Pengadilan Hong Kong akan Adili 47 Tokoh Besar Pendukung Demokrasi 

Ini merupakan persidangan terbesar yang terjadi di Hong Kong

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Hong Kong dijadwalkan akan mengadili sebanyak 47 tokoh besar pendukung demokrasi yang dimulai pada Senin (6/2/2023) waktu setempat. Proses persidangan tersebut dinilai juga sebagai pengadilan gerakan pro-demokrasi di wilayah Hong Kong.

Mereka didakwa secara massal di bawah Undang-Undang Keamanan Nasional yang diberlakukan oleh China pada tahun 2020 lalu, setelah adanya gerakan protes dari para pendukung demokrasi dan seringkali disertai kekerasan.

Pemerintah China mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk mengekang terjadinya kerusuhan, akan tetapi para kritikus justru mengatakan tindakan kekerasan terhadap oposisi telah merusak otonomi kota dan kebebasan politik.

1. Dari semua terdakwa, sebanyak 31 tokoh telah mengaku bersalah  

DilansirThe Guardian, sedikitnya sebanyak 31 tokoh di antaranya mengakui
kesalahannya serta 16 tokoh lainnya diharapkan untuk membela ketidakbersalahan mereka di pengadilan.

Mereka yang mengaku bersalah tidak akan dihukum sampai setelah persidangan, yang diperkirakan akan berjalan selama 90 hari. Di antara tokoh yang tertuduh di antaranya akademisi hukum, Benny Tai, mantan anggota parlemen Hong Kong, Claudia Mo, Au Nok-hin, dan Leung Kwok-hung (juga sebagai aktivis terkenal "Long Hair), serta aktivis terkenal "Long Hair" yakni Joshua Wong dan Lester Shum.

Mereka yang dituduh sebagai "pelanggar utama" dapat menghadapi hukuman penjara seumur hidup. Pengadilan telah mendengar bahwa 3 orang tersebut akan memberikan bukti sebagai saksi untuk penututan.

Kasus ini sendiri dikecam oleh kelompok HAM dan hukum, yang menuduh pemerintah setempat menggunakan Undang-Undang Keamanan Nasional dan perubahan proses peradilan untuk menghancurkan perbedaan pendapat.

Baca Juga: Hong Kong Bagi-bagi 500 Ribu Tiket Pesawat Gratis untuk Turis Asing

2. Perwakilan dari beberapa negara tengah mengantri untuk menunggu proses persidangan tersebut  

Perwakilan dari beberapa negara seperti Inggris, AS, Swedia, Jerman, Republik Ceko, Austria, Italia, Selandia Baru, Australia, Kanada, Prancis, serta Uni Eropa juga termasuk di antara mereka yang mengantri dalam mengamati proses persidangan tersebut. Pihak Uni Eropa untuk Hong Kong dan Makau yang diwakili oleh Laurence Vandewalle mengatakan bahwa Uni Eropa telah mengamati persidangan di seluruh dunia sebagai tanda komitmen terhadap demokrasi, HAM, dan supremasi hukum.

"Dalam kasus ini, persidangan para demokrat di bawah Undang-Undang Keamanan Nasional karena anda mungkin tahu bahwa Uni Eropa mengikuti ini dengan sangat hati-hati. Dan kami menghargai bahwa sistem peradilan terbuka serta kami dapat mengamati, jadi kami di sini untuk mengamati," ungkap pernyataan yang disampaikan oleh Vandewelle yang dikutip dari Al Jazeera.

Mantan anggota parlemen oposisi Hong Kong yang saat ini tinggal di AS, Dennis Kwok, menilai proses persidangan itu sebagai "lelucon yang lengkap". "Subversi adalah kejahatan yang mengharuskan seseorang yang mengancam menggunakan kekerasan untuk menggulingkan rezim. Itu tidak termasuk orang-orang yang hanya mencalonkan diri dan berjanji untuk menggunakan jabatan publik mereka untuk memaksa pemerintah menanggapi tuntutan orang-orang yang mereka wakili," ungkap pernyataan dari Kwok yang dikutip dari VOA News.

3. Menurut hukum yang berlaku di Hong Kong, para terdakwa biasanya mendapatkan pengurangan hukuman sebanyak 25 persen karena mengaku bersalah  

Di bawah sistem hukum yang berlaku di Hong Kong, para terdakwa pidana biasanya dapat
menerima pengurangan hukuman sebanyak 25 persen karena mengaku bersalah pada hari pertama persidangan, tetapi ini tidak berlaku untuk persidangan terkait Undang-Undang Keamanan Nasional. Begitu pula sistem juri, dengan persidangan ini akan didengar oleh panel yang terdiri dari 3 hakim yang dipilih langsung oleh Kepala Eksekutif Kota setempat.

Seorang peneliti sneior China di Human Rights Watch, Maya Wang, menjelaskan sistem keamanan nasional sebagai sistem paralel "Frankenstein" yang diukir dalam sistem hukum Hong Kong yang pernah dihormati. Ada kemungkinan bahwa pada akhirnya, terdakwa akan menerima penangguhan hukuman "waktu yang dijalani" untuk penahanan pra-sidang mereka tetapi sebagian besar menghadapi hukuman maksimal 3 tahun penjara.

"Semuanya akan sangat tidak terduga seiring berjalannya waktu. Saya pikir cukup jelas adalah bahwa China menggunakan bahasa hukum yang cukup rumit untuk membongkar gerakan pro-demokrasi Hong Kong. Melihat mereka diadili dan ditahan merupakan disonasi kognitif bagi begitu banyak orang di Hong Kong. Itu benar-benar representasi visual dari represi," ungkap pernyataan yang disampaikan oleh Wang yang dikutip dari Al Jazeera.

Baca Juga: China Buka Perbatasan Hong Kong, Tiket Pesawat Terjual 7 Kali Lipat

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya