasi jenazah pasien COVID-19 di Myanmar. (Twitter.com/bhonekhant247)

Dilansir dari Independent.co.uk, dengan meningkatnya kematian akibat COVID-19 di Myanmar, tuduhan tumbuh dari warga setempat dan para aktivis HAM pada hari Jumat, 30 Juli 2021, waktu setempat bahwa pemerintah militer menggunakan pandemi untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan menghancurkan oposisi. Dalam sepekan terakhir ini, angka kematian per kapita di Myanmar telah melampaui Indonesia dan Malaysia sehingga menjadi yang terburuk di Asia Tenggara. Sistem perawatan kesehatan negara yang lumpuh dengan cepat menjadi kewalahan dengan pasien baru yang sakit COVID-19.

Pasokan oksigen medis hampir habis dan pemerintah telah membatasi penjualan pribadinya di banyak tempat, dengan mengatakan sedang berusaha mencegah penimbunan. Tapi itu telah menyebabkan tuduhan yang meluas bahwa stok diarahkan ke pendukung pemerintah dan rumah sakit yang dikelola militer. Pada saat yang sama, para pekerja medis menjadi sasaran setelah mempelopori gerakan pembangkangan sipil yang mendesak para profesional dan pegawai negeri untuk tidak bekerja sama dengan pemerintah, yang dikenal Dewan Administrasi Negara.

Anggota PBB yang juga mantan pakar HAM Myanmar serta anggota pendiri Dewan Penasihat Khusus untuk Myanmar, Yanghee Lee, mengatakan mereka telah berhenti membagikan alat pelindung diri dan masker serta mereka tidak akan membiarkan warga sipil yang mereka curigai mendukung gerakan demokrasi dirawat di rumah sakit dan mereka menangkap dokter yang mendukung gerakan pembangkangan sipil. Ia menambahkan dengan oksigen, mereka telah melarang penjualan kepada warga sipil atau orang-orang yang tidak didukung oleh Dewan Administrasi Negara, sehingga mereka menggunakan sesuatu yang dapat menyelamatkan orang-orang dari pihak militer yang mempersenjatai COVID-19.

2. Wakil Menteri Informasi Myanmar tidak menanggapi pertanyaan tuduhan itu

Aktivis HAM dan Warga Tuding Militer Myanmar Manfaatkan PandemiSituasi di salah satu wilayah di Myanmar di kala pandemi COVID-19 dan junta militer Myanmar. (Twitter.com/RvlBurma2)

Wakil Menteri Informasi Myanmar, Zaw Min Tun, tidak menanggapi pertanyaan mengenai tuduhan itu, tetapi dengan meningkatnya tekanan internal dan eksternal untuk mengendalikan pandemi, kepemimpinan telah melakukan serangan hubungan masyarakat. Beberapa sumber setempat menyoroti upaya pemerintah, termasuk apa yang disebut dorongan untuk melanjutkan vaksinasi dan meningkatkan pasokan oksigen. Kepala Pemerintahan Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, mengatakan bahwa upaya juga sedang dilakukan untuk mencari dukungan dari PBB Asia Tenggara dan negara-negara bersahabat yang tidak ditentukan.

Menurutnya, upaya harus dilakukan untuk memastikan kesehatan yang lebih baik bagi negara dan masyarakat. Ketika pembangkangan sipil tumbuh seteah kudeta terhadap Aung San Suu Kyi, rumah sakit umum pada dasarnya ditutup karena dokter dan staf lain menolak untuk bekerja di bawah pemerintahan baru, alih-alih menjalankan klinik darurat di mana mereka menghadapi penangkapan jika tertangkap basah. Beberapa telah kembali ke rumah sakit umum, tetapi salah seorang dokter mengatakan itu terlalu berisiko.

Baca Juga: Kewalahan Hadapai COVID-19, Junta Myanmar Minta Bantuan Internasional

3. Jumlah kasus COVID-19 di Myanmar sampai saat ini 

Aktivis HAM dan Warga Tuding Militer Myanmar Manfaatkan PandemiPara petugas medis di Myanmar sedang melakukan pengujian COVID-19 terhadap para warga setempat. (Twitter.com/BurmaSpring2021)

Jumlah kasus COVID-19 di Myanmar sampai hari Kamis, 29 Juli 2021, waktu setempat mencapai angka 289.333 kasus dengan rincian 8.552 kasus berakhir meninggal dunia serta 202.235 kasus berakhir sembuh. Di hari yang sama, Myanmar mengalami penambahan kasus sebanyak 5.234 kasus baru dengan rincian 342 kasus berakhir meninggal dunia. Untuk saat ini, Myanmar berada di urutan ke-72 jumlah kasus COVID-19 terbanyak di dunia.

Angka-angka yang tertera di Myanmar dianggap kurang drastis karena kurangnya pengujian dan pelaporan. Wakil Direktur Human Rights Watch untuk Regional Asia, Phil Robertson, mengatakan dengan membiarkan COVID-19 lepas kendali, junta militer mengecewakan warga Myanmar serta wilayah dan dunia yang lebih luas, yang dapat terancam oleh varian baru yang dipicu oleh penyebaran penyakit yang tidak terkendali di tempat-tempat seperti Myanmar. Ia menambahkan masalahnya adalah junta militer lebih peduli untuk mempertahankan kekuasaan ketimbang menghentikan pandemi.

Baca Juga: Junta Myanmar Batalkan Kemenangan Aung San Suu Kyi pada Pemilu 2020

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya