PM Ethiopia Nilai Pasukan Militernya Hadapi Perang Gerilya

Mereka berada di wilayah Tigray sejak November 2020 lalu

Addis Ababa, IDN Times - Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, mengatakan bahwa para pasukan militernya sedang menghadapi perang gerilya yang sulit dan melelahkan di wilayah utara Tigray dalam pernyataannya pada hari Minggu, 4 April 2021, waktu setempat. Mereka telah berada di Tigray sejak bulan November 2020 lalu dengan tujuan memulihkan supremasi hukum. Bagaimana awal ceritanya?

1. Pernyataannya menandai perpecahan tajam dalam operasi militer

PM Ethiopia Nilai Pasukan Militernya Hadapi Perang GerilyaPerdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed. (Instagram.com/pmabiyahmed)

Dilansir dari The Guardian, pernyataannya menandai perpecahan tajam dengan desakan sebelumnya bahwa operasi militer yang diluncurkan pada bulan November 2020 lalu telah sukses dengan cepat dan menentukan. Menurut Abiy, junta yang telah disingkirkan pasukannya dalam waktu 3 minggu kini telah berubah menjadi kekuatan gerilya, berbaur dengan petani, dan mulai berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ia juga mengatakan pihaknya tidak bisa menghilangkan musuh dalam waktu 3 bulan.

Baginya, menghilangkan musuh yang terlihat dan melenyapkan musuh yang bersembunyi serta beroperasi dengan berasimiliasi terhadap orang lain bukanlah hal yang sama serta ini sangat sulit dan melelahkan. Pasukan federal telah pindah ke Tigray pada November 2020 lalu dengan tujuan untuk memulihkan supremasi hukum dengan menggulingkan TPLF, partai politik yang pada saat itu berkuasa di provinsi Tigray, menyusul adanya serangan dadakan di pangkalan militer federal.

Namun, menjadi jelas bahwa setelah kemunduran awal dan kerugian besar, TPLF kemudian telah bersatu pada akhir Januari 2021 lalu serta melancarkan pemberontakan yang semakin insentif terhadap para pasukan federal.

2. Pembatasan akses bagi para pekerja kemanusiaan, jurnalis, dan peneliti telah mempersulit untuk menentukan angka korban tewas akibat konflik

PM Ethiopia Nilai Pasukan Militernya Hadapi Perang GerilyaPara pengungsi yang terpaksa pergi dari tempat tinggalnya akibat konflik yang melanda wilayah Tigray, Ethiopia. (Twitter.com/

Serangkaian bentrokan sengit yang terjadi pada pertengahan Februari 2021 lalu di sekitar kota Samre, sebuah kota kecil 40 km barat daya Mekelle, Ethiopia, ketika ribuan pasukan Ethiopia yang didukung oleh artileri, tank, dan serangan udara bertempur melawan pasukan yang setia kepada TPLF. Dalam beberapa hari terakhir, telah terjadi pertempuran baru di daerah tersebut. Ada juga pertempuran di timur laut wilayah itu, di jalan menuju Eritrea, serta di sepanjang jalan utama yang menghubungkan Mekelle dengan kota-kota lebih jauh ke barat.

Sebagian besar daerah pedesaan tetap berada di luar kewenangan pemerintah pusat dan Kantor PBB untuk Koordinator Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan pada pekan lalu bahwa ada bentrokan dan penyergapan yang dilaporkan terjadi di sebagian besar wilayah. Gelombang kekejaman termasuk pembantaian ratusan warga yang dilakukan oleh pasukan Ethiopia dan sekutu Eritrea mereka telah memicu perekrutan pasukan TPLF. Pada pekan lalu, hampir 2.000 orang tewas dalam lebih dari 150 pembantaian oleh tentara, paramiliter, dan pemberontak di Tigray yang telah diidentifikasi oleh para peneliti yang mempelajari konflik tersebut dan korban tertua berusia 90 tahun sedangkan yang termuda masih bayi.

Pembatasan akses bagi pekerja kemanusiaan, peneliti, dan jurnalis telah mempersulit penentuan korban tewas konflik sejauh ini, tetapi jumlah total korban kemungkinan akan mencapai puluhan ribu dan mungkin tidak akan pernah diketahui.

Baca Juga: PM Ethiopia: Pasukan Eritrea Sepakat Mundur dari Tigray

3. AS, Jerman, Prancis, dan negara-negara G7 lainnya menyerukan penarikan tentara Eritrea dengan cepat

PM Ethiopia Nilai Pasukan Militernya Hadapi Perang GerilyaSuasana di sekitar wilayah konflik Tigray. (Twitter.com/BashirHashiysf)

Para pasukan Eritrea telah mulai menarik diri dari wilayah Tigray, Ethiopia, setelah berperang di pihak pemerintah dalam perang melawan para pemimpin buronan wilayah itu dari Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF). Amerika Serikat, Jerman, Prancis, dan negara-negara G7 lainnya pada hari Jumat, 2 April 2021, waktu setempat menyerukan penarikan tentara Eritrea dengan cepat, tanpa syarat, dan dapat diversifikasi yang diikuti oleh proses politik yang dapat diterima oleh semua warga Ethiopia. Pernyataan itu juga mendesak pembentukan proses politik yang jelas dan inklusif yang dapat diterima oleh semua warga Ethiopia, termasuk mereka di Tigray dan yang mengarah pada pemilihan yang kredibel dan proses rekonsiliasi nasional yang lebih luas.

Kementerian Luar Negeri Ethiopia telah mengumumkan penarikan itu tetapi dalam sebuah jawaban yang dikeluarkan pada hari Sabtu, 3 April 2021, malam setempat dikatakan bahwa pernyataan Menteri Luar Negeri G7 belum mengakui langkah-langkah penting yang diambil untuk memenuhi kebutuhan kawasan. Pihaknya juga dalam sebuah pernyataan mengatakan pasukan Eritrea yang melintasi perbatasan ketika diprovokasi oleh TPLF sekarang mulai mengungsi dan Pasukan Pertahanan Nasional Ethiopia telah mengambil alih menjaga perbatasan nasional.

Bulan Maret 2021 lalu, Abiy mengakui untuk pertama kalinya bahwa pasukan dari Eritrea telah memasuki wilayah Tigray selama konflik. Pengakuian itu muncul setelah berbulan-bulan penyangkalan dari Ethiopia dan Eritrea, bahkan ketika tuduhan yang kredibel dari kelompok HAM dan warga setempat meningkat bahwa para tentara Eritrea telah melakukan pembantaian di wilayah Tigray.

Baca Juga: Ethiopia Tolak Permintaan AS untuk Tarik Pasukan dari Tigray

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya