Efek Gas Rumah Kaca, 8 Miliar Orang Lebih Terancam Malaria

Angka tersebut didasarkan pada pertumbuhan populasi

London, IDN Times - Akibat efek gas rumah kaca yang berkepanjangan, lebih dari 8 orang miliar di dunia terancam terkena malaria pada tahun 2080 ini. Hal ini didasarkan pada pertumbuhan populasi sekitar 4,5 miliar orang selama periode yang sama. Bagaimana awal ceritanya?

1. Sebuah studi menemukan bahwa jika tingkat emisi terus meningkat, efeknya pada suhu global yang dapat memperpanjang musim penularan 

Efek Gas Rumah Kaca, 8 Miliar Orang Lebih Terancam MalariaIlustrasi nyamuk. (Pixabay.com/nuzree)

Dilansir dari The Guardian, sebuah studi baru menunjukkan bahwa lebih dari 8 miliar orang di seluruh dunia berisiko terkena malaria dan demam berdarah pada tahun 2080 ini jika emisi gas rumah kaca terus meningkat tanpa henti. Malaria dan demam berdarah akan menyebar hingga mencapai miliaran orang berdasarkan proyeksi baru. Para peneliti memperkirakan bahwa hingga 4,7 miliar lebih banyak orang dapat terancam oleh dua penyakit yang ditularkan oleh nyamuk paling menonjol di dunia, dibandingkan dengan angka tahun 1970-1999 lalu.

Angka-angka tersebut didasarkan pada proyeksi pertumbuhan populasi sekitar 4,5 miliar selama periode yang sama dan kenaikan suhu sekitar 3,7 derajat Celcius pada tahun 2100 ini. Studi yang dipimpin oleh London School of Hygiene & Tropical Medicine (LSHTM) dan diterbitkan dalam jurnal Lancet Planetary Health, menemukan bahwa jika tingkat emisi terus meningkat pada tingkat saat ini, efeknya pada suhu global dapat memperpanjang musim penularan lebih dari 1 bulan untuk malaria dan 4 bulan untuk demam berdarah selama 50 tahun ke depan.

Asisten Profesor di LSHTM dan salah satu pembuat laporan, Felipe J. Colon-Gonzalez, mengatakan pekerjaan ini sangat menyarankan bahwa mengurangi emisi gas rumah kaca dapat mencegah jutaan orang tertular malaria dan demam berdarah. Hasilnya menunjukkan skenario rendah emisi secara signifikan mengurangi lama penularan, serta jumlah orang yang beresiko, di mana tindakan untuk membatasi kenaikan suhu global jauh di bawah 2 derajat Celcius harus dilanjutkan.

2. Beberapa negara di dunia mengalami kebangkitan penyakit malaria  

Efek Gas Rumah Kaca, 8 Miliar Orang Lebih Terancam MalariaSuasana di sekitar salah satu wilayah yang berada di Eritrea. (Pixabay.com/12019)

Baca Juga: Berkat Upaya 70 Tahun, Tiongkok Akhirnya Jadi Negara Bebas Malaria

Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), malaria membunuh lebih dari 400 ribu orang setiap tahunnya dan sebagian besar merupakan anak-anak. Pada tahun 2019 lalu, lebih dari 90 persen dari perkiraan 230 juta kasus terjadi di benua Afrika dan saat ini, terapii kombinasi berbasis artemisinin adalah pengobatan terbaik yang tersedia untuk bentuk malaria paling berbahaya, P falciparum, yang menyumbang sekitar 90 persen kasus.

Penyakit demam berdarah sendiri tidak memiliki pengobatan khusus dan penyakit ini sendiri kurang dilaporkan, dengan hampir setengah populasi dunia berisiko. Demam berdarah diperkirakan menginfeksi sebanyak 100 juta hingga 400 juta orang setiap tahunnya dan membunuh sekitar 20 ribu orang. Menurut Profesor LSHTM, Prof. Rachel Lowe, beberapa negara seperti Eritrea, Sudan, dan Kolombia telah mengalami kebangkitan malaria yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Jumlah kasus demam berdarah yang dilaporkan ke WHO meningkat lebih dari 8 kali lipat selama dua dekade terakhir, dari 505.430 pada tahun 2000 lalu menjadi 5,2 juta pada tahun 2019 lalu. Faktor studi LSHTM dalam berbagai tingkat emisi gas rumah kaca, kepadatan penduduk, serta ketinggian. Tetapi para peneliti telah mengakui bahwa beberapa faktor kunci lainnya belum diperhitungkan, termasuk evolusi penyakit dan vektor, atau pengembangan obat dan vaksin yang lebih efektif.

Uji coba vaksin malaria sedang berlangsung dan untuk demam berdarah telah dilisensikan di beberapa negara.

3. Kerusakan iklim meningkatkan kekhawatiran mengenai penularan penyakit yang dibawa nyamuk

Efek Gas Rumah Kaca, 8 Miliar Orang Lebih Terancam MalariaIlustrasi gelombang panas. (Pixabay.com/selenee51)

Kerusakan iklim telah meningkatkan kekhawatiran bahwa penularan penyakit yang dibawa nyamuk akan meningkat sebagai akibat dari peningkatan kelangsungan hidup dan tingkat gigitan serangga, musim penularan yang lebih lama dan berbagai faktor lainnya. Studi ini mencatat bahwa malaria dan demam berdarah secara bertahap muncul di tempat-tempat yang sebelumnya tidak berpengaruh dan muncul kembali di tempat-tempat yang telah mereda selama beberapa dekade. Malaria bergeser ke tempat yang lebih tinggi, sementara urbanisasi dikaitkan dengan peningkatan risiko demam berdarah.

Meskipun model skenario terburuk menunjukkan bahwa beberapa daerah bisa menjadi
terlalu panas untuk beberapa spesies nyamuk, situasi itu kemungkinan akan menyebabkan efek kesehatan lainnya, seperti kematian terkait panas, penurunan produktivitas tenaga kerja, dan pengurangan produksi makanan. Menurut Prof. Rachel Lowe, tindakan kesehatan masyarakat akan sangat penting di daerah-daerah di mana penularan sesekali terjadi karena sistem kesehatan masyarakat mungkin tidak siap untuk mengendalikan dan mencegah penyakit ini.

Baca Juga: Aljazair & Argentina Dinyatakan Bebas dari Malaria Oleh WHO

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya