Kasus Genosida di Rwanda, Prancis Dituduh Ambil Peran

Peristiwa tersebut terjadi sekitar tahun 1994 lalu

Kigali, IDN Times - Kasus genosida di Rwanda membuat pihak pemerintah Rwanda menuding Prancis memainkan peran paling signifikan serta memikul tanggung jawab besar atas peristiwa tersebut. Seperti yang diketahui, peristiwa genosida di Rwanda terjadi pada tahun 1994 lalu. Bagaimana awal ceritanya?

1. Tuduhan tersebut merupakan lanjutan perselisihan antara Prancis dengan Rwanda

Kasus Genosida di Rwanda, Prancis Dituduh Ambil PeranSuasana di sekitar salah satu wilayah yang berada di Rwanda. (Unsplash.com/rwandan)

Dilansir dari The Guardian, Prancis dituding memikul tanggung jawab yang besar atas kematian ratusan ribu orang dalam peristiwa genosida Rwanda tahun 1994 lalu karena tetap tak tergoyahkan dalam mendukung sekutunya meskipun para pejabat tahu pembantaian itu sedang disiapkan. Tuduhan tersebut adalah yang terbaru dalam perselisihan berkelanjutan antara pemerintah Prancis dan negara kecil di Afrika Timur mengenai peran yang dimainkan di sana oleh Prancis saat sebelum dan selama pembunuhan massal.

Prancis telah lama dituding tidak berbuat cukup banyak untuk menghentikan genosida. Laporan setebal 600 halaman, yang dibuat oleh firma hukum Amerika Serikat, Levy Firestone Muse, menyebut Prancis sebagai kolaborator rezim ekstremis Hutu yang mengatur pembunuhan sekitar 800 ribu orang, terutama dari minoritas Tutsi. Dalam laporan tersebut juga terdiri dari jutaan dokumen dan wawancara dengan lebih dari 250 saksi, yang tidak menemukan bukti bahwa pejabat atau personel Prancis telah secara langsung berpartisipasi dalam pembunuhan Tutsi.

Ini mengikuti publikasi bulan Maret 2021 lalu dari penyelidikan terpisah ke acara yang sama yang ditugaskan oleh Presiden Prancis, Emmanuel Macron.

2. Rwanda dan Prancis telah memutuskan hubungan diplomatik pada tahun 2006 lalu

Kasus Genosida di Rwanda, Prancis Dituduh Ambil PeranPresiden Rwanda, Paul Kagame, saat mengenang peristiwa genosida yang terjadi di negaranya. (Twitter.com/RwandaParliamnt)

Rwanda dan Prancis memutuskan hubungan diplomatik pada tahun 2006 lalu setelah seorang hakim di Prancis menuduh Kagame dan 9 pembantunya menembak jatuh pesawat mantan Presiden Rwanda, Juvenal Habyarimana, pada bulan April 1994 lalu yang merupakan katalisator peristiwa genosida, namun pemerintah Rwanda saat itu menolak tuuhan tersebut. Akan tetapi, kedua negara ini memulihkan hubungan diplomatik pada bulan November 2009 lalu.

Pada bulan Mei 2020 lalu, seorang pengusaha yang diduga membantu mendanai peristiwa genosida, Felicien Kabuga, ditangkap di pinggiran kota Paris, Prancis oleh Kepolisian Prancis yang bekerja dengan pengadilan PBB. Namun, pada bulan Juli 2020 lalu, pengadilan banding di Paris menguatkan keputusan untuk mengakhiri penyelidikan panjang atas kecelakaan pesawat yang menewaskan Habyarimana, yang menjalin hubungan dekat dengan pemerintah Prancis. Penyelidikan tersebut memperburuk pemerintah Rwanda karena menargetkan beberapa orang yang dekat dengan Kagame atas dugaan peran mereka.

Dalam beberapa jam setelah kematian Habyarimana, milisi ekstremis Hutu mulai secara sistematis membunuh Tutsi dan beberapa Hutu moderat, dalam skala dengan tingkat kebrutalan yang mengejutkan dunia pada saat itu.

Baca Juga: Komisi Sejarah: Prancis Tidak Terlibat Genosida Rwanda

3. Peristiwa genosida di Rwanda telah berlangsung selama 10 hari dan menewaskan 800 ribu orang

Kasus Genosida di Rwanda, Prancis Dituduh Ambil PeranSuasana di sekitar salah satu wilayah yang berada di Rwanda. (Pixabay.com/Portraitor)

Peristiwa genosida di Rwanda hanya berlangsung selama 100 hari namun telah menewaskan 800 ribu orang pada saat itu. Pembantaian yang dilakukan oleh kelompok ekstremis Hutu menargetkan anggota komunitas minoritas Tutsi serta lawan politik mereka, terlepas dari mana asal etnis mereka. Para ekstremis Hutu pada saat itu mendirikan stasiun radio, RTLM, dan surat kabar yang menyebarkan berita propaganda kebencian dengan mendesak orang-orang untuk "membasmi kecoak" yang berarti membunuh Tutsi.

Nama-nama orang terkemuka yang akan dibunuh juga diumumkan di radio, bahkan para pendeta serta biarawati yang dihukum karena tuduhan membunuh orang, termasuk beberapa yang mencari perlindungan di Gereja. Kelompok komunitas Tutsi melalui Front Patriotik Rwanda (RPF) mendapatkan dukungan dari para tentara Uganda yang membuatnya secara tahap merebut lebih banyak wilayah, sampai pada tanggal 4 Juli 1994 lalu, ketika pasukannya berbaris ke ibukota Rwanda, Kigali.

Akibatnya, sekitar 2 juta orang komunitas Hutu melarikan diri ke perbatasan Republik Demokratik Kongo, yang pada saat itu disebut Zaire, karena takut akan serangan balas dendam, sedangkan yang lainnya memilih kabur ke negara tetangga lainnya, Burundi. Kelompok HAM mengatakan para pejuang RPF membunuh ribuan warga sipil Hutu saat mereka mengambil alih kekuasaan, serta lebih banyak lagi setelah mereka pergi ke Republik Demokratik Kongo untuk mengejar Interahamwe, meski RPF membantahnya.

Dewan Keamanan PBB akhirnya membentuk Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda di kota Arusha, Tanzania, untuk mengadili para pelaku yang terlibat. Sebanyak 93 orang telah didakwa dan usai proses pengadilan yang berlangsung panjang, sebanyak lusinan pejabat senior di rezim sebelumnya dihukum karena kasus genosida dan semuanya berasal dari etnis Hutu. Tak hanya itu, sebanyak 10 ribu orang tewas di penjara sebelum diadili di pengadilan.

Baca Juga: Pahlawan dalam Film Hotel Rwanda Terancam Pidana Terorisme

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya