Plastik Ramah Lingkungan Asal Tiongkok Dipertanyakan

Ini menjadi masalah utama yang dihadapi Tiongkok saat ini

Beijing, IDN Times - Plastik biodegradable, yang selama ini menjadi solusi untuk menggantikan plastik sekali pakai, ternyata gagal memenuhi ekspetasi sebagai solusi dalam memberantas kerusakan lingkungan di Tiongkok. Dengan demikian, ini menjadi masalah utama yang dihadapi Tiongkok sampai saat ini. Bagaimana awal ceritanya?

1. Secara global, plastik biodegradable tidak dapat dimasukkan ke dalam daur ulang rumah tangga

Plastik Ramah Lingkungan Asal Tiongkok DipertanyakanIlustrasi sampah botol minum plastik. (Unsplash.com/exportersindia)

Dilansir dari BBC, salah satu tantangan utama dengan adanya plastik biodegradable secara global adalah bahwa plastik tersebut tidak dapat dimasukkan ke dalam daur ulang rumah tangga atau didegradasi di tempat sampah pengomposan, yang berarti sebagian besar konsumen tidak memiliki rute untuk mendapatkan kemasan yang dapat terurai secara hayati ke jenis fasilitas industri yang mampu memprosesnya. Sebelumnya, sebanyak 36 perusahaan telah merencanakan atau membangun fasilitas manufaktur plastik biodegradable baru dan menambah kapasitas produksi lebih dari 4,4 juta ton per tahun, peningkatan sebanyak lebih dari 7 kali lipat dalam waktu kurang dari 12 bulan.

Presiden Tiongkok, Xi Jinping, dalam pidatonya belum lama ini menekankan pentingnya dalam mengurangi sampah plastik, tetapi beberapa kota besar di Tiongkok memiliki sedikit atau tidak ada infrastruktur untuk mengatasi perluasan produksi plastik yang dapat terurai secara hayati. Secara global, infrastruktur industri yang diperlukan untuk memproses plastik yang dapat terurai secara hayati, dimulai dari pengumpulan hingga pengomposan bersuhu tinggi, tidak ada pada skala yang diperlukan untuk menyamai volume plastik yang diproduksi.

2. Beberapa hari lalu, Tiongkok telah mengumumkan menutup pintu untuk semua impor limbah pada tahun depan

Plastik Ramah Lingkungan Asal Tiongkok DipertanyakanTempat wisata Tembok Raksasa di Tiongkok. (Pixabay.com/viarami)

Beberapa hari lalu, Tiongkok telah mengumumkan bahwa pihaknya akan menutup pintu untuk semua impor limbah pada awal tahun 2021 ini. Pengumuman yang disampaikan oleh pihak pemerintah Tiongkok ini menimbulkan kecemasan yang sama di antara negara-negara pengekspor limbah seperti pada tahun 2018 lalu, ketika Tiongkok memberlakukan kebijakan "Operational National Sword" yang melarang impor 24 jenis limbah padat, termasuk limbah plastik. Peralihan kebijakan pada tahun 2018 lalu membuat negara-negara utama pengekspor limbah utama dunia seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan negara-negara Eropa lainnya merebut tujuan alternatif di lokasi Asia Tenggara, seperti Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Vietnam, yang merupakan negara berbatasan langsung dengan Tiongkok, mungkin belum siap menerima lebih banyak limbah impor. Berdasarkan laporan nasional yang dirilis bulan November 2020 lalu, berbagai jenis limbah padat yang dapat diimpor untuk pembuatan tidak hanya dalam tidak memenuhi standar teknis nasional dalam hal perlindungan lingkungan, tetapi juga memberi tekanan lebih pada layanan pengelolaan limbah di dalam negeri. Asisten Profesor Politik dan Kebijakan Lingkungan dari Fakultas Hukum dan Pemerintah Dublin City University, Danny Marks, mengatakan bahwa daur ulang sampah berdampak buruk bagi ekonomi Asia Tenggara karena dampak negatifnya terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya.

Baca Juga: 5 Tips Membersihkan Botol Minum Plastik, Gak Ada Bau Amis Tertinggal

3. Tiongkok memperingatkan perburuan plastik biodegradable harus dihentikan

Plastik Ramah Lingkungan Asal Tiongkok DipertanyakanIlustrasi sampah botol minum plastik. (unsplash.com/jannerboy62)

Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Greenpeace pada hari Kamis, 17 Desember 2020, ini memperingatkan bahwa mengganti plastik sekali pakai dengan produksi bervolume tinggi dari berbagai alternatif yang dapat terurai secara hayati bukanlah solusi untuk masalah limbah plastik. Peneliti plastik region Asia Timur dari Greenpeace, Dr. Molly Zhongnan Jia, mengatakan perburuan plastik biodegradable untuk saat ini dihentikan dan harus berhati-hati melihat efek dan potensi risiko arus utama bahan-bahan ini serta memastikan untuk berinvestasi dalam solusi yang benar-benar mengurangi sampah plastik.

Ia juga menambahkan sistem pengemasan yang dapat digunakan kembali dan pengurangan penggunaan plastik secara keseluruhan adalah strategi yang jauh lebih menjanjikan untuk menjauhkan plastik dari tempat pembuangan sampah dan lingkungan. Pada tahun 2019 lalu, Tiongkok telah memproduksi 63 juta ton plastik dengan tingkat daur ulang sekitar 30 persen, yang artinya menghasilkan sekitar 20 juta ton bahan non-biodegradable sekali pakai setiap tahun, termasuk 3 juta ton tas belanja.

Baca Juga: [OPINI] Sampah Plastik, Nyawa Petani Singkong dan Kehidupan Laut

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya