Dewan Keamanan PBB Desak Taliban Akhiri Represif Terhadap Perempuan

Kelompok Taliban mengaku siap dikenai sanksi internasional

Jakarta, IDN Times - Beberapa anggota Dewan Keamanan PBB telah mendesak kepada Taliban untuk segera mengakhiri tindakan represifnya terhadap kaum perempuan yang diungkapkan pada Jumat (13/1) waktu setempat.

Sejak Taliban memegang kendali atas Afghanistan, hampir semua kehidupan publik dilarang dilakukan oleh kaum perempuan Afghanistan.

Baca Juga: Deal! Taliban-China Kerja Sama Ekstraksi Minyak di Afghanistan

1. PBB Ungkap sebanyak 97 persen warga Afghanistan hidup dalam kemiskinan

Dilansir dari Al Jazeera, alasan yang dikemukakan oleh Dewan Keamanan PBB terhadap Taliban karena kelompok tersebut terus memberlakukan kebijakan yang membatasi pendidikan dan pekerjaan mereka. Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang bertemu secara pribadi pada Jumat waktu setempat untuk membahas keputusan pemerintah pimpinan Taliban, yang merebut kekuasaan di Afghanistan pada Agustus 2021 lalu setelah penarikan pasukan AS.

Sejak saat itu juga, Taliban telah menekan perempuan dari hampir semua bidang kehidupan publik, melarang mereka dari pendidikan menengah dan tinggi, pekerjaan sektor publik, dan mengunjungi taman.

Duta Besar Jepang untuk PBB, Ishikane Kimihira, berbicara atas nama 11 anggota Dewan Keamanan PBB dengan mengatakan pihaknya mendesak Taliban untuk segera membatalkan semua tindakan penindasan terhadap perempuan dan anak perempuan.

Negara-negara yang masuk dalam 11 anggota tersebut diantaranya Albania, Brasil, Ekuador, Prancis, Gabon, Jepang, Malta, Swiss, UEA, Inggris Raya, dan AS. Mereka meminta Taliban untuk menghormati hak-hak perempuan dan anak perempuan serta hak mereka yang penuh dan setara. Selain itu, mereka juga meminta partisipasi dan inklusi yang berarti di semua aspek masyarakat di Afghanistan, dari politik dan ekonomi hingga pendidikan dan ruang publik.

Mereka juga meminta pihak berwenang di Afghanistan mencabut larangan perempuan bekerja untuk kelompok bantuan atau menghadiri universitas atau sekolah menengah. PBB mengungkapkan bahwa sekitar 97 persen warga Afghanistan berada dalam hidup kemiskinan, di mana dua pertiga populasi membutuhkan bantuan untuk bertahan hidup, dan 20 juta warga menghadapi kelaparan akut.

Baca Juga: Indonesia Minta Taliban Buka Akses Pendidikan Bagi Perempuan 

2. Gagalnya mengirimkan bantuan karena tanpa seorang perempuan setempat yang ikut bekerja

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengatakan pengiriman bantuan terhadap warga Afghanistan sendiri masih terhalang. Ia menjelaskan perwakilan khusus setempat juga menguraikan potensi dampak negatif dari keputusan tersebut serta menekankan perlunya persatuan Dewan dalam menghadapi keputusan ini.

Menyusul larangan perempuan setempat bekerja untuk organisasi non-pemerintah atau pekerjaan sektor bantuan lainnya bulan Desember 2022 lalu, banyak LSM memilih menangguhkan operasi penyelamatan mereka, dengan alasan tidak mungkin mendistribusikan bantuan dan operasi staf, tanpa partisipasi perempuan lokal. Juru bicara PBB juga mencatat bahwa Dewan juga diberi pengarahan oleh Direktur Eksekutif Dana Anak-anak PBB UNICEF,  yang memusatkan pengarahannya pada situasi anak perempuan dan anak-anak di Afghanistan.

Baca Juga: Pakistan Sebut Afghanistan Sarang Teroris, Taliban: Jangan Provokatif!

3. Pejabat PBB sempat bertemu dengan petinggi Taliban pada Desember 2022 lalu namun berakhir kurang baik

Sekitar Desember 2022 lalu, pejabat Kepala Misi PBB di Afghanistan, Ramiz Alakbarov, bertemu dengan para pemimpin Taliban dalam upaya membujuk mereka untuk mencabut larangan mereka terhadap semua perempuan yang bekerja untuk lembaga bantuan. Ia bertemu dengan Menteri Ekonomi Taliban, Din Mohammad Hanif, di Kabul, Afghanistan, dengan mengatakan kepadanya bahwa jutaan warga Afghanistan membutuhkan bantuan kemanusiaan dan menghilangkan hambatan sangat penting.

Menteri Pendidikan Tinggi Taliban, Nida Mohmmad Nadim, menanggapi kritik internasional yang mengatakan bahwa pemerintahannya tidak akan berubah pikiran tentang akses anak perempuan ke pendidikan, bahkan jika mereka menjatuhkan bom atom pada wilayahnya, ia juga menambahkan bahwa mereka siap untuk diberikan sanksi oleh Komunitas Internasional.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Qatar mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa akses untuk bekerja merupakan prinsip HAM yang diterima oleh semua negara di dunia. Ini merupakan pemerintah terbaru dari negara Muslim yang mengkritik langkah Taliban.

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya